BAB I
PENDAHULUAN
Tidak dapat disangkal lagi bahwa
kegiatan tulis menulis dan juga kegiatan pendidikan di dunia Islam telah
berlangsung sejak zaman Nabi Saw. Ini dapat dilihat dengan adanya bukti-bukti
bahwa ketika Nabi Saw. masih hidup, para sahabat banyak yang mencatat hal-hal
yang diimla’'kan beliau kepada mereka. Ada juga sejumlah sahabat yang
menyimpan surat-surat Nabi atau salinannya. Sahabat Hudhayfah ra. menuturkan
bahwa Nabi meminta dituliskan nama orang-orang yang masuk Islam, maka Hudhayfah
menuliskannya sebanyak 1500 orang. Selain itu ada juga aturan registrasi nama
orang-orang yang mengikuti perang. Rasulullah Saw. pada saat itu juga telah
mempunyai juru tulis wahyu yang jumlahnya mencapai empat puluh orang. Beliau
juga mempunyai sekretaris yang bertugas untuk mencatat sadaqah dan mu‘amalah.
Selain itu beliau juga telah mempunyai sekretaris yang bertugas menulis surat
untuk para raja-raja di sekitar arab dengan bahasa yang berbeda-beda.[1]
Sesuatu yang tidak diragukan lagi bahwa
hadis Nabi Saw. belum terkodifikasi pada masa Nabi Saw. dan para sahabat. Meskipun
toh sebagian sahabat telah menulis hadis-hadis Nabi Saw. Namun upaya itu tidak
bisa dikatakan sebagai upaya kodifikasi, karena upaya tersebut merupakan upaya
yang bersifat individual dan untuk koleksi pribadi. Tidak dibukukannya hadis
pada masa itu tidak lepas dari dua hal. Pertama; adanya sebagian hadis yang
melarang untuk menulis hadis, juga karena ada kekhawatiran bahwa hadis-hadis yang
ditulis akan tercampur dengan al-Qur’an. Kedua; karena kehebatan para sahabat
pada waktu itu dalam hafalan, sehingga mereka tidak butuh terhadap tulisan. Juga
karena kebanyakan di antara mereka tidak mengetahui tulis menulis.[2]
‘Abd al-‘Azis bin Marwan yang menjadi
penguasa Mesir pada saat itu (65-85 H.) telah berusaha melakukan kodifikasi hadis-hadis
Nabi Saw. Ia menulis surat kepada Kathir bin Murrah al-Hadrami –yang menjumpai
tujuh puluh sahabat yang ikut perang badar– untuk menulis hadis-hadis yang ia
dengar dari para sahabat selain Abu Hurayrah, karena hadis-hadis riwayat Abu
Hurayrah telah terkumpul dan berada di tangan ‘Abd al-‘Azis bin Marwan. Namun
para ahli tidak mengetahui hasil dari usaha yang dilakukan oleh ‘Abd al-‘Azis
bin Marwan ini.[3]
Kemudian pada saat ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis
menjadi khalifah, ia menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm, gubernurnya yang
berada di Madinah untuk menulis hadis-hadis Nabi Saw. ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis juga
menulis surat kepada para ulama yang berada di daerah-daerah Islam lain untuk
menulis dan mengumpulkan hadis-hadis Nabi Saw. Akan tetapi ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis
meninggal terlebih dahulu sebelum Abu Bakr bin Hazm mengirim hasil usahanya
mengumpulkan hadis-hadis Nabi kepadanya. Sehingga, usaha kodifikasi ini belum bisa
dikatakan sempurna dan maksimal.[4]
Usaha kodifikasi secara sempurna
dilakukan oleh Muhammad bin Shihab al-Zuhri (w. 124 H.) ketika ia memenuhi
permintaan Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi
Saw. Hadis-hadis itu kemudian diserahkan kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis
dan kemudian di kirim ke daerah-daerah Islam. Kodifikasi ini merupakan
kodifikasi pertama kali yang dilakukan secara sempurna dan teliti. Usaha
kodifikasi ini kemudian diikuti oleh para ulama pada masa-masa berikutnya.
