HOME

07 Agustus, 2023

ADAB DALAM MENDIDIK ANAK (HAK-HAK ANAK)

 


BERIKUT BEBERAPA ADAB DALAM MENDIDIK ANAK (HAK-HAK ANAK) MENURUT ISLAM;

·         Membiasakan mereka untuk pergi ke masjid, jikalau tidak khawatir akan mengganggu ketenangan masjid sebagaimana yang terdapat di dalam Hadits: جَـنِّبُوْا مَسَـاجِدَكُـمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَـانِيْنَكُمْ (ضعـيف).

     "Jauhkanlah anak-anak dan bayi-bayi kalian dari masjid" Hadits dhoif.

·         Memotifasi mereka untuk cinta terhadap ilmu, dan fase-fase yang harus dilaluinya di dalam menuntut ilmu. Al Maimuni berkata: Saya bertanya kepada Abu Abdullah: Mana yang lebih engaku sukai, saya mulai mendidik anakku dengan belajar Al Qur an atau Hadits ?", Dia berkata: "Tidak, akan tetapi dengan Al Qur an". Saya berkata: "Haruskah saya ajarkan keduanya secara bersaaman?" Dia berkata: "Jika kiranya sulit bagi mereka maka ajarilah salah satu diantaranya", Kemudian ia berkata kepadaku: "Jikalau belajar membaca didahulukan maka dia akan terbiasa dengan membaca kemudian memacu untuk membiasakannya".

·         Memanggil mereka dengan panggilan "Abu Fulan atau Ummu Fulanah", ini yang akan merangsang pertumbuhan perasaan dan tingkat kedewasaan anak. Dalam sebuah riwayat bahwasanya Nabi pernah memberi gelar kepada anak-anak kecil,:

وَقَدْ كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ يُكَنِّي الصِّغَارَ فَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: "كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلقًا, وَكاَنَ لِي أَخٌ يُقَـالُ لَهُ أَبُوْ عُمَيْرُ قَالَ: أُحِْسبُهُ فَطِيْمًا وَكَانَ إِذَا جَاءَ قَالَ:يَا أَبَا عُمَيْرُ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ؟!"

Diriwayatkan dari Anas radhiallahu anhu Berkata: " Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling baik akhlaqnya, dan saya punya saudara yang digelari oleh Nabi dengan panggilan Abu Umair, beliau berkata: "Saya kira dia adalah anak kecil yang sudah tidak menyusui lagi", maka setiap kali dia datang Nabi memanggilnya dengan: Wahai Abu Umair apa yang terjadi pada burung Al-Nughair" Yaitu seekor burung kecil yang dijadikan sebagai teman bermainnya".[1]

Dan boleh memberikan gelar dengan anak yang belum didapatkannya, sebagaimana telah disebutkan dalam riwayat yang shahih pada kitab Shahihul Bukhari dan yang lainnya bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memberikan gelar bagi seorang gadis kecil ketika sedang memakai baju bagus, maka beliau berkata kepadanya: (Ini adalah penampilan yang cantik wahai Ummu Khalid, ini penampilan yang begitu cerah wahai Ummu Khalid).[2]

·         Membawa anak-anak pada pertemuan-pertemuan umum dan mengkondisikan mereka duduk dengan orang-orang yang sudah dewasa. Dahulu, para sahabat menyertakan anak-anak mereka di dalam majelis Nabi shallallahu alaihi wasallam. Dan salah satu cerita dari tentang hal tersebut adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah bin Qurrah dari bapaknya berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah duduk dalam sebuah majlis, lalu para sahabat duduk mengelilingi beliau, dan di antara mereka ada seorang sahabat yang datang bersama anaknya, kemudian dia mendudukkan anak tersebut di hadapan Rasululullah shallallahu alaihi wasallam melalui belakang punggung beliau…".[3]

