HOME

20 Januari, 2024

TIPOLOGI KITAB HADIS MAJAMI’

 


Pendahuluan

Keberadaan hadis dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan al-Quran yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah Saw., maupun para sahabat beliau Saw. berkaitan dengan penulisannya. Bahkan al-Quran telah secara resmi telah terkodifikasi sejak masa khalifah Abu Bakar al-S}iddiq yang disempurnakan kemudian oleh khalifah Uthman bin ‘Affan yang merupakan waktu yang relatif dekat dengan masa Rasulullah Saw.

Sementara itu, perhatian terhadap hadis tidaklah demikian. Upaya kodifikasi hadis secara resmi[1] baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abd al-‘Aziz khalifah Bani Umayyah yang memerintah antara tahun 99-101 Hijriyah,[2] karena beliau merasakan adanya kebutuhan yang sangat mendesak untuk memelihara sunnah-sunnah Rasulullah Saw baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau Saw., termasuk didalamnya sunnah para sahabat. Untuk itulah beliau mengeluarkan surat perintah ke seluruh wilayah kekuasaannya agar setiap orang yang hafal Hadith menuliskan dan membukukannya supaya Hadith tidak hilang pada masa sesudahnya.[3] Waktu pengkodifikasian secara resmi ini relatif jauh dari masa Rasulullah saw. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas hadis.

Tadwin hadis atau kodifikasi hadis merupakan kegiatan pengumpulan hadis dan penulisannya secara besar-besaran yang disponsori oleh pemerintah (khalifah). Sedangkan kegiatan penulisan hadis sendiri secara tidak resmi telah berlangsung sejak masa Rasulullah saw masih hidup dan berlanjut terus hingga masa kodifikasi.

Berdasarkan fakta dan ralitas historis, semangat ilmiah penulisan dan pekodifikasian hadis Nabi SAW. telah melahirkan berbagai karya yang menghimpun hadis dalam waktu yang berdekatan di wilayah yang berbeda-beda. Namun ada silang pendapat tentang siapa yang pertama kali menyusun kitab hadis dan mensistematisnya sedemikian rupa, di antara ulama hadis yang mengambil bagian dalam usaha ini adalah: Abd al-Malik ibn Abd al-‘Aziz (w. 150 H) di Makkah, Malik ibn Anas (93-179 H)[4] dan Muhammad ibn Ish}aq (w. 151 H) di Madinah, Muhammad ibn Abd al-Rah}man ibn Dhi’ib (80-158 H) di Makkah, Rabi’ ibn Sabih (-160 H), Sa’id ibn ‘Arubah (-156 H) dan Hammad ibn Salamah (-167 H) di Basrah, Sufyan al-Thaury (97-161 H) di Kufah, Khalid ibn Jamil al-’Abd dan Ma’mar ibn Rashid  (95-153 H)  di Yaman, Abd al-Rah}man ibn ‘Amr al-Auza’i (88-157 H) di Sham, ’Abd Allah ibn al-Mubarak (118-181 H)  di Khurasan, Hashim ibn Bus}air (104-183 H) di Wasit}, Jarir ibn Abdul Hamid (110-188 H)  di Rayy, dan Abd Allah ibn Wahb (125-197 H)  di Mesir.[5]

Pada abad III H, kodifikasi hadis mengalami masa keemasan dengan munculnya beragam kitab -khususnya Kutub al-Sittah- dengan beragam metode penyusunan, ada Kitab Musnad, Sahih,  Sunan, Mukhtalaf, Mushkil,[6] dan sebagainya. Satu spesifikasi yang secara eksplisit dapat terlihat, yakni bahwa kitab pada abad ini disusun berdasar permasalahan tertentu yang dibagi menjadi bab-bab dan sub-sub bab;  dipisahkan antara hadis marfu’, mauquf dan maqtu; dipisahkan kualitas hadis sahih, hasan dan d}a’if. Masing-masing kitab memiliki kekhasan yang dimiliki penyusunnya. Oleh karenanya untuk merujuk sebanyak mungkin satu tema hadis tertentu secara komprehensif adalah dengan mempergunakan sebanyak mungkin informasi dari berbagai kitab hadis yangqualified (s}ah}ih}).

Pada abad IV dan V proses kodifikasi hadis semakin mengarah kepada penyempurnaan. Karya-karya para ulama yang hidup pada abad ini dapat dikategorisasikan dalam berbagai tipe; (a) diantara para ulama ada yang menyusun karyaanya dengan menggunakan metode yang ditempuh oleh al-Bukhary dan Muslim –yaitu menghimpun hadis-hadis yang s}ah}ih} menurut mereka- karya-karya yang mucul pada abad ini seperti: S}ah}ih} Ibn Khuzaimah (w. 311 H), S}ah}ih} Ibn Hibban (w. 354 H), Sah}ih} Ibn al-Sakkan (w. 353); (b) ada pula diantara mereka yang menyusun hadiss}ahih} dalam bentuk Mustdrakat seperti al-Mustadrak ‘Ala al-S}ah}ih}ain karya Abu ‘Abd Allah al-Hakim (w. 405); (c) corak yang lain adalah penyusunan kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis Rasulullah Saw yang bernuansa fiqhi (hukum) yang mencakup hadis s}ah}ih} dan selainnya, diantara karya yang muncul untuk tipologi ini adalah al-Mutaqa karya Ibn al-Jarud (w. 307 H) dan karya al-Sunan karya al-Daruqut}ny (w. 385 H)[7]; (d) diantara para ulama ada pula yang mengkonsentrasikan diri menelusuri dan menyusun karya dalam masalah ikhtilaf al-h}adith[8] dan Mushkil al-Ah}adith, karya yang muncul dalam kajian hadis pada abad ini dengan tipologi semacam ini diantaranya adalah Sharh Ma’any al-A<thar dan Mushkil al-A<thar yang keduanya disusun oleh al-Tah}awy (w. 321 H); (e) tipologi yang lain adalah al-Mustakhrajat yaitu penyusunan kitab hadis berdasarkan sanad yang dimiliki oleh mustakhrij dan sanadnya bertemu dengan sanad penyusun kitab, diantara karya dengan tipologi ini seperti: Mustakraj ‘Ala S}ah}ih} al-Bukhary diantara para penyusunnya adalah: Abu Bakar Isma’il (w. 371 H), Abu Ahmad al-Ghit}rify (w. 377 H),  Ibn Abi Dhuhl (w. 378), Ibn Maradwaih (w. 416)[9]Mustakhraj ‘Ala Sah}ih} Muslim diantara para ulama yang menyusun karya dengan judul tersebut adalah; Abu ‘Awanah (w. 316 H), Abu al-Fad}l Ah}mad ibn Salamah (w. 286),[10] Abu Ja’far al-Hiyary (w. 311), Abu Bakar Muhammad ibn Muhammad ibn Raja’ (w. 286)[11], Abu Nas}r al-Tusy (w. 344)[12]Mustakhraj ‘Ala al-S}ah}ih}ain dianatar para ulama yang menyusun karya dengan tipemustakhraj semacam ini adalah; Ibn al-Akhram (w. 344), Abu Bakar Ah}mad ibn ‘Abdan al-Shairazy (w. 388), Ibn Manjawaih[13] (w. 428 H), Abu Nu’aim al-As}fahany (w. 430), Abu Dharr ‘Abd ibn Ah}mad al-Harawy (w. 434 H), dan Abu Muh}ammad al-Hasan bin Muh}ammad al-Khallal (w. 439)[14] pada abad ini pula para ulama mulai menyusun karya-karya dalam bidang‘Ulum al-Hadith secara sistematis seperti kitab al-Muh}addith al-Fas}il karya Abu Muh}ammad al-Ramahurmuzy (360); (g) tipologi kitab hadis lainnya yang muncul pada abad ini adalah tipe mu’jam seperti kitab al-Mu’jam al-Kabir, al-Awsat}, dan al-Saghir karya al-Tabrany (w. 360 H).[15]