Tidak kurang dari dua puluh ulama yang mengikuti jejak al-Zuhri ini, di
antaranya yang terkenal dan kitab-kitabnya dapat kita jumpai saat ini adalah:
Imam Malik bin Anas (w. 179 H.) dengan kitabnya al-Muwatta’, ‘Abd al-Razzaq
bin Himam al-Shan‘ani (w. 211 H.) dengan kitabnya Musannaf ‘Abd al-Razzaq
dan Ibn Abi Shaybah dengan kitabnya Mushannaf Ibni Abi Shaybah.[5]
Jika diamati, metode yang dipakai oleh
para ulama dalam kodifikasi hadis mengalami semacam trend yang berubah
dari masa ke masa, mulai dari al-Muwatta’, al-Musannaf, al-Musnad, al-Jami‘
dan al-Sunan. Setelah abad ketiga hijriyah, para ulama dalam menyusun kitab
hadis ada yang mengikuti metode ulama sebelumnya, ada juga yang berbeda dengan
metode yang telah ditempuh oleh ulama sebelumnya. Salah satu metode yang
berbeda itu adalah metode kodifikasi hadis dalam bentuk mu‘jam.
Selanjutnya makalah singkat ini akan
mengulas sedikit tentang metode mu‘jam. Bagaimana pengertian dan
karakteristik kitab mu‘jam, sehingga dapat diperoleh definisi dan
gambaran yang komprehensif tentang mu‘jam.
BAB II
TIPOLOGI KODIFIKASI
KITAB AL-MA’AJIM
A. Definisi
Secara
bahasa kata mu‘jam merupakan masdar mim dari kata a‘jama (اعجم-يعجم-اعجاما-ومعجما). Kata mu‘jam merupakan bentuk tunggal dari kata ma‘ajim
dan mu‘jamat. Orang Arab sering berujar:
أعجم الكلام او الكتاب اذا أزال عجمته
وابهامه بالنقط والشكل[6].
“Seseorang menjelaskan perkataan
atau kitabnya (tulisannya) ketika ia menghilangkan kesamaran (ketidak jelasan)
perkataan atau kitab (tulisan) tersebut dengan memberi titik dan harakat.”
Dalam
istilah ahli bahasa kata mu‘jam mempunyai arti susunan materi sebuah
buku yang berdasarkan huruf hija’iyah.[7]
Adapun dalam istilah ahli hadis, kata mu‘jam didefinisikan sebagai
berikut:
1. ‘Ubaidullah bin Muhammad ‘Abd
al-Salam al-Mubarakfuri dalam kitabnya Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat
al-Masabih dan Sayyid Sadiq Hasan al-Qanuji dalam kitabnya al-Hittah fi
Dhikr al-Sihah al-Sittah mendefinisikan mu‘jam sebagai:
ما
تذكر فيه الأحاديث على ترتيب الشيوخ سواء يعتبر تقدم وفاة الشيخ أم توافق حروف
التهجي أو الفضيلة أو التقدم في العلم والتقوى ولكن الغالب هو الترتيب على حروف
الهجاء. [8]
“Mu‘jam adalah kitab yang di
dalamnya berisi hadis-hadis sesuai dengan susunan para guru, baik berdasarkan
urutan wafat, kesamaan huruf hija’iyah, keutamaan, keunggulan dalam ilmu maupun
ketakwan guru tersebut. Namun pada umumnya kitab tersebut disusun berdasarkan
urutan huruf hija’iyah.”
2. Muhammad bin Ja‘far al-Kattani dalam
kitabnya al-Risalah al-Mustatrafah mendefinisikan mu‘jam sebagai:
ما
تذكر فيه الأحاديث على ترتيب الصحابة أو الشيوخ أو البلدان أو غير ذلك والغالب ان
يكونوا مرتبين على حروف الهجاء. [9]
“Mu‘jam adalah kitab yang di
dalamnya berisi hadis-hadis sesuai dengan urutan para sahabat, guru, daerah
atau yang lainnya dimana pada umumnya susunan sahabat, guru atau daerah
tersebut berdasarkan urutan huruf abjad.”