Amru bin Ash pernah berkata kepada sekelompok orang yang duduk-duduk disekitar ka'bah, setelah beliau melakukan thawaf lalu dia duduk bersama mereka, dan mereka menjauhkan anak-anak dari majelis mereka, maka Amru bin Ash menegur: "Jangan lakukan itu, berilah tempat untuk mereka, dekatkanlah mereka dan berikanlah mereka insfirasi". Mereka pada masa ini kecil, namun mereka akan menjadi dewasa dan akan menjadi kaum yang lain. Dulu kami adalah anak-anak kecil namun sekarang kita oang-orang dewasa dan menjelma menjadi generasi lain (berbeda dengan masa kecil).[4]

·         Banyak bercerita kepada mereka tentang pahlawan Islam yang terdahulu dan sekarang, serta kemenangan kaum muslimin dalam setiap peperangan.

·         Mendidik mereka tata cara beradab dengan orang tua, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ الْكَبِيْرِ, وَالْمَارُ عَلـَى اْلقَاعِـدِ, وَالْقَلِيْلِ علَىَ اْلكَـثِيْرِ 

"Yang muda memberi salam kepada yang lebih tua, dan yang berjalan memberi salam kepada yang duduk, dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak ".

·         Menghargai anak-anak dalam sebuah majlis.

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَـالَ: أَُتِي النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَدْحٍ فَشَرِبَ مِنْهُ وَعَنْ يَمِيْنِهِ غُلاَمٌ أَصْغَرَ اْلقَوْمِ وَاْلأَشْيَاخُ عَـنْ يَسَارِهِ فَقَـالَ : يَـا غُلاَمُ, أَتَأْذَنُ لِي أَنْْ أُعْطِيَه ُاْلأَشْيَاخَ؟ قَالَ: مَا كُنْتُ ِلأُوْثِرَ بِفَضْليِ مِنْكَ أَحَدًا يَا رَسُـوْلَ اللهِ فَأَعْطَاهُ إِيَّاهُ

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad radhiallahu anhu berkata: Nabi diberikan sebuah mangkuk maka Rasulullah minum darinya, dan di samping kanan beliau ada seorang anak kecil sementara di samping kirinya para orang-orang yang telah dewasa maka beliau berkata: Wahai anak! Bolehkah saya memberikan kapada orang-orang dewasa air minum ini? Lalu anak itu berkata: “Aku tidak akan mengutamakan seorangpun atas kelebihan yang engkau berikan kepadaku, wahai Rasulullah”. Maka Rasulpun memberikan air minum (bekas beliau) kepada anak tersebut.[5]

·         Melatih mereka dengan olahraga kesatriaan seperti memanah, berenang, mengendarai kuda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah bin Sahl berkata:

"Umar radhiallahu Anha menulis surat kepada Abi Ubaidah bin Jarrah: “Ajarilah anak-anakmu berenang".[6]

·         Menjauhkannya dari sebab-sebab yang membawanya condong kepada sifat kewanitaan, seperti menari, cenderung meniru prilaku wanita, menyisirinya seperti menyisiri wanita, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik radhiallahu anhu:

"Dan saya sangat tidak menyukai anak muda yang memakai sesuatu dari emas; karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan kepadaku bahwasanya beliau melarang memakai cincin dari emas, maka aku membencinya bagi orang dewasa ataupun anak-anak dari kaum lelaki".

·         Hindari agar jangan sampai merendahkan mereka dihadapan umum, dan jangan menghina ide-idenya, upayakan untuk merangsang mereka agar ikut berpartisipasi dalam kebaikan.

·         Mengucapkan salam kepadanya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melewati anak-anak dan memberi salam kepada mereka.

·         Menghargai dan menerima ide-idenya.

·         Memberikan tanggungjawab secara terus menerus sesuai dengan kemampuannya.

·         Membiasakan diam terhadap rahasia. Sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah memanggil Anas radhiallahu anhu untuk sebuah urusan rahasia dan Anas tidak pernah membuka rahasia tersebut kepada siapapun.

·         Mengajarinya keberanian pada tempatnya.