Pada Abad V dan VI diantara tipologi penyusunan kita hadis yang muncul adalah tipe majami’ yaitu menghimpun hadis-hadis dari dua kitab hadis atau lebih dengan cara meringkas sanad (ikhtis}ar al-sanad)[16], hadis-hadis tersebut dihimpun berdasarkan cakupan makna dalam satu bab dan sub-bab. Diantara karya-karya dengan tipe ini adalah; al-Jam’ Bayn al-S}ah}ih}ain karya Abu Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimashqi (w. 401 H), Ibn Furat (w. 414), Abu Bakar al-Barqany (w. 425 H), Abu ‘Abd Allah Muh}ammad ibn Nas}r al-Humaidy (w. 488 H)[17], al-Baghawy (w. 516 H), al-Shibly (w. 518), al-Murri (w. 582 H), al-Mus}ily (w. 622 H), dan al-S}aghany (w. 650 H). al-Jam’ Bayn Kutub al-Khamsah dan al-Sittah diantara karya-karya tersebut adalah; al-Tajrid al-Sah}ih} wa al-Sunan karya Abu al-Hasan Razin (w. 535 H). al-Jam’u Baina al-Kutub al-Sittah karya al-Shibly (w. 581 H), Jami’ al-Us}ul Fi Ah}adith al-Rasul karya Ibn Al-Athir al-Jazary (w. 606 H), danAnwar al-Mis}bah} Fi al-Jami’ Baina al-Kutub al-Sittah karya Abu ‘Abd Allah al-Tujiby (w. 646).[18]

Setelah proses penyempurnaan pengkodifikasian hadis dan penelitiannya terus berlanjut hingga abad IX Hijriyah dan terus dilakukan oleh para ulama Islam hingga saat ini dalam berbagai tipologinya. Fakta-fakta sejarah dari masa periwayatan (‘as}r al-riwayah) hingga masa pengkodfikasian hadis (‘as}r al-tadwin) sebagaimana yang terbentang dalam perjalanan sejarah keilmuan kaum muslimin merupakan bukti nyata bahwa Allah Swt. senantiasa menjaga al-Sunnah yang merupakan wahyu kedua setelah al-Qur-an (berdasarkan ijma’ jumhur ‘ulama dari kalangan Ahl al-Sunnah wa al-Jamah).

Dari uraian reflektif di atas, pada tulisan ini berusaha menelaah semaksimal kemampuan dan keterbatasan rujukan untuk menguak manhaj atau metode penyusunan karya hadis yang disusun dengan menggunakan tipologi majami’ dimana sejarah menyebutkan bahwa tipologi ini muncul antara abad V dan VI H. Terdapat beberapa karya ulama yang disusun dengan tipologi ini –sebagaimana yang telah disebutkan terdahulu-, namun yang menjadi fokus pengkajian dalam tulisan ini adalah karya-karya tertentu seperti karya Ibn al-Athir al-Jazary (544 – 606 H) dan karya al-Suyut}i yang merupakan salah seorang ulama hadis yang hidup pada abad VI Hijriah.

A.    Definisi Majami’

Menurut bahasa, al-majami‘ merupakan bentuk plural (jama’) dari kata majma‘ (مجمع) yang berarti secara harfian bermakna tempat berhimpun.

Sedangkan menurut istilah ilmu hadis kata al-majami‘ seperti yang dijelaskan dalam karya Nur al-Din ‘Itr bahwa al-majami‘ adalah:

المجامع:وهي كتب تجمع أحاديث عدة كتب من مصادر الحديث[19]

Al-Majami’ adalah kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari rujukan pokok kitab-kitab hadis.

 

Menurut al-T}ahhan dalam kitab Us}ul al-Takhrij bahwa yang dimaksud al-majami‘ secara terminologi adalah metode penyusunan kitab hadis dengan cara menghimpun hadis-hadis yang berasal dari kitab-kitab yang telah ada sebelumnya.[20]

B.     Tipe Klasifikasi Majami’ [21]:

Sejak abad keempat hijriyyah pengumpulan hadis lebih banyak dari pada kitab dalam karangan. Dari permasalah ini akhirnya dijadikanlah sebuah manhaj baru dalam kodifikasi hadis yaitu mengumpulkan hadis dari kitab hadis induk berdasarkan[22]:

1.      Tema atau bab tertentu seperti kitab Majma’ al-Zawaid karya al-Haythami.

2.      Abjad atau alfabetis seperti kitab Al-Jami’ al-S}aghir karya al-Suyut}i.

3.      Dua manhaj (berdasarkan tema hadis dan abjad) seperti kitab Jami’ al-Us}ul fi Ah}adith al-Rasul karya Ibn Athir      .

