BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulusseperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Semua tindakan yang dilakukan oleh manusia yang selalu terikat oleh hukum. Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuatoleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsiuntuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Perbuatan melawan hukum memiliki ruang lingkup yang lebih luasdibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan melawan hukum tidak hanyamencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang pidana saja tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan undang-undang lainnya dan bahkandengan ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. “Setiap perbuatan pidana selalu dirumuskan secara seksama dalam undang-undang, sehingga sifatnya terbatas”.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian dari perbuatan melawan hukum itu apa?
2.
Bagaimana konsep perbuatan melawan hukum ?
3.
Apa saja unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum ?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian perbuatan melawan hukum
2.
Mengetahui konsep perbuatan melawan hukum
3.
Mengetahui apa saja unsur-unsur perbuatan melawan
hukum
BAB II
PEMBAHASAN
I. Perbuatan melawan hukum
Hukum merupakan
rangkaian peraturan mengenai tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat
yang memiliki sifat tegas dan memaksa. Hukum memiliki tujuan yaitu agar
terciptanya keselamatan, tertib dan teratur dalam masyarakat.[1]
Perbuatan pada
dasarnya terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, perbuatan aktif dan pasif. Perbuatan
aktif ialah perbuatan yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menimbulkan
kerugian pada orang lain, sedangkan perbuatan pasif ialah melanggar suatu keharusan
sehingga menimbulkan kerugian pada orang lain.
Menurut
Molengraaff, seseorang akan melakukan perbuatan melawan hukum, karena ia
bertindak secara menyimpang dari kebiasaan masyarakat mengenai seseorang atau
benda lain.[2]
Hoge Raad memberikan perumusan dalam rancangan Undang-Undang 1913 yang telah
diubah dan meninjau kembali isi dalam ketentuan Pasal 1365 dalam hubungan
ketentuan dalam Pasal 1366 KUHPerdata, ia mengemukakan istilah “daad”
(perbuatan) dalam Pasal 1365 KUHPerdata terbagi menjadi dua, yaitu perbuatan
secara positif dan perbuatan secara negatif.
Pasal 1365
KUHPerdata mengkaji tentang perbuatan melawan hukum yaitu “Tiap perbuatan
melawan hukum, yang mendatangkan kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Rumusan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata mengatur tanggung gugat
(aanspraklijkheid) orang untuk onrechtmatige daad (perbuatan melawan hukum),
sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata mengatur tanggung gugat orang karena
“onrechtmatige natalen” (melalaikan secara onrechtmatig).[3]
II. Pengertian
perbuatan melawan hukum
Istilah “perbuatan melawan hukum” dalam istilah bahasa
Belanda disebut dengan onrechtmatige daad. Sebenarnya, istilah perbuatan
melawan hukum
ini bukanlah satu-satunya yang dapat diambil sebagai terjemahan dari
onrechtmatigedaad, akan tetapi masih ada istilah lainnya, seperti :[4]
1.
Perbuatan yang bertentangan dengan hukum
2.
Perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum
3.
Perbuatan yang melanggar hukum
4.
Tindakan melawan hukum
5.
Penyelewengan perdata
III. Konsep perbuatan
melawan hukum
Untuk memahami konsep “perbuatan melawan hukum”
(onrechtmatige daad ), perlu dibaca Pasal 1365 KUHPer yang sama rumusannya
dengan Pasal 1401BW Belanda yang menentukan sebagai berikut:
“Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian
pada orang lain,mewajibkan orang yang karena kesalahannya yang menimbulkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Berdasar pada rumusan Pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturandinyatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :
1. Perbuatan itu
harus melawan hukum (onrechtmatige)
2. Perbuatan itu
harus menimbulkan kerugian
3. Perbuatan itu
harus dilakukan dengan kesalahan
4. Antara perbuatan
dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.
Salah satu saja dari unsur-unsur diatas
ini tidak terpenuhi , perbuatan itu tidak dapat digolongkan perbuatan melawan
hukum[5]
A.
Perbuatan
Kata “perbuatan” meliputi perbuatan
positif dan perbuatan negatif. Perbuatan positif adalah perbuatan yang
benar-benar dikerjakan diatur dalam pasal 1365 KUHPer atau pasal 1401 BW
Belanda. Perbuatan negatif adalah perbuatan yang benar-benar tidak dikerjakan,
diatur dalam pasal 1366 KUHPer. Oleh karena itu, perbuatan positif dikerjakan
oleh orang yang benar-benar berbuat, sedangkan perbuatan negatif tidak
dikerjakan sama sekali oleh orang yang bersangkutan. Pelanggaran perbuatan
dalam dua pasal tersebut mempunyai akibat hukum sama,yaitu mengganti kerugian.
B. Melawan hukum (onrechtmatige)
Sejak tahun 1890 para penulis hukum telah menganut paham yang
luastentang pengertian melawan hukum, sedangkan dunia peradilan (Mahkamah
Agung)masih menganut paham yang sempit. Hal itu dapat diketahui dari Putusan Hoge
Raad Nederlands sebelum tahun 1919, yang merumuskan :
“perbuatan
melawan hukum adalah suatu perbuatan yang melanggar hak orang lain atau jika
orang berbuat bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri.”
Dalam rumusan ini, yang perlu dipertimbangkan hanya hak dan kewajiban hukum
berdasar pada undang-undang (wet). Jadi perbuatan itu harus melanggar hakorang
lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang
diberikanundang-undang (wet). Dengan demikian melanggar hukum (onrechtmatige)
samadengan melanggar undang-undang (onwetmatige).