·         Memperhatikan bentuk pakaiannya, menghindarkannya dari kecondongan bergaya dalam berpakaian, potongan rambut, tingkah laku serta cara berjalannya.

Menjauhkannya dari kehidupan bermewah-mewah, bergantung kepada orang lain, malas, bersantai-santai, dan berfoya-foya. Umar radhiallahu anhu bekata: "Hiduplah secara keras karena sesungguhnya nikmat (kehidupan dunia) tidak kekal selamanya ".

·         Menjauhkan mereka dari majlis yang sia-sia dan munkar.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] HR. Bukhari no: 5735

[2] Al-Adabus Syar'iyah 3/152, Dari Aisya radhiallahu anha, dia berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah setiap istri-istrimu mempunyai kuniyah/gelar kecuali saya". Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya: Berkuniyahlah dengan anakmu: Abdullah, yaitu bin Zubair, kamu adalah Ummu Abdullah". Al-Silasilah As Shahihah no: 132. Adapun apa yang diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha bahwa dia pernah keguguran dan menamakannya dengan Abdullah, lalu menkuniyahkannya dengan nama bayi yang gugur tersebut adalah bathil baik sanad dan matan. Al-Silsilatud Dhaifah no: 14137.

[3] HR. An-Nasa'I dan dishahihkan oleh Albani dalam kitab Ahkamul Jana'iz.

[4] Al-Adabus Syar'iyah, Ibnu Muflih 1/244.

[5] HR. Bukhari.

[6] HR. Imam Ahmad bin Hambal dalam awal musnad Umar bin Al-Khattab-radhiallahu anhu.

ADAB TERHADAP KEDUA ORANG TUA

 


BERIKUT BEBERAPA ADAB TERHADAP KEDUA ORANG TUA MENURUT ISLAM;

·         Berbakti kepada kedua orang tua teramsuk amal shaleh yang bisa melapangkan segala kesusahan dan menghilangkan kegelapan.[1]

·         Kedudukan berbakti kepada kedua orang tua lebih diutamakan dari berjihad di jalan Allah, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu, dia bertanya:  Perbuatan apakah yang paling dicintai oleh Allah?, Rasulullah menjawab: "Shalat pada waktunya", aku bertanya kembali: "Kemudian apalagi?", Rasulullah berkata: "Berbakti kepada kedua orang tua", Kemudian apa?, "Berjihad di jalan Allah".[2] Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan diriwayatkan oleh Abdullah bin Amru, dia berkata: Seorang lelaki mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: Aku mendatangimu untuk berbai'at mengikuti jihad dan aku meninggalkan kedua orang tuaku menangis". Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Kembalilah kepada keduanya dan jadikanlah mereka tertawa gembira sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis".[3]

·         Memperbanyak berdo'a dan memintakan ampun bagi mereka berdua.

·         Mencium kening keduanya.

·         Melunasi hutang keduanya, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa Sa'ad bin Ubadah radhiallahu anhu meminta fatwa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Ibnuku telah meninggal dalam keadaan menanggung suatu nazar, apakah aku akan melunasinya?", Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Lunasilah nazar ibumu tersebut".[4]

·         Memuliakan shahabat mereka berdua, sebagimana riwayat Ibnu Umar bahwa setiap dia pergi menuju Mekkah, dia mempunyai seekor himar yang dipergunakan pergi jika letih menunggang kendaraannya, sambil melilitkan surban pada kepalanya, sehingga  saat dia menunggang himarnya, datanglah seorang badui lewat di hadapannya, lalu Ibnu Umar bertanya: "Bukankah kau anak fulan bin fulan? Badui tersebut menjawab: "Benar" Maka Ibnu Umar memberikan orang teresebut himar tunggangannya, dan berkata: "Tungganglah himar ini", lalu menambahnya dengan memberikan surbannya dan berkata: "Pakailah surban ini untuk mengikat kepalamu!", lalu sebagian shahabatnya menegurnya: "Semoga Allah mengampunimu! Engkau telah memberikan orang badui ini seekor himar yang kamu pergunakan untuk menyenangkan dirimu dalam perjalananmu, dan surban yang kau pergunakan untuk melilit kepalamu? Maka Ibnu Umar menjawab: Aku telah mendegar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ مِنْ أَبَرِّ اْلبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ بَعْدَ أَنْ يُوَلِّيَ