4.       Nama sahabat yang meriwayatkan hadis kemudian membagi lagi pada perawi yang meriwayatkan dari sahabat tersebut dari kalangan tabi’in yang disesuaikan berdasarkan huruf hijaiyyah dan menyebutkan mukharrij-nya, seperti kitab Tuhfat al-Ashraf karya al-Mizzi

 

C.    Kegunaan kitab hadis majami’

Dilihat dari tipe kodifikasi kitab hadis majami’ di atas dapat diambil kesumpulan untuk kegunaan nya yaitu:

1.      Memudahkan untuk mencari hadis yang hanya ingat sepenggal atau potongan awal hadis.

2.      Dapat mencari hadis berdasarkan perawi yang meriwayatkan hadis tersebut

3.      Serta dapat mencari hadis berdasarkan tema-tema tertentu.

 

D.    Kitab-kitab hadis majami’

Kitab-Kitab majami’ yang akan disebutkan ini akan diklasifikasikan berdasarkan tahun terbitnya kitab, yaitu dari abad V Hijriyah sampai X Hijriyah dan XI Hijriyyah sampai sekarang, sehingga kitab-kitab ini dibagi menjadi dua kelompok:

1.      Kitab hadis majami’ klasik

a.       Al-Jam’ bayn al-S}ah}ih}ayn al-Bukhari wa Muslim karya al-Jawzaqi (w 388 H.), Abu Bakar Muhammad ibn Abd Allah Ibn Muhammad al-Naysaburi.

b.      Al-Jam’ bayn al-S}ah}ih}ayn karya al-Qarrab (w. 414 H.), Abi Muhammad Isma’il ibn Ibrahim ibn Muhammad al-Sarkhasi.

c.       Al-Jam’ al-S}ah}ih}ayn karya al-Humaydi (w. 488 H.), Abu Abd Allah, Muhammad ibn Abi Nas}r Fatuh ibn Abd Allah al-Azdi al-Andalusi al-Qurtuby

d.      Bahr al-Asanid fi S}ah}ih} al Masanid karya Imam al-Hafiz} Muhammad Ahmad al-Samarqandi (W. 491 H). Al-Dhahabi menyebutkan: “… dalam kitab ini dikumpulkan sebanyak 100.000 hadis dalam 800 juz, jika dikategorikan niscaya tidak ada dalam Islam yang sepertinya.”

e.       Al-Jam’ Bayn al-S}ah}ih}ayn karya al-Baghawi (w. 516 H.), Abi Muhammad al-Husayn Mas’ud ibn Muhammad ibn al-Farra’ al-Shafi’i.

f.       Jami’ al-Us}ul min Ah}adith al-Rasul karya Ibn Athir (w. 606 H.)

g.      Ja}mi’ al-Masanid wa Sunan al-Hadi li Aqwam al-Sunan karya al-H}afiz} Ibn Kathir (W. 774 H). Kitab ini menggabungkan hadis-hadis yang ada dalam kutubul ‘ashrah.[23] Ibn Kathir wafat sebelum menyelesaikan penyusunan kitab tersebut.

h.      Majma al-Zawaid Wa Manba’ al-Fawaid karya al-H}afiz} Nuruddin al-Haithami (W. 807 H).

i.        Ithaf al-Khairah al-Maharrah Bi Zawaidi al-Masanid al-‘Asharah karya al-Hafiz} al-Bushiri (W. 840 H).

j.        Ithaf al-Sadah al-Khairah al-Maharrah Bi At}raf al-Kutub al-‘Ashrah karya al Hafiz} Ibn Hajar (W. 852 H).

k.      Al-Jami’ al-Kabir karya al-Hafiz} Jalal al-Din al-Suyut}i (W. 911 H)

l.        Ziya}dah al-Jami’ al-S}aghir karya al-Suyut}i, kitab ini adalah tambahan terhadap kitab al-Jami’ al-S}aghir.

m.    Kanz al-‘Umal Fi Sunan al-Aqwal Wa al-Af’al karya al Hindi (W. 985 H). kitab ini adalah tartib (susunan) baru dari 3 kitab al Jami’ milik al-Suyut}i dengan corak fikih.

n.      Al-Jami’ al -Azhar min H}adith al-Nabiy al-Anwar karya al-H}afiz} al Manawi (W. 1031 H).

 

2.      Kitab majami’ kontemporer

a.       Al-Taj al-Jami’ Li al-Us}ul Fi Ah}adith al-Rasul Saw karya Muhammad ‘Ali Nasif (W. 1371 H). kitab ini merupakan gabungan dari kutub al-sittah.

b.      Al-Lu’lu’ wa al-Marjan Fima Ittafaq al-Shaikhan karya Muhammad Fuad abd al Baaqi’ (199-1388 H).

c.       Mausu’ah al-Hadith al-Nabawi karya Abd al Malik Abu Bakar Qadhi.

d.      Al-Musnad al-Jami’ karya Abu al-Mu’at}i al-Nuri, Ahmad ‘Iid, Aiman al Zamili, dan Mahmud Khalil.

e.       Al-Jami’ Bayn al-S}ah}ih}ain Li al-Imamain al-Bukhari Wa Muslim karya S}alih Ahmad Shami.

f.       Jawahir al-Bihar Fi al-Ah}adith al-S}ah}ih}ah al-Qas}r karya Abdullah bin Abd Qadir at Taliidi.

g.      Mausu’ah al-Ah}adith Wa al-Athar adh D}’ifah Wa al –Mawd}u’ah karya Ali al Halabi, Ibrahim al Qisi, dan Hamdi Murad.

h.      Al-Mut’ah Fi Bayan al-Ah}adith Allati Ittafaq ’Alaih al-Sab’ah karya Ibrahim bin Abd Allah al-Hazimi.

i.        S}ah}ih} al-Huffaz} Mimma Ittafaq ’Alaih al-Aimmah al-Sittah karya ‘Iwad Khalaf.