3. Mahmud al-Tahhan dalam kitabnya Usul
al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid mendefinisikan mu‘jam sebagai:
الكتاب
الذي تُرتّب فيه الأحاديث على مسانيد الصحابة، أو الشيوخ، أو البلدان، أو غير ذلك. والغالب أن يكون ترتيب الأسماء فيه على
حروف المعجم.[10]
“Mu‘jam adalah kitab yang
didalamnya disusun hadis-hadis berdasarkan musnad sahabat, para guru, daerah
atau yang lainnya. Pada umumnya susunan nama-nama tersebut berdasarkan huruf mu‘jam
(abjad).”
4. ‘Abdullah al-Sa‘d dalam kitabnya Sharh
al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah menjelaskan:
وأما
المعاجم فإنها تعنى بذكر ترجمة الصحابي أولا ثم
إيراد بعض أو كل أحاديث هذا الصحابي، وعلى هذا يمكن اعتبار كتب المعاجم قسما من
كتب التراجم والرجال، ويغلب أن ترتب على حروف المعجم ، بالنسبة للصحابة رضي الله
عنهم ، أو بالنسبة لشيوخ المصنف.[11]
“Adapun yang dimaksud dengan al-Ma‘ajim,
maka yang dikehendaki adalah kitab yang menyebutkan biografi para sahabat pada
permulaannya, kemudian menampilkan sebagian atau keseluruhan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat tersebut. Dari definisi ini, bisa dikatakan bahwa
kitab al-Ma‘ajim merupakan bagian dari kitab-kitab al-Tarajum wa
al-Rijal (biografi para tokoh). Biasanya penyusunan kitab mu‘jam
diurutkan sesuai dengan urutan abjad, baik dinisbatkan kepada para sahabat
tersebut maupun kepada para guru penulisnya.”
5.
Muhammad Khalaf Salamah dalam kitabnya Lisan al-Muhaddithin
menjelaskan lebih rinci, bahwa mu‘jam
dalam tipologi kodifikasi hadis mempunyai dua pengertian. Pertama adalah
al-Musnad yang di dalamnya menyebutkan para sahabat sesuai dengan urutan
huruf abjad, seperti Mu‘jam al-Sahabah yang disusun oleh al-Baghawi dan
Ibn Qani‘. Juga Mu‘jam al-Kabir yang disusun oleh al-Tabrani. Kedua
adalah kitab yang menyebutkan nama para guru penyusunnya beserta sebagian
riwayat mereka, terkadang juga menyebutkan biografi mereka. Ketika sistem
penyusunan kitab ini berdasarkan urutan abjad, maka kitab ini disebut dengan Mu‘jam
al-Shuyukh.[12]
Dari definisi-definisi yang telah
disebutkan di atas, maka dapat dilihat bahwa korelasi antara definisi mu‘jam
secara bahasa dan secara istilah adalah ketika seorang penulis mu‘jam
berpedoman pada susunan urutan nama-nama guru mereka sesuai dengan huruf abjad,
maka setidaknya mereka telah menghilangkan kesamaran nama-nama guru mereka dan
memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam kitab mereka.[13]
B. Macam-Macam Kitab Mu‘jam Dan Karakteristiknya
Kitab mu‘jam yang ditulis
oleh para ulama jumlahnya sangan banyak. Oleh karena itu, dalam makalah ini
penulis tidak akan mengurai seluruh kitab mu‘jam yang ada. Penulis hanya
akan mengulas secara ringkas beberapa kitab mu‘jam yang dianggap paling
penting dan ditulis lebih awal. Harapannya, dengan menampilkan beberapa sampel
kitab mu‘jam ini, dapat diketahui secara komprehensif gambaran umum
tentang kitab mu‘jam beserta karakteristiknya.
1.
Mu‘jam Abi
Ya‘la al-Mawsili (210-307 H.)