"Sesungguhnya termasuk berbakti kepada orang tua seseorang menyambung silaturrahmi kerabat orang yang pernah dicintai oleh bapakanya setelah kematiannya."[5] Bapak orang badui ini adalah teman dekat Umar bin Khattab radhiallhu anhu. Ini adalah salah satu bentuk keluasan rahmat Allah, di mana berbuat baik kepada kedua orang tua cakupannya sangat luas tidak dibatasi pada bapak atau ibu kedua orang tua saja.

·          Menyebut kedua orang tua dengan sesuatu yang baik.

·         Mendahulukan keduanya atas yang lain.

·         Memberikan kebahagiaan kepada keduanya dengan cara yang bisa dilakukannya, seperti memberikan hadiah, mengajak mereka pergi dan bersenda gurau dengan mereka berdua.

·         Berjaga untuk menenangkan jiwa mereka berdua, terlebih saat mereka sakit.[6]

·         Berbicara kepada keduanya dengan penuh adab dan lembut. Berdasarkan firman Allah Ta'ala:

فَلاَ تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلاُ كَرِيْمًا

      "Maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya ucapan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".[7]

·         Bangkitlah untuk menyambut keduanya saat mereka berdua datang menjenguk.

·         Ciumlah tangan mereka berdua.

·         Muliakan dan berikanlah mereka berdua apa-apa yang diinginkan.

·         Tidak mengangkat suara di hadapan keduanya dan tidak pula mendebatnya.

·         Bermusyawarahlah dengan mereka berdua dalam pekerjaan dan urusanmu.

·         Janganlah berbohong terhadap mereka berdua.

·         Janganlah mencela mereka berdua saat berbuat sesuatu yang tidak membuatmu puas.

·         Janganlah tidur atau berbaring jika mereka berdua sedang duduk.

·         Janganlah menjulurkan kaki di hadapan mereka berdua.

·         Janganlah kau berjalan sejajar di samping bapakmu di jalanan akan tetapi mundurlah sedikit ke belakang.

·         Janganlah kau duduk di tempat yang lebih tinggi dari tempat mereka.

·         Segera memenuhi panggilan mereka berdua saat membutuhkan.

·         Janganlah seseorang memanggil orang tuanya dengan namanya, tidak mendahuluinya duduk pada sebuah tempat dan tidak pula berjalan di depannya. Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa dia melihat dua orang lelaki, lalu berkata kepada salah seorang dari keduanya: Apakah hubunganmu dengan orang ini? "Dia adalah bapakku". Tegasnya. Lalu Abu Hurairah menasehatkan: "Janganlah engkau memanggilnya dengan namanya, jangan pula berjalan di hadapannya, serta janganlah engkau mendahuluinya duduk".[8]

·         Selalu bershahabat dengan orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

·         Berbakti kepada kedua orang tua tetap ada bahkan sampai setelah mereka meninggal dunia. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika ditanya: Masihkah ada perbuatan bakti yang bisa aku persembahkan kepada kedua orang tuaku setelah meninggalnya? Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab:

نَعَمْ اَلصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَاْلاِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا وَصِلَةُ الَّرحْمِ الَّتِي لاَ تُوْصَلُ إِلاَّ بِهِمَا وَإِكْرَامِ صَدِيْقِهِمَا

"Ya dengan mendo'akan mereka berdua, memintakan ampun bagi mereka berdua, melaksanakan wasiat mereka berdua setelah kematian keduanya dan silaturrahmi yang tidak bisa disambung kecuali dengan keduanya dan memuliakan teman mereka berdua".[9]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] Sebagimana yang disebitkan dalam kisah tiga orang yang tertahan di dalam sebuah gua, dan salah seorang di antara mereka adalah orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

[2] Muttafaq Alaihi

[3] HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah  dengan derjat hasan.