S}afwah al-Ah}adith al-Nabawiyyah al-Sharifah: al- Ah}adith Allati Ittafaq ‘Ala S}ihhatih ‘Adad Min Aimmah al-Hadith karya Abd al-Qadir Muhammad al Maki al Kattani.

 

E.     Telaah kitab hadis majami’

1.      Jami’ al-Us}ul Fi Ah}adith al-Rasul karya Ibn Athir.

Kitab Jami’ al-Us}ul Fi Ah}adith al-Rasul adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis kutub Us}ul al-Sittah (S}ah}ih} al-Bukhari, S}ah}ih} Muslim, al-Muwat}t}a’, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidhi, dan Sunan al-Nasa’i), Ibn al-Athir menyusun hadis-hadis tersebut sesuai dengan makna dan kandungan dari hadis-hadis tersebut agar memudahkan para penuntut ilmu untuk mencari hadis-hadis yang diinginkannya, dan makna hadis yang menunjukkan atasnya, serta menjelaskan lafal-lafal yang gharib yang terdapat dalam setiap hadis dan menjelaskan kandungan maknanya secara ringkas.[24]

Kitab ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan kitab al-Tajrid al-Sah}ih} wa al-Sunan karya Abu Al-Hasan Razin (w. 535 H) dimana Ibn al-Athir menyatakan:

“Ketika sampai kepadaku beberapa karya (yang menghimpun kitab-kitab hadis) aku melihat bahwa karya-karya tersebut disusun dengan sangat baik dan rapi, dan aku melihat kepada kitab Razin yang dia adalah yang peling besar dan paling lengkap (dari kitab-kitab yang menghimpun kutub al-sittah), dimana kitab ini mencakup kutub al-sittah yang merupakan induk kitab-kitab hadis,…Saat itu, aku pun berkeinginan untuk menyibukkan diri (menelaah) kitab himpunan dari kitab s}ah}ih ini, dan berusaha untuk bersandar kepadanya, meskipun hanya sekedar membacanya atau menyalinnya, ketika saya menelitinya aku menemukan –di dalamnya dari hasil jerih payahnya-dia meninggalkan banyak bab, dimana bab-bab tersebut lebih utama untuk dimasukkan, dan melakukan banyak pengulangan hadis dalam setiap bab, dan meninggalkan banyak hadis pula dalam setiap bab. Kemudian aku membandingkan antara susunannya (Razin) dengan kitab-kitab standar yang hadis-hadisnya dia sajikan didalam susunannya tersebut, aku menemukan bahwa hadis-hadis yang cukup banyak yang tidak dia sebutkan dalam kitabnya baik dalam bentuk mukhtas}ar atau sekedar memberikan betunjuk. Pada bagian lain aku menemukan dalam kitabnya hadis-hadis yang tidak terdapat dalam al-us}ul yang aku baca, telah aku dengarkan dan telah aku nukil, hal itu lebih disebabkan pada perbedaan naskah dan jalur (sanad). Pada sisi yang lain aku melihat (Razin) menyusun kitab berdasarkan susunan bab yang terdapatS}ah}ih} al-Bukhari, lalu dia menyebutkan sebahagian dan meninggalkan sebahagian lainnya. Kemudian aku membisikkan dalam hatiku untuk memperbaiki kitabnya, menertibkan susunan babnya, menyelaraskan tujuannya, mempermudah pencariannya, dan aku memasukkan didalanya hadis-hadis pokok yang dia tinggalkan, lalu aku ikutkan didalamnya beberapa penjelasan seputar gharibi’rab, dan kandungan makna hadis, dan selainnya yang dapat memberikan tambahan penjelasan…”.[25]

Manhaj atau metode penulisan dari kitab ini telah diuraikan secara terperinci oleh Imam Ibn al-Athir dalam bab dua dari muqaddimah-nya.[26] Dalam pada itu, uraian tersebut dapat dijelaskan secara ringkas sebagi berikut:

1)      Ia membuang sanad hadis, dan tidak menetapkan sanadnya kecuali nama sahabat jika hadis tersebut berstatus marfu’, atau menetapkan nama periwayat dari kalangan tabi’in yang meriwayatkan dari sahabat apabila hadis tersebut mawquf. Adapun biografi para periwayat hadis, beliau uraikan dalam bab khusus pada bagian akhir dari kitabnya dengan menyusunnya berdasarkan susunan huruf hijaiyyah.

2)      Untuk matan hadis beliau tidak memasukkan kecuali hadis dari Rasulullah Saw dan athar dari sahabat. Adapun perkataan para tabi’in dan generasi setelah mereka, maka beliau tidak mencantumkannya kecuali sesekali saja. Metode ini beliau kutip dari metode yang diterapkan oleh al-Humaydi dalam al-Jam’ Bayn al-S}ah}ih}ayn. Hadis-hadis yang tardapat dalam karya al-Humaydi tersebut menjadi acuan dalam penukilan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Adapun empat kitab yang lain, maka beliau nukil dari kitab-kitab aslinya yang telah beliau baca dan dengarkan, dan menyatukannya dengan al-S}ah}ih}ayn jika memiliki kesamaan cakupan makna. Dalam memasukkan matan-matan dari hadis tersebut, beliau senantiasa mendahulukan matan hadis al-S}ah}ih}ayn dari selainnya, jika terdapat penambahan dalam matan atau penjelasan terhadap matan yang tidak terdapat dalam kedua kitab tersebut, maka beliau menelusurinya dari ummahat al-kutub dan memasukkannya kedalam bagian yang sesuai dengannya. Adapun matan hadis yang tedapat dalam kitab susunan Razin dan tidak terdapat dalam kutub al-us}ul, maka beliau menukilnya dari sebagaimana yang termaktub dalam kitab Razin dan membiarkannya tanpa petunjuk tentang siapa yang mengeluarkannya. Namun apabila beliau temukan  mukharrij dari hadis yang bersangkutan, maka beliau hanya menyebutkannya pada bagian akhir dari hadis tersebut.

