Ketika kita bekerja menggarap sesuatu secara sungguh-sungguh, pasti akan ada masa di mana kita terbentur dengan pertanyaan mendasar mengenai pekerjaan yang kita lakukan. Sebetulnya apa yang sedang kita kerjakan? Apa maknanya bagi kita? Apa artinya pekerjaan ini bagi masyarakat? Apakah hal yang kita lakukan memberikan manfaat pada umat manusia?
Begitu juga dengan seorang seniman atau publik seni
pada umumnya. Pada suatu titik mereka akan bertanya mengenai sebetulnya apa
yang sedang mereka lakukan? bahkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan seni itu
sendiri. Pada kondisi inilah biasanya insting berfilsafat akan tumbuh.
Bisa jadi pada satu titik seorang seniman akan lumpuh
dalam berkarya karena merasa pekerjaan yang dilakukannya tidak memiliki arti.
Mungkin ia juga akan beralih profesi pada pekerjaan lain yang benefit
finansialnya lebih baik. Namun, dalam masa yang penuh akan keraguan dan
pertanyaan ini, bisa jadi kita menemukan hal yang sebenarnya ingin kita geluti.
Misalnya, bisa jadi sebetulnya kita lebih menerima seni sebagai ilmu terapan
yang akan mengantarkan kita menjadi seorang desainer.
Dengan mengetahui betul apa yang sebenarnya kita
lakukan, maka kita akan lebih yakin dan tidak ragu dalam menggarap apa pun yang
sedang kita geluti. Hasilnya pun akan lebih maksimal dan lebih menggambarkan
karakteristik utuh dari apa yang kita yakini sebagai seni.
Tentunya, buah pemikiran mengenai seni ini amatlah
banyak dan sangat luas cakupannya. Berbagai pemikiran, pertanyaan, keraguan,
dan pesimis ini adalah akar dari segala ilmu yang kini telah tumbuh subur di
segala bidang. Apa yang sedari tadi kita pikirkan, pertimbangkan, dan
pertanyakan tak lain dan tak bukan adalah filsafat. Spesifiknya, filsafat seni
dalam aplikasinya pada kehidupan sehari-hari.
Filsafat Seni
Filsafat seni adalah kajian masalah umum dan mendasar
mengenai “apa itu seni?” secara sistematis melalui metode-metode ilmiah untuk
mendapatkan pemahaman serta kebijaksanaan yang lebih baik dari berbagai
pemahaman dan sesuatu yang telah disetujui saat ini.
Intinya, melalui filsafat seni kita terus berusaha
untuk mencari tahu mengenai seni baik dari sisi intrinsik (filsafat seni
sebagai filsafat) maupun sisi ekstrinsiknya (bersangkutan dengan masyarakat,
dsb). Beberapa pertanyaan yang dapat tersirat dari filsafat seni meliputi:
“Apakah seni itu harus selalu indah?”, “Apakah seni harus memiliki nilai
guna?”, “Bagaimana kaitan sains dengan seni? apakah seni memiliki manfaat untuk
manusia?”, dsb.
Filsafat adalah bidang ilmu yang harus dibarengi
dengan pemahaman penuh pada dasar-dasar logika dan rasio yang digunakan untuk
mempertanyakan dan mempersoalkan hakekat dasar dari suatu bidang. Di sini hanya
akan dibahas berbagai pengetahuan umum dan mendasar perihal filsafat seni, tidak
akan ada pertanyaan kontroversial ataupun pengolahan ide radikal.
Filsafat seperti pedang bermata dua, tanpa mengerti
cara menggunakannya kita dapat melukai jendela pemikiran kita sendiri, atau
yang lebih buruk: tidak akan mendapatkan apa-apa. Di bawah ini adalah tautan
artikel yang menjelaskan pengertian, ciri, serta contoh filsafat yang dapat
digali terlebih dahulu sebelum kita menyelami filsafat seni lebih jauh.
Manfaat Filsafat Seni
Kebanyakan orang hanya terbawa oleh arus dan menerima
pendapat pengertian seni seperti yang telah mereka dengar dan alami
sehari-hari. Cara berpikir analog/mekanis seperti itu akan mengakibatkan karya
seni menjadi seragam dalam suatu zaman. Dengan demikian kita tidak akan mampu
mengadakan perkembangan terhadap dunia seni. Pertanyaan filosofis tentang seni
akan membuat kita menjadi kritis, sehingga mampu memberikan perubahan dan
perkembangan bagi budaya seni.