[4] HR. Bukhari dan Muslim dan yang lainnya.

[5] HR. Muslim  no: 2552.

[6] Diriwayatkan dari Abi Yazid Al-Bashtami rahimahullah Ta'ala, dia berkata: Saat usiaku dua puluh tahun, ibuku memanggilku pada suatu malam untuk merawatnya, maka akupun memenuhi panggilannya, maka aku menjadikan salah satu tanganku di bawah kepalanya, dan tanganku yang sebelahnya aku letakkan di atas tubuhnya lalu membaca:   قل هو الله أحد sampai tanganku menjadi kebas. Maka aku mengatakan: Ini adalah tanganku, dan hak ibu untuk ditaati aku niatkan untuk Allah,aku bersabar atas keadaan seperti ini sampai terbit fajar, akhirnya tanganku tidak bisa berfungsi kembali. Lalu pada saat dia meninggal dunia, sebagian shahabatnya melihatnya dalam mimpi di mana dia terbang di surga. Shahabatanya bertanya kepadanya:Bagaimana engkau bisa mendaptakan rahmat seperti ini?. Beliau menjawab: "Dengan berbakti kepada ibu dan bersabar atas semua bencana". Lihat kitab: Kaifa Tabarru Walidaik. Ibrahim bin Shaleh Al-Mahmud Hal. 47

[7] QS. Al-Isro': 23.

[8] Apakah seseorang boleh menyebut kunyah bapakanya? Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata: (Akan tetapi Abu Hafsh Umar telah memutuskan). Dalam ungkapan ini Ibnu Umar radhiallahu anhu telah menyebut kunyah bapaknya. Dishahihkan isnadnya oleh Albani (Shahihul Adabil Mufrod, Imam Bukhari).

[9] HR. Abu Dawud no: 5142.

ADAB DI PASAR

 


BERIKUT BEBERAPA ADAB SESEORANG KETIKA DI PASAR MENURUT ISLAM;

·         Berdo’a sebelum memasuki pasar:

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْـدَه لاَ شَـرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلُملْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَهُوَ حَـيٌّ لاَ يَمُوْتُ بِيَدِهِ اْلخَيْرُوَهـُوَ عَلىَ كُلِّ شَئٍ قَدِيْـرٌ

“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya seluruh kekuasaan dan seluruh pujian, Yang Menghidupkan dan Mematikan, dan Tuhan Yang Hidup dan Tidak Mati, di TanganNyalah kebaikan, Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”.[1]

·         Seorang muslim harus memahami hukum-hukum yang berhubungan dengan jual beli.

·         Tidak curang dalam menimbang dan menakar barang.

·         Dilarang menipu, menimbun barang dan berlaku najsy, yaitu: menawar dengan harga yang lebih tinggi oleh orang yang tidak berkeinginan membelinya.

·         Dilarang jual beli al-inah, yaitu menjual suatu barang kepada orang lain dengan harga yang dibayar pada masa yang akan datang, kemudian si penjual membeli barang tersebut dari pembeli pertama dengan harga yang lebih sedikit dari harga semula secara cash.

·         Mengendalikan harga, dari Anas radhiallahu anhu menceritakan bahwa masyarakat mengadu kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah! Harga barang-barang melonjak, batasilah harga tersebut! Maka Rasulullah menjawab: Sesungguhnya Allahlah yang menciptakan, yang menyempitkan dan meluaskan serta menentukan harga, dan aku berharap agar diriku menemui Allah Ta’ala tanpa seorangpun menuntutku dengan suatu kezaliman baik darah atau harta”.[2]