3)      Penyusunan bab yang dilakukan oleh Imam Ibn al-Athir didasarkan pada makna-makna yang dikandung oleh hadis. Dengan demikian, setiap hadis yang menunjukkan satu makna yang sama, maka beliau menyatukannya dalam satu bab tersendiri. Hadis-hadis yang memiliki cakupan makna lebih dari satu, maka beliau memasukkannya dalam bagian khusus dari kitab yang beliau berinama dengan kitab al-lawah}iq yang dibagi ke dalam berbagai bab, dimana dalam setiap bab mencakup hadis-hadis yang memiliki makna lebih dari satu dan sejenis. Namun apabila terdapat hadis yang memiliki cakupan makna lebih dari  satu, tetapi memiliki satu makna yang lebih dominan dari yang lain, maka beliau memasukkan hadis-hadis yang seperti itu dalam bab berdasarkan cakupan makna yang dominan darinya seperti hadis-hadis tentang Iman dan Islam.

4)      Imam Ibn al-Athir menyusun karyanya ini dengan menggunakan sistem Kitab (contoh Kitab Fi al-I<man wa al-Islam), dalam setiap kitab terperinci ke dalam bab, dalam setiap bab terperinci ke dalam pasal, dalam setiap pasal terperinci ke dalam macam (anwa’), dalam setiap macam terperinci ke dalam cabang, dan dalam setiap cabang terperinci ke dalam pembagian (aqsam). Beliau menyadari akan konsekuensi penyusunan dengan model ini, dimana dalam setiap judul Kitab terdapat berbagai hadis yang memiliki berbagai makna yang selaras dengan judul kitab tersebut seperti yang berhubungan dengan kewajiban, rukun dan hakikatnya, sunnah-sunnahnya, syarat-syaratnya, anjuran untuk melaksanakannya, dan keutamaannya.[27] Hadis-hadis dalam setiap bagian dalam satu judul kitab adalah hadis-hadis yang beredaksi sama, mirip atau yang mendekatinya, ini dilakukan dengan tujuan agar para pencari hadis jika menemukan hadis dalam bab, pasal, dan cabang pembahasan tertentu, maka dia tidak lagi akan menemukan hadis yang mirip atau yang mendekati maknanya pada pasal-pasal yang lain kecuali hal itu sangat jarang.

5)      Nama-nama judul kitab beliau susun berdasarkan urutan huruf hijaiyyah, penempatan judul-judul tersebut disesuaikan dengan huruf awal dari setiap kata baik huruf tersebut adalah huruf asli atau imbuhan, mislanya kata al-I<man dan al-I<slam beliau letakkan pada huruf Hamzah sebab kata-kata tersebut diawali dengan huruf alif asli, adapun untuk imbuhan seperti kata al-I’tis}am beliau letakkan dalam rangkain huruf hamzah dimana seharusnya berada dalam huruf ’ain demikan pula halnya dengan kata Ih}ya’ al-Mawat yang seharusnya berda dalam huruf h}a’ tetapi beliau memasukkannya dalam rangkaian huruf hamzah. Menurut beliau, ini bertujuan untuk memudahkan para pencari hadis dalam menemukan hadis-hadis yang mereka butuhkan dari Kutub al-Us}ul al-Sittah. Pada sisi lain terdapat satu bab yang memiliki hubungan dengan berbagai permasalah yang terpisah secara harfiahseperti kata al-Jihad diletakkan pada huruf jim, dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya diantaranya adalah al-ghanimah, al-ghulul keduanya diawali dengan huruf ghain, demikian pula dengan al-khumus diawali dengan huruf kha’ kesemua kata tersebut seharusnya diletakkan pada hurfnya masing-masing, tetapi beliau menyebutkanya dalam rangkaian huruf jim dari kata al-Jihad dengan asumsi bahwa apabila seluruh permasalahan tersebut ditempatkan sesuai pada tempatnya, maka akan memberikan kesan bahwa pembahasan tentang jihad terbagi-bagi. Demikianlah beliau memperlakukan setiap huruf yang terdapat dalam susunan kitab ini.

6)      Dalam setiap awal hadis beliau terlebih dahulu menempatkan nama mukahrij dalam bentuk rumus dan periwayat dari kalangan sahabat (jika itu adalah hadis marfu’) atau tabi’in (jika itu adalah hadis mawquf). rumuz dan nama tersebut beliau tempatkan dalam kurung atau dalam istilah beliau “al-hamish”. Adapun rumus-rumus yang beliau gunakan untuk setipa mukharrij dalam kitabnya ini adalah:

خ : البخاري                     م : مسلم                        ط : الموطأ            

ت : الترمذي                    د : أبو داود                    س : النسائي

Contoh hadis dalam kitab Al-Jami’ al-Us}ul fi Ah}adith al-Rasul,

1-      (خ م ت س) عبد الله بن عمر: قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: «بُنِي الإسلامُ على خَمْسٍ: شهادةِ أن لا إله إلا الله، وأنَّ محمدًا عبْدُهُ ورسولُهُ، وإقامِ الصلاةِ وإيتاءِ الزّكاةِ، وحَجِّ البيت، وصومِ رمضان» .

وفي رواية أنَّ رَجُلاً قال له: ألا تَغْزُو؟ فقال له: إني سمعتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم  يقول: «إنَّ الإسلامَ بُنيَ على خمسٍ ... » وذكَرَ الحديثَ.

وفي أخرى: «بُنِيَ الإسلام على خَمْسَةٍ: على أنْ يُوَحَّدَ اللهُ، وإقامِ الصلاةِ، وإيتاءِ الزكاةِ، وصيامِ رمضان، والحجِّ» ، فقال رجل: الحجِّ وصيامِ رمضان؟ قال: «لا، صيام رمضان والحجِّ» ، هكذا سمعته من رسول الله  صلى الله عليه وسلم.