Kitab
mu‘jam ini ditulis oleh Abi Ya‘la al-Mawsili Ahmad bin ‘Ali bin
al-Muthanna al-Tamimi (210-307 H.), Sahib al-Musnad. Al-Mawsili telah
melakukan rihlah sejak masa kecil dan bertemu dengan tokoh-tokoh hadis pada
masa itu. Ia berguru pada Ahmad bin Mani‘, Khalifah bin Khayyat, Abu Khaythamah
Zuhayr bin Harb dan tokoh-tokoh besar lainnya. Ia menyebutkan guru-gurunya itu
dalam kitab mu‘jamnya. Tentang al-Mawsili, al-Daruqutni berkata, “thiqat
ma’mun”. Tokoh besar hadis yang meriwaykan darinya antara lain adalah
al-Nasa’i, Ibn Hibban dan al-Tabrani. Abu Hatim al-Busti berkata: “Antara ia
dan Rasulullah Saw. ada tiga orang.”[14]
Sayyid
‘Abd al-Majid al-Ghawri menyebutkan bahwa dalam mu‘jamnya Abu Ya‘la
al-Mawsili meriwayatkan dari 335 shaikh. Dari setiap shaikh terdapat beberapa
hadis, minimal satu. Ia menyusun nama-nama shaikhnya itu sesuai huruf abjad dan
mendahulukan shaikhnya yang bernama Muhammad dalam rangka ngalap berkah.[15]
Dalam
kitab Mu‘jam Abi Ya‘la yang ditahqiq
oleh Irshad al-Haqq al-Athari pada bab orang-orang yang namanya Muhammad
setidaknya ada 67 hadis yang dirawayatkan dari guru yang bernama Muhammad.
Namun setelah penulis teliti, ternyata pada hadis ke 43 dan 47, nama guru yang
disebutkan bukanlah nama Muhammad, melainkan Abu Bakr bin Abi Nadr dan Abu ‘Ubaidah
bin Fudail bin ‘Iyad, sebagaimana data berikut:
43 - أَخْبَرَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي النَّضْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبُو النَّضْرِ ، قَالَ
: حَدَّثَنَا الأَشْجَعِيُّ ، عُبَيْدُ اللَّهِ ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ ،
عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ رَحْمَةُ
اللَّهِ عَلَيْهَا ، قَالَتْ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنْ وَافَقْتُ
لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا ؟ قَالَ : قُولِي : اللَّهُمَّ إِنَّكَ
عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.[16]
47- حَدَّثَنَا
أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ فُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ
سُعَيْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا السَّرِيُّ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، عَنِ الشَّعْبِيِّ
، عَنْ مَسْرُوقٍ ، عَنْ عَائِشَةَ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهَا ، قَالَتْ : كُنَّا
نَضَعُ سِوَاكَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ طَهُورِهِ
، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا تَدَعُ السِّوَاكَ ؟ قَالَ : أَجَلْ ، لَوْ
أَنِّي أَقْدِرُ عَلَى أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ مِنِّي عِنْدَ كُلِّ شَفْعٍ مِنْ
صَلاتِي لَفَعَلْتُ.[17]
Setelah
selesai menyebutkan guru-guru yang bernama Muhammad, maka yang ditulis berikutnya
adalah guru-guru yang nama depannya diawali dengan huruf alif. Pada bab huruf
alif ini yang pertama kali dicantumkan adalah guru-gurunya yang bernama Ahmad,
lalu berturut-turut yang bernama Ibrahim, Ishaq, Isma‘il, kemudian guru-guru
yang namanya diawali dengan huruf alif secara acak, tanpa memperhatikan urutan huruf
abjad. Ini dapat dilihat ketika nama Ayyub dicantumkan lebih dulu dari pada
al-Azraq.[18]
Dan begitu seterusnya pada bab huruf ba’ dan yang lainnya.