·         Jujur dalam bertransaksi, sebagaimana yang diriwayatkan bahwa saat Nabi shallallahu alaihi wasallam berjalan pada sebuah pasar melewati sekumpulan makanan, lalu beliau memasukkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata bagian bawahnya basah terkena hujan, lalu beliau bertanya: Wahai pemilik makanan apakah yang terjadi dengan makananmu ini? “Ditimpa hujan wahai Rasulullah” Jawab sang penjual. Beliau menegur: “Tidakah kau menjadikannya di atas makanan yang lain agar pembeli melihatnya, barangsiapa yang menipu, dia bukan dari golongan kita”.[3]

·         Dilarang menyambut penjual yang baru datang (di luar pasar), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تَلَقُّوْا السِّلَعَ حَتَّى يَهْبِطَ بَهَا فِي السُّـوْقِ

“Janganlah kalian menyambut barang jualan sampai barang tersebut turun memasuki pasar”.[4]

·         Dilarang menjual barang yang bukan miliknya dan barang yang belum di tangannya.

·         Diperintahkan bersikap mudah dan lapang dada dalam jual beli, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

رَحِمَ اللهُ عَبْدًا سَمْحًا إِذَا بَاعَ سَمْحًا إِذَا اشْتَرَى  وَسَمْحًا إِذَا اقْتَضَى

“Allah memberikan rahmat kepada seorang hamba yang mudah toleran apabila menjual, toleran apabila membeli dan toleran dalam menuntut piutangnya”.[5]

·         Tidak mengangkat suara dalam bertikai dan bertengkar, disebutkan bahwa salah satu sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau bukanlah orang yang suka berkata kotor, berbuat kotor, tidak bersuara keras di pasar, tidak membalas dengan keburukan namun beliau suka memaafakan dan memberikan ampunan”.[6]

·       Menjaga agar selalu memenuhi aqad, janji dan kesepakatan antara kedua belah pihak, berdasrkan firman Allah Ta’ala:  

  يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ

“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah jani-janjimu”.[7]

·         Memperkuat terjadinya jual beli dengan adanya saksi atau tulisan berdasarkan firman Allah Ta’ala: َوأَشْهِدُوْا إِذَا تَبَايَعْتُمْ    “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”.[8]

·       Tidak banyak bersumpah dalam berjual beli, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:   

   إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةُ اْلحَلَفِ فِي اْلبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنْفِقُ ثُمَّ يُمْحِقُ

"Jauhilah banyak bersumpah pada saat berjual beli sebab tindakan ini mendatangkan laba namun menghilangkan keberkahan”.[9]

·         Membersihkan pasar dari barang-barang yang diharamkan.

·         Menjauhi berjual beli dengan barang yang dirampok atau dicuri, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجـرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu”.[10]

·         Menjaga pandangan dari wanita dan menjauhi bercampur bersama mereka, firman Allah Ta’ala:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يُغُضُّوْا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْ ذلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا يَصْنَعُوْنَ وَقُلْ ِللْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya”.[11]

·         Menjaga syi’ar-syi’ar agama, tidak menyibukkan diri dengan jual beli dari panggilan shalat, sebaik-baik manusia adalah orang yang tidak disibukkan oleh perkara-perkara dunia sampai melupakan akhiratnya dan tidak pula tenggelam dalam urusan akhirat sampai melupakan dunianya”. Firman Allah Ta’ala:    

     رِجَالٌ لاَ تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَنْ ِذكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكوةِ

Lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah dan dari mendirikan sembahyang dan dari membayar zakat”.[12]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] Shahih Ibnu Majah no: 1817.

[2] Shahihul Jami’ no: 1846.

[3] Shahihut Turmudzi no: 1060.            

[4] Shahihul Jami’ no: 7589.

[5] Shahih Ibnu Majah no: 1790.

[6] Al-Syama’ilul Muhammadiyah no: 298.

[7] QS.Al-Ma’idah: 1.

[8] QS. Al-Baqarah: 282.

[9] Shahihut Targib no: 1795.

[10] QS. Al-Nisa’: 29.

[11] QS.Al-Nur: 30-31.

[12] QS. Al-Nur: 37.

Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat

  Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat dan Makhluk Ghaib PEMBAHASAN 1.        Malaikat Pengertia...