وفي أخرى «بُنِيَ الإسلام على خمس: على أن يُعْبَدَ اللهُ ويُكْفَرَ بما دُونه، وإقامِ الصلاة، وإيتاءِ الزكاةِ، وحجِّ البيت، وصومِ رمضان» أخرَجَ طُرُقَهُ جميعَها مسلمٌ، ووافَقَه على الأولى: الترمذي، وعلى الثانية: البخاريّ والنسائيّ.[28]

 

Hadis yang yang disebutkan di atas adalah hadis yang dikategorikan pada huruf hamzah. Namun redaksi hadis ini tidak berawalan huruf hamzah. Tapi yang dimaksudkan oleh penulis kitab ini adalah kandungan dari hadis itu sendiri. Hadis ini mengandung makna atau dapat dikategorikan pada topik Islam, dan kata islam merupakan kosa kata yang didahului dengan huruf hamzah. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadis tersebut merupakan hadis yang dikumpulkan dengan tema tertentu, dan tema tersebut dikumpulkan berdasarkan abjad hijaiyyah.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa penulisan hadis ini tidak disertai dengan sanad. Hanya saja menyantumkan sanad pertama, yaitu sahabat yang menyandarkan perkataannya pada Rasulullah.

Setelah menyebutkan redaksi hadis, Ibn Athir juga mencantumkan riwayat lain yang setema dengan hadis tersebut dan menjelaskan mukharrij hadis yang sepakat dengan redaksi hadis yang disebutkan di atas.

 

2.      Al-Jami’ al-S}aghir karya al-Suyut}i

Nama panjang dari kitab Al-Jami’ Al-Saghir adalah Al-Jami’ Al-S}aghir Fi Ah}adith Al-Bashir Al-Nadhir. Alasan Imam Al-Suyut}i menamai kitab ini dengan nama tersebut karna kitab hadits ini adalah ringkasan dari kitab karya Imam Al-Suyut}i sebelumnya yang diberi nama al-Jam’ al-Jawami’ dimana kitab ini dimaksudkan untuk mengumpulkan seluruh hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw.[29]

Berikut beberapa keteragan tentang kitab Jami’ al-S}aghir

  1. Kitab Al-Jami’ Al-S}aghir  ditulis oleh Jalal al-Din al-Suyut}i, seorang ulama bermadhab Shafi’iyah dari Mesir yang wafat sekitar tahun 911 H.
  2. Dalam bukunya ini, Imam as-Suyut}i mengumpulkan sekitar 10.000 hadis. Atau dengan angka lebih pasti, 10.031 hadis, berdasarkan penomoran dalam versi cetaknya.
  3. Sebenarnya, Al-Jami’ Al-S}aghir  adalah ringkasan dari kitab a-Suyut}i sebelumnya, yang berjudul Jaml al-Jawami’.
  4. Beliau pilih hadis-hadis di Jami’ al-Jawami’ dan beliau susun berdasarkan urutan huruf hijaiyyah pada awal hadis. Sehingga memudahkan bagi pembaca untuk menemukan hadis dalam waktu cepat.
  5. Beliau pilih hadis-hadis yang ringkas dan tidak banyak mencantumkan hadis tentang hukum.
  6. Beliau juga menghidari hadis yang dalam sanadnya ada perawi pemalsu hadis atau pendusta, yang sendirian, menurut penilaian beliau. Namun beliau masukkan dalam kitabnya, hadis s}ah}ih}, hasan, dan d}a’if dengan berbagai macamnya.

Metode yang diterapkan al-Suyut}i dalam membawakan hadis di al-Jami’ al-S}aghir[30]:

1)      Tidak mencantumkan sanad hadis, hingga nama sahabat pun tidak beliau sebutkan.

2)      Hanya menyebutkan matan hadis.

3)      Setelah menyebutkan menyebutkan nama kitab hadis yang meriwayatkan hadis tersebut dengan kode dan nama sahabat yang membawakan hadis ini.

4)      Kemudian beliau menyebutkan kode derajat hadis, apakah s}ah}ih}, ataukah d}a’if.

 

Sebagai contoh, al-Suyut}i menyebutkan satu hadis di no. 1035:

آيَةُ مَا بَيْنَنا وَبَيْنَ المُنافِقِينَ أنَّهُمْ لاَ يتضلعون من زمزم

)تخ هـ ك) عن ابن عباس (صح(

 

Kitab al-Jami’ al-S}aghir termasuk salah satu kitab hadis yang banyak dijadikan rujukan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan kitab ini banyak digunakan,

a.       Metode penyusunan hadis yang sangat memudahkan bagi pengguna untuk mencari hadis. Karena diurutkan sesuai huruf hijaiyah, mengacu pada huruf pertama hadis.

b.      Hanya berisi matan, sehingga memudahkan pengguna untuk mencari matan hadis

c.       Matan hadis ringkas-ringkas, sehingga mudah digunakan untuk pendalilan.

d.      Dicantumkan nama kitab induk yang meriwayatkan hadis.

e.       Dicantumkan penilaian status hadis

f.       Penulis, Imam al-Suyut}i dikenal dengan kapabilitas dan kemampuannya dalam berbagai disiplin ilmu.

Beberapa catatan tentang al-Jami’ al-S}aghir

1.      Para ulama hadis mengatakan, ada unsur terlalu longgar untuk penilaian al-Suyut}i terhadap derajat hadis.[31]

2.      Karena itu, al-Munawi dalam Sharh al-Jami’ al-S}aghir banyak memberikan catatan hadis dan penilaian yang berbeda dengan as-Suyuthi, disertai penjelasan mengapa beliau berbeda.

3.      Disamping al-Munawi, ulama hadis kontemporer yang meneliti ulang penilaian al-Suyut}}i terhadap hadis adalah Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani. Beliau meneliti status hadis di al-Jami’ al-S}aghir, dan membagi menjadi dua yaitu S}ah}ih} Jami’ al-S}aghir dan d}a’if Jami’ al-S}aghir

 Kitab Al-Jami’ Al-Saghir memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh kitab-sebelumnya. Antara lain adalah bahwa kitab hadis adalah ringkasan dari kitab al-Jam’ al-Jawami’, yang di dalamnya mengandung ribuan hadis yang bersumber dari Rasulullah saw. Pengarang telah menjanjikan dalam muqaddimah-nya bahwa dalam menyusunnya beliau sangat berhati-hati dari kemungkinan masuknya hadis-hadis yang berasal dari orang-orang pendusta. Susunan kitab ini sangat memudahkan seseorang dalam mencari sebuah hadis. Hadis-hadis di dalamnya diambil dari kitab-kitab induk seperti Kutub al-Sittah dan beberapa kitab hadis lainnya, dan telah dibuatkan rumus untuk mempermudah mencarinya di dalam kitab-kitab rujuakan tadi.

Beberapa kekurangan yang terkandung dalam kitab ini antara lain dikarenakan hadis yang terdapat di dalamnya tidak semuanya sahih atau hasan, pengarang juga mencantumkan hadis d}a’if ke dalamnya. Tidak terdapat sanad hadis utuh, hal ini agak merepotkan pembaca karena harus mencarinya lagi pada kitab asalnya.

 

Penutup

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa majami’ merupakan metode penyusunan kitab hadis dengan cara menghimpun hadis-hadis yang berasal dari kitab-kitab yang telah ada sebelumnya.

Dilihat dari sudut satu sudut pandang mungkin kitab ini kurang terlihat manfaatnya, karena hadis-hadis yang terdapat dalam kitab ini merupakan hadis yang telah ditulis oleh ulama sebelumnya artinya kitab tipe ini merupakan kitab pengulangan dari kitab zaman dulu. Namun disisi lain tipe hadis ini sangat memiliki banyak keunggulan, karena suatu saat seseorang terkadang lupa akan redaksai hadas yang terlalu panjang, sehingga dengan adanya kodifikasi kitab hadis ini memudahkan untuk mencari matan dan sanadnya serta mukharrij yang mengeluarkan hadis ini.

Kemunculannya dimulai antara abad V dan VI. Hadis-hadis yang dihimpun berdasarkan cakupan makna dalam satu bab dan sub-bab. Kodifikasi kitab hadis majami’ ini memiliki tipe, yaitu mengumpulkan hadis dari kitab induk berdasarkan tema tertentu, berdasarkan abjad dan berdasar dua manhaj (berdasarkan tema dan abjad) serta berdasarkan nama sahabat. Diantara kegunaan tipologi pengumpulan hadis metode majami’ adalah memudahkan pencarian matan hadis.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


DAFTAR PUSTAKA

Asqalani (al), Ahmad ibn Ali ibn Hajar. Fath} al-Bari, vol. 1. ttp : Dar al-Fikr wa Maktabat al-Salafiyyah. t.t.

Bahansawi (al), Salim Ali. Rekayasa As-Sunnah, terj. Abdul Basith Junaidi. Jakarta: Ittaqa Press, 2001.

 

Goldziher, Ignaz. Muslim Studies, Vol. 1. London : Goerge Alen, t.th.

‘Itr, Nur al-Din. Manhaj al-Naqd  fi ‘Ulum al-Hadith. Suria: Dar al-fikr, 1997.

Jazary (al), Abu al-Sa’adat al-Mubarak ibn Muh}ammad Ibn al-Athir. Jami’ al-Us}ul Fi Ah}adith al-Rasul, Juz. 1. Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H/1983 M.

Mara’shili (al), Yusuf ibn Abd al-Rahman. Mas}adir al-DIrasat al-Islamiyyah wa Niz}am al-Maktabat wa al-Ma’lumat, juz 1, Beirut: Dar al-Bashair al-Islamiyyah, 2006.

Suyut}i (al), Abd Rahman ibn Abi Bakar. Tadrib al-Rawi fi Sharh} Taqrib al-Nawawy, vol. 2. al-Riyad}: Maktabah al-Riyad} al-Hadis|ah, t.th.

_______, Al-Jami’ Al-Shaghir Fi Ah}adith Al-Bashir Al-Nadhir, Beirut : Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010.

T}ahhan, Mahmud. Us}ul al-Takhrij.

Zahrany (al), Muh}ammad. Ensiklopedi Kitab-kitab Rujukan Hadis, terj. Muhammad Rum et-al. Jakarta: Darul Haq, 2011.

Zaqzuq, Mah}mud Hamdy. Mausu’ah ‘Ulum al-Hadith al-Sharif.  Mesir: Wiazarat al-Awqaf Jumhuriyyat Mis}r, 1428 H / 2007 M

 



[1]Sebenarnya Khalifah ‘Umar bin al-Khattab pada masa pemerintahannya pernah berkeinginan membukukan hadis secara resmi, setelah beliau melakukan diskusi dengan sahabat-sahabat yang lain, para sahabat yang hadir pada saat itu pun setuju dengan hal tersebut, tetapi ‘Umar ber-istikhara (meminta petunjuk kepada Allah) selama sebulan dan akhirnya memutuskan untuk tidak membukukan hadis dengan alasan bahwa umat terdahulu pernah melakukan pembukuan ucapan para nabi mereka lalu melupakan kitab Allah. Lihat: Abd Rahman ibn Abi Bakar al-Suyuti, Tadrib al-Rawi fi Sharh Taqrib al-Nawawy, vol. 2 (al-Riyad: Maktabah al-Riyad al-Hadis|ah, t.th.), 68.

[2]Keinginan tersebut sesungguhnya telah muncul ketika  masih menjabat sebagai Gubernur di Madinah (86-93 H), pada masa pemerintahan al-Walid bin Abd al-Malik (86-96 H).

[3]Surat itu dikirim ke seluruh pejabat dan ulama di berbagai daerah pada sekitar akhir tahun 100 H. Lihat. Ahmad bin Ali bin Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, vol. 1 (ttp : Dar al-Fikr wa Maktabat al-Salafiyyah, 600 H.), 194-195.

[4]Karya Malik bin Anas yang dikenal dengan nama al-Muwatta’ tersebut sampai sekarang masih ada. Di dalamnya terdapat 1726 hadis dari Nabi, sahabat dan tabi’in. Menurut hasil penelitian dari jumlah hadis itu terdapat 600 musnad, 228 mursal, 613 mauquf dan 285 maqtu’. Dari segi sanad, hadis yang terkandung di dalamnya ada yang sahih, hasan dan da’if. Kemudian bila dikonfirmasikan dengan hadis yang ditulis Bukhari dan Muslim, maka diketahui bahwa matan al-Muwatta’ itu sahih. Ignas Goldziher tidak menyetujui karya Malik itu sebagai kitab hadis, dengan alasan antara lain; 1) belum mencakup seluruh hadis yang ada, 2) lebih menekankan pada hukum dan pelaksanaan ibadah, serta kurang mengarah kepada penyelidikan dan penghimpunan hadis, dan 3) tidak hanya berisi hadis semata, tetapi juga berisi fatwa sahabat (fatawa al-tabi’in) dan konsensus masyarakat Islam di Madinah (ijama’ ahl al-Madinah atau ‘amal ahl al-Madinah). Lihat Ignaz Goldziher, Muslim Studies, Vol. 1 (London : Goerge Alen, tth), 195-196.

[5]Salim Ali al-Bahanasawi, Rekayasa As-Sunnah, terj. Abdul Basith Junaidi (Jakarta: Ittaqa Press, 2001), 40-41.

[6]Muhammad al-Zahrany, Ensiklopedi Kitab-kitab Rujukan Hadis, terj. Muhammad Rum et al (Jakarta: Darul Haq, 2011), 109.

[7]Al-Zahrany dalam karyanya Tadwin al-Sunnah Nash-atuhu wa Tatawwuruhu mencantumkan kitab al-Sunan karya al-Baihaqy (w. 458 H) termasuk diantara karya-karya yang muncul pada abad ke-4 padahal al-Baihaqy tergolong ulama yang hidup pada sekitar awal abad ke-5. Al-Zahrany menyatakan bahwa al-Baihaqy wafat agak terakhir tetapi dimunginkan untuk mengkategorikannya ke dalam abad ke-4 karena kedekatan tipologi karyanya dengan karya-karya yang muncul pada abad ke-4. Lihat. Ibid., 155.

[8]Kajian terhadap Mukhtalaf al-Hadith telah dimulai sejak abad ke-3 dimana al-Shafi’y, Ibn Qutaibah, dan Ibn Hazm al-Zahiry kesemuanya telah menyusun karya yang berhubungan dengan hal tersebut.

[9] Seluruh penyusun yang disebutkan telah menyusun karya al-Mustakhraj ‘ala Sahih al-Bukahary secara individual dengan sanad mereka masing-masing yang bersambung dan bertemu dengan sanad milik al-Bukhary.

[10]Dia merupakan salah satu diantara teman Imam Muslim bin Hajjaj ketika mengadakan perjalanan mencari hadis ke kota Balkh dan Basrah.

[11]Dia banyak menyamai Muslim bin Hajjaj dalam berguru kepada mayoritas gurunya (dalam isnad).

[12]Al-Zahrany, Ensiklopedia Kitab-Kitab Rujukan Hadits186.

[13]Atau Ibn Manjuyah.

[14] Dia telah men-takhrij Musnad Ahmad ‘Ala Sahih Muslim. Al-Zahrany, Ensiklopedia Kitab-Kitab Rujukan Hadits187.

[15]Ibid., 156.

[16] Maksudnya adalah hanya menyebutkan periwayat tertinggi (al-rawy al-a’la) dari kalangan sahabat saja dan tidak menyebutkan sanad secara utuh sebagaimana yang terdapat dalam kitab rujukan utamanya. Demikian pula halnya jika hal tersebut hanyalah merupakan perkataan (pendapat) sahabat atau tabi’in.

[17]Dalam karyanya tersebut beliau tidak hanya menyebutkan hadis-hadis sebagiaman yang terdapat dalam Sahih Muslim tetapi beliau juga memiliki tambahan (ziyadat) dari apa yang terdapat dalam karya yang disusun oleh Muslim.

[18]Al-Zahrany, Ensiklopedi Rujukan Kitab-Kitab Hadith…190-191.

[19]Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd  fi ‘Ulum al-Hadith (Suria: Dar al-fikr, 1997), 205.

[20]Mahmud Tahhan, Usul al-Takhrij…, 103.

[21] Nur al-Din ‘Itr, manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadith…, 205-206.

[22]Yusuf ibn Abd al-Rahman al-Mara’shili, Masadir al-DIrasat al-Islamiyyah wa Nizam al-Maktabat wa al-Ma’lumat, juz 1, (Beirut: Dar al-Bashair al-Islamiyyah, 2006), 235.

[23]Kutub al-sittah ditambah Musnad Ahmad, Musnad al-Bazzar, Musnad Ya’la al-Maushuli, dan Mu’jam al-Kabir al-Tabrani.

[24]Muhammad Mustafa Abu ‘Ammarah, Manahij al-Muhaddithin Fi Muntasaf al-Qarn al-Rabi’ Ila Muntasaf al-Qarn al-Sabi’ Min 350-650 H, dalam Mahmud Hamdy Zaqzuq, Mausu’ah ‘Ulum al-Hadith al-Sharif (Mesir: Wiazarat al-Awqaf Jumhuriyyat Misr, 1428 H / 2007 M), 938. Al-Zahrany, Ensiklopedia Kitab-Kitab Rujukan Hadits…, 200.

[25]Abu al-Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad Ibn al-Athir al-Jazary (544-606 H), Jami’ al-Usul Fi Ahadith al-Rasul, Juz. 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1403 H / 1983 M), 49-50.

[26] Ibid., Juz. 1, 53-59.

[27]Unutk hadis-hadis tentang keutamaan tokoh dan suatu permasalahan, Imam Ibn al-Athir menyatukannya dalam satu kitab khusu yang diberi nama Kitab al-Fadail wa al-Manaqib. Lihat pernyataannya dalam Ibid., 58-59.

[28]Ibn Athir, al-Jami’ al-Usul fi Ahadith al-Rasul, vol.1, 217.

[29]Al-Imam Jalaluddin Bin Abi Bakar al-Suyuti, Al-Jami’ Al-Shaghir Fi Ahadith Al-Bashir Al-Nadhir, (Beirut : Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2010), 5.

[30] Mahmud Tahhan, Ushul Takhrij…, 72–73

[31]Mahmud Thahan, Usul al-Takhrij, 74

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...