Maka dari itu, seorang seniman pada akhirnya harus
memiliki filsafat seninya sendiri dan mampu mengaplikasikan pada karyanya agar
dapat memberikan perkembangan bagi budaya seni. Karena itulah pemahaman pada
filsafat seni sangatlah penting.
Tanpa pemahaman yang baik pada filsafat seorang
seniman hanya mampu mengepul informasi dari berbagai teori filsafat lalu
menjadikannya sebagai sikap hidup berkeseniannya. Misalnya seorang seniman yang
banyak membaca berbagai literasi sosialis akan menggunakan prinsip-prinsip
teori tersebut terhadap karyanya dan memberikan pesan moral positif. Hal
tersebut memang tidak apa-apa, justru bagus, seniman tersebut memberikan
kontribusi nyata bagi budaya seni.
Sayangnya hal tersebut justru kurang bersimpangan
dengan filsafat. Seseorang yang mengepul informasi yang telah ada lalu
mengaplikasikannya adalah seorang teknokrat, bukan filsuf. Walaupun pengalaman
dan dedikasi seorang teknokrat sangat baik, tetapi ada kebutuhan yang belum
dipenuhi untuk perkembangan seni itu sendiri; pemikiran baru yang tumbuh dari
filsuf seni. Karenanya berfilsafat tetap dibutuhkan untuk menghadirkan pesona
baru bagi karya seni yang digarap.
Filsafat Seni dan Estetika
Awalnya hubungan filsafat dan seni selalu dikaitkan
dengan estetika. Hal itu terdengar sangat masuk akal bagi nalar kita, karena
estetika adalah filsafat yang mempertanyakan keindahan. Tetapi hari ini dunia
seni telah sadar bahwa seni tidak harus selalu indah. Terdapat banyak komponen
lain dari nilai/output yang diberikan oleh karya seni selain kecantikannya.
Maka dari itu diperlukan suatu bidang khusus selain estetika untuk
mempersoalkan hakekat seni; filsafat seni.
Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan
karya seni, sementara filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau
definisi seni itu sendiri. Jadi, boleh dikatakan perbedaan yang paling
signifikan dari estetika dan filsafat seni adalah objek materialnya. Beberapa
perbedaan lainnya dibahas pada table dibawah ini
Pokok Bahasan |
Filsafat Seni |
Estetika |
Ekspresi |
Mengekspresikan gagasan dan perasaan |
Tidak menggagaskan sesuatu |
Komunikasi/ Pertanyaan |
Seni menimbulkan pertanyaan maksud/tujuan dari seniman |
Keindahan alam tidak dibuat oleh manusia |
Aktivitas |
Seni dapat meniru alam |
Alam tidak dapat meniru seni |
Kegunaan |
Dapat memiliki manfaat praktis
dan indah (perkakas: belati, gelas, dll) |
Tidak perlu manfaat praktis untuk menjadi indah |
Pokok Bahasan Filsafat Seni
Dalam studi filosofis, persoalan selalu muncul dari
pertanyaan. Pertanyaan filosofis dari dulu sampai sekarang masih tetap sama,
yaitu sesederhana “Apakah seni itu?” pertanyaan yang selalu sama dan sederhana
itu nyatanya memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda dan tidak pernah
usai dari masa ke masa.
Dalam pertanyaan filosofis kita tidak akan hanya
mempertanyakan dari satu sudut pandang/bagian. Seperti dalam dalam seni rupa
kita tidak akan hanya mempersoalkan karya seni atau produk seni itu sendiri,
tetapi juga aktivitasnya, keterlibatan pihak luar dalam proses hingga ke medan
yang dilaluinya. Menurut Jakob Sumardjo (2000, hlm.29) terdapat enam pembahasan
pokok dalam filsafat seni, yaitu:
1. Benda
seni
2. Pencipta
seni
3. Publik
seni
4. Konteks
seni
5. Nilai-nilai
seni
6. Pengalaman
seni
Benda Seni
Pokok persoalan seni tentunya diawali oleh wujud
konkret yang terindera dan teralami oleh manusia. Tanpa lahirnya benda seni
tidak akan muncul persoalan-persoalan seni diatas. Dalam pokok bahasan benda
seni dibahas material seni dan atau medium seni. Seni terwujud berdasarkan
medium tertentu baik indera pendengaran, pengelihatan, atau gabungan keduanya
dan lain-lain. Setiap medium memiliki ciri khasnya sendiri dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Penggolongan tersebut akan melahirkan ilmu-ilmu seni
khusus, seperti ilmu sastra, ilmu seni tari, ilmu seni teater, dan lain-lain.