Melalui tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat dirugikan,
tetapi tidak dapat menuntut apa-apa.[6]
Semula pengertian melawan hanya diartikan secara sempit yaitu perbuatan yangmelanggar
undang-undang saja. Akan tetapi, kemudian Hoge Raad dalam
kasus yangterkenal Lindenbaum
melawan Cohen memperluas pengertian
melawan hukum bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga perbuatan yang
melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan
dalam hubunganantara sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang
lain.[7]
C. Ganti rugi
Kerugian yang dimaksud dalam pengertian ini dapat berupa kerugian
materielatau kerugian imateriel. Menurut yurisprudensi, Pasal 1246-1248 KUHPer
mengenaiganti kerugian dalam hal terjadi wanprestasi tidak dapat diterapkan
secara
langsung pada perbuatan pada perbuatan melawan hukum, tetapi dibuka kemungkinan penerapan
secara analogis.[8]
Dalam pasal-pasal mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi, kerugian
itumeliputi tiga unsur, yaitu biaya (ongkos), kerugian sesungguhnya, dan
keuntungan(bunga). Ukuran penilaian yang dipakai adalah uang. Pada perbuatan
melawanhukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaian dengan uang dapat
diterapkansecara analogis. Dengan demikian, perhitungan ganti kerugian pada
perbuatanmelawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur tersebut
dan kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang.
IV. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
Dari ketentuan pasal 1365 KUHPer dapat
diketahui bahwa suatu perbuatan melawan hukum baru dapat dituntut penggantian
kerugian apabila telah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
A. Perbuatan itu harus melawan hukum
Suatu perbuatan adalah merupakan suatu
perbuatan melawan hukum apabila berlawanan dengan :
1. Hak orang lain
Melanggar
hak subjektif orang lain berarti melanggar wewenang khusus yang diberikan oleh
hukum kepada seseorang.
2. Kewajibab
hukumnya sendiri.
Kewajiban
hukum si pelaku adalah suatu tindak laku yang bertentangan dengan suatu
ketentuan undang-undang.
3. Kesusilaan yang
baik
Kaidah
kesusilaan diartikan sebagai norma-norma sosial dalam masyarakat, sepanjang
norma tersebut diterima oleh anggota masyarakat dalam bentuk
peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis.
B. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
Kerugian yang disebabkan oleh karena perbuatan melawan hukum
dapat berupa kerugian materiel (dapat dinilai dengan uang)
dan kerugian immateriel (tidakdapat dinilai dengan uang).
C. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
suatu kesalahan dapat berupa kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan
berarti seseorang melakukan suatu perbuatan dan perbuatan ini berniat untuk
membuat suatu akibat. Adapun kelalaian berarti seseorang tidak melakukan suatu
perbuatan, padahal menurut hukum ia harus berbuat atau melakukan suatu
perbuatan.
D. Perbuatan itu harus ada hubungan kausal (sebab-akibat)
Hubungan kausal merupakan hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan
hukum dan kerugian. Hubungan kausal ini tersimpul dalam pasal 1365 KUHPer yang
mengatakan, bahwa perbuatan yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian.
Dengan demikian, kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan
seseorang. Jika tidak ada perbuatan (sebabnya), maka tidak ada kerugian
(akibatnya).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
perbuatan
Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer)
yang berbunyi :“ Setiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian
pada orang lain, mewajibkan orang yang karenakesalahannya yang menimbulkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Berdasar pada
rumusan pasal ini, dapat dipahami bahwa suatu peraturan dinyatakan melawan
hukum apabila memenuhi empat unsur berikut :
·
Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatige)
·
Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.
·
Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan, dan
·
Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada
hubungan kausal.
- Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
- Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
- Makalah Seluk Beluk Kalimat
- Makalah Ayat Dasar Qard, Konsep Hutang Piutang Dalam Islam
- Makalah Perintah Bisnis Dalam Islam
- Contoh Strategi Penanganan Perkara Pidana
- Makalah Perbuatan Melawan Hukum
- al-Arabiyyah fil Mu'amalah
DAFTAR PUSTAKA
Prodjodikoro Wirjono R, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, Vorkink-Van Hoeve, Bandung, 1979 , hlm 25
Djojodirdjo Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979, hlm 24
Rutten Ludwig Elise Hubert,
Verbintenissenrecht, 1978 – 1979, hlm 415, dalam Djojodirdjo Moegni, Perbuatan
Melawan Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979, hlm 35.
P.N.H Simanjuntak, hukum perdata Indonesia, (Jakarta : prenadamedia group, 2015)
Abdulkadir Muhammad, hukum perdata Indonesia, (bandung: citra Aditya bakti, 2014), hlm. 259-260
Ibid., hlm. 261
Sedyo prayogo, penerapan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian, jurnal pembaharuan hukum volume III No. 2, 2 mei – agustus 2016.
Abdulkadir Muhammad , op. cit., hlm. 262[1] Prodjodikoro Wirjono R, Perbuatan Melanggar Hukum
Dipandang Dari Sudut Hukum Perdata, Vorkink-Van Hoeve, Bandung, 1979 , hlm 25
[2] Djojodirdjo Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979, hlm 24
[3] Rutten Ludwig Elise Hubert, Verbintenissenrecht, 1978 – 1979, hlm 415, dalam Djojodirdjo Moegni, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1979, hlm 35.
[4] P.N.H Simanjuntak, hukum perdata Indonesia, (Jakarta :
prenadamedia group, 2015)
[5] Abdulkadir Muhammad, hukum perdata Indonesia, (bandung: citra Aditya bakti, 2014), hlm. 259-260
[6] Ibid., hlm. 261
[7] Sedyo prayogo, penerapan batas-batas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum dalam perjanjian, jurnal pembaharuan hukum volume III No. 2, 2 mei – agustus 2016.
[8] Abdulkadir Muhammad , op. cit., hlm. 262