Kitab
Mu‘jam
Abi Ya‘la al-Mawsili ini diterbitkan pada tahun 1410 H.
oleh penerbit Dar al-‘Ulum al-Athariyyah di Faysal Abad, Pakistan dengan
pentahqiq Irshad al-Haqq al-Athari dan juga diterbitkan oleh penerbit Dar
al-Ma’mun di Damaskus pada tahun 1410 H. dengan pentahqiq Husayn Asad al-Darani
dan ‘Abduh Kushk.[19]
2.
Mu‘jam al-Sahabah
al-Baghawi (214-317 H.)
Kitab
mu‘jam ini ditulis oleh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abd al-‘Aziz Abu Qasim
al-Baghawi. Ia lahir pada hari Senin awal Ramadan 214 H[20] dan wafat pada malam ‘Id
al-Fitri 317 H.[21] Guru-gurunya di antaranya adalah Ahmad bin Hanbal,
‘Ali bin al-Madini, ‘Ali bin al-Ja‘d dan lain sebagainya. Sementara
murid-muridnya di antaranya adalah Yahya bin Sa‘id, Ibn Qani‘, Abu Hatim Ibn Hibban
dan Abu Bakr al-Isma‘ili.[22]
Dalam
kitab mu‘jamnya ini al-Baghawi menyusunnya sesuai dengan nama-nama para
sahabat berdasarkan huruf abjad. Pertama-tama ia menyebutkan biografi sahabat
tersebut, terkadang secara ringkas, terkadang juga secara detail. Kemudian ia
menyebutkan riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaan para sahabat tersebut,
terkadang tanpa sanad dan terkadang pula menggunakan sanad. Selanjutnya ia
menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut.[23] Berikut contohnya:
باب
من روى عن النبي صلى الله عليه وسلم ممن اسمه أبي:
1- أبو المنذر
ويقال أبو الطفيل أبي بن كعب سكن
المدينة ومات بها.
1- حدثنا سعيد بن
يحيى الأموي ، قال حدثني أبي ، عن محمد بن إسحاق
: " ممن شهد بدرا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم : أبي بن كعب بن قيس بن
[عبيد] بن زيد بن معاوية بن عمرو بن [مالك] بن النجار.
2- أخبرنا عبيد
الله بن محمد بن محمد بن بطة ، أخبرنا عبد الله بن محمد البغوي ، قال : حدثني
هارون بن عبد الله أبو موسى قال سمعت سعد بن
عبد الحميد بن جعفر فذكر أن أبي بن كعب عقبي بدري من بني مالك بن النجار من
الخزرج.
3- حدثنا هارون
بن إسحاق أخبرنا محمد بن عبد الوهاب السكري عن سفيان عن سعيد بن إياس الجريري عن
أبي السليل
عن عبد الله بن رباح عن أبي بن كعب أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له : "
أي [آية في] كتاب الله أعظم ؟ قال : قلت : الله ورسوله أعلم ، حتى أعادها عليه
ثلاثا ثم قلت (الله لا إله إلا هو الحي القيوم) قال : فضرب صدري ثم قال : ليهنك
العلم أبا المنذر.[24]
3. Mu‘jam Ibn al-A‘rabi
(w. 340 H.)
Mu‘jam ini ditulis oleh Ahmad bin
Muhammad bin Ziyad bin Bishr, al-Imam al-Muhaddith al-Qudwah al-Saduq al-Hafiz,
Shaikh al-Islam Abu Sa‘id bin al-A‘rabi al-Basri al-Sufi, tinggal di Makkah dan
seorang shaikh di tanah haram. Ia lahir setelah tahun 240 H. Gurunya di
antaranya adalah al-Hasan bin Muhammad bin al-Sabbah al-Za‘farani, ‘Abdullah
bin Ayyub al-Mukharrimi dan yang lainnya. Ia melakukan rihlah ke beberapa
daerah, seorang ahli ibadah dan menulis Manaqib al-Sufiyyah.
Murid-muridnya di antaranya adalah Abu ‘Abdillah bin Khafif dan Abu Bakr bin
al-Muqri’.[25]
Ia juga berteman dengan al-Junaid.[26] Ibn al-A‘rabi merupakan ulama sufi,
namun ia tidak menerima sesuatu pun dari istilah-istilah para sufi kecuali
dengan hujjah.[27]
Ia meninggal pada bulan Dhulqa‘dah 340 H. Usianya 94 tahun.[28]
Namun menurut catatan Abu Nu‘aym, ia meninggal pada tahun 341 H.[29]
Dalam
kitab Mu‘jamnya ini Ibn al-A‘rabi meriwayatkan dari 336 shaikh. Setiap
shaikh disebutkan beberapa hadis hingga kadang-kadang mencapai 90 hadis. Ibn
al-A‘rabi menyusun nama-nama gurunya berdasarkan huruf abjad dengan
mempertimbangkan huruf awalnya saja, sebagaimana dalam Mu‘jam Abi Ya‘la.
Ia juga mendahulukan nama-nama gurunya yang bernama Muhammad dalam rangka ngalap
berkah.[30]
Setelah nama Muhammad selesai disusul dengan jajaran guru-gurunya yang bernama
Ahmad. Kitab Mu‘jam Ibn al-A‘rabi
ini memuat 2395 hadis.[31]
Kitab
Mu‘jam
Ibn al-A‘rabi pertama kali diterbitkan dalam dua juz oleh penerbit Maktabah
al-Kawthar Riyad pada tahun 1412 H. dengan ditahqiq oleh al-Shahid Ahmad Mir
al-Bullushi.[32]
4.
Ma‘ajim al-Tabrani (260-360 H.)
Nama al-Tabrani adalah Abu al-Qasim
Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani. Ia
dilahirkan di kota ‘Akka, pada bulan Safar 260 H.[33]
Guru-gurunya di antaranya adalah Hashim
bin Marthad, Ahmad bin Mas‘ud al-Khayyat, ‘Amr bin Abi Salamah al-Tinnisi, Ahmad
bin ‘Abdullah al-Lihyani, ‘Amr bin Thawr, Ibrahim bin Abi Sufyan, Abu Zur‘ah
al-Dimashqi, Ishaq bin Ibrahim al-Dabri, Idris bin Ja‘far al-‘Attar, Abu Dawud
al-Tayalisi, Abu ‘Abdirrahman al-Nasa’i dan lain sebagainya. Di kota Tabariyyah
al-Tabrani berguru kepada lebih dari seribu orang guru. Ia melakukan rihlah dan
berguru kepada para ulama di Makkah, Madinah, Yaman, kota-kota yang ada di Sham,
Mesir, Baghdad, Kufah, Basrah, Asbahan dan lain sebagainya. Ia kemudian tinggal
di Asbahan kurang lebih selama enam puluh tahun, menulis dan menyebarkan
ilmunya.[34]
Sementara murid-muridnya di antaranya adalah Abu Khalifah al-Jumahi, al-Hafiz
Ibn ‘Uqdah, mereka berdua sekaligus juga menjadi guru al-Tabrani, Ahmad bin Muhammad
bin Ibrahim al-Sahhaf, Ibn Mundah, Abu Bakr bin Mardawayh dan lain sebagainya.[35]
Al-Tabrani menulis tiga kitab mu‘jam
yang sangat terkenal, yaitu al-Mu‘jam al-Kabir, al-Mu‘jam al-Awsat dan al-Mu‘jam
al-Saghir. Abu Nu’aym al-Hafiz mengatakan bahwa al-Tabrani wafat pada bulan
Dhulqa‘dah 360 H. di Asbahan. Dengan demikian usianya mencapai seratus tahun
sepuluh bulan.[36]
Menurut satu pendapat, kedua matanya mengalami kebutaan di akhir hidupnya. Al-Tabrani
berkata: “Al-Zanadiqah telah menyihirku.”[37]
a.
Al-Mu‘jam al-Kabir
Al-Kattani yang juga dikutip oleh Sayyid
‘Abd al-Majid al-Ghawri menjelaskan bahwa kitab al-Mu‘jam al-Kabir
disusun berdasarkan nama-nama sahabat sesuai dengan huruf abjad, kecuali musnad
Abi Hurayrah, karena al-Tabrani menyendirikannya