Dalam persoalan benda seni biasanya akan
dipermasalahkan apakah suatu karya seni merupakan peniruan kenyataan/alam
(mimesis) atau seni merupakan ekspresi jiwa manusia. Dalam rekaman sejarah,
debat tentang pokok persoalan tersebut telah dimulai sejak Plato dan
Aristoteles dan tak pernah usai hingga sekarang. Persoalan subjektivitas dalam
seni (ekspresi) dan objektivitas (mimesis) berlangsung di lingkungan penciptaan
(seniman) dan pengamatan (evaluasi kritikus). Benda seni juga mungkin akan
mempermasalahkan analisis bentuk da isi seni. Perdebatan yang terjadi dalam
konteks ini juga tidak kalah sengit.
Pencipta Seni
Persoalan seni dan seniman menyangkut masalah
kreativitas dan ekspresi. Apa itu kreativitas? Apa yang dimaksud ekspresi, dan
apa bedanya dengan representasi? Gender juga dapat menjadi pertanyaan, apakah
seniman seni berjenis kelamin wanita berbeda dengan seniman lelaki? Pribadi
seniman juga akan dipermasalahkan, karena biasanya akan menimbulkan gaya atau
style yang berbeda dari setiap individu.
Publik Seni
Seni adalah bentuk komunikasi antar pencipta dan
apresiatornya. Seni tidak dapat disebut seni tanpa pengakuan masyarakat seni
dan atau dengan masyarakat umumnya. Seniman disebut seniman oleh masyarakat
karena status yang diperjuangkannya. Seni itu publik, maka persoalan-persoalan
komunikasi, nilai-nilai masyarakat menjadi persoalan seni juga. Apresiasi, insitusi,
jarak estetik, empati tidak selalu mencakup seluruh masyarakat, terkadang
mungkin ada beberapa pihak yang tidak setuju untuk menerima produk seni. Maka
dipersoalkan juga karakteristik masyarakat melalui kajian sosiologi, psikologi
dan antropologi seni.
Nilai Seni
Benedetto Croce berpendapat bahwa karya seni atau
benda seni tidak pernah ada, sebab seni itu terdapat pada jiwa setiap
penanggapnya. Disini dibacarakan nilai-nilai seni yang diciptakan sendiri oleh
penanggap seni terhadap sesuatu yang diperlakukannya sebagai benda seni.
Disitulah persoalan seni paling rumit dibicarakan dalam pembicaraan mendasar
tentangnya. Persoalan seni sebetulnya adalah persoalan nilai-nilai tadi
sehingga dalam bidang filsafat kajian seni dikategorikan dalam kelompok kajian tentang
nilai, sejajar dengan etika dan logika.
Pengalaman Seni
Seni bukan hanya masalah komunikasi belaka, seni tidak
hanya menyampaikan informasi. Komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai
berkualitas, baik kualitas perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri.
“Singkat kata, komunikasi seni adalah komunikasi pengalaman yang melibatkan
kegiatan nalar, emosi, dan intuisi.”(Jakob Sumardjo, 2000, hlm. 31). Seperti
Croce pada nilai seni ada juga yang berpendapat bahwa hakikat itu ada pada
pengalaman, bukan benda atau nilai. Memasuki pengalaman seni berarti merasakan
pengalaman sejenis dengan pengalaman saat kita sedang merasa terancam bahaya,
puas saat memakan masakan yang enak atau euphoria saat memenangkan kontes
tertentu.
Simpulan
Persoalan seni ternyata melibatkan berbagai pokok
tinjauan, satu sama lain berikatan. Masing-masing pokok seni dapat bersanding
dengan baik atau bertentangan. Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan
tentang nilai-nilai dan pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan
nilai-nilai akan berkaitan dengan public seni dan konteks sosial-budaya.
Semua pemaparan di atas memperlihatkan bahwa persoalan
seni bukanlah persoalan yang mudah dijawab. Dengan menggunakan pokok bahasan
tersebut kita dapat mulai mempertanyakan pertanyaan filosofis kita sendiri
dengan cara yang lebih tertata dan melanjutkan atau mendebat apa yang telah
ditemukan pemikir seni sebelumnya.
Referensi
1.
Sumardjo,
Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.
2.
Graham,
Gordon. (1997). Philosophy of the Arts. Repository KNC India, Diakses tanggal
2018-01-22, http://www.knc.edu.in/wp-content/uploads/2016/07/P…
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
- Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
- Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
- Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
- Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
- Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
- Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
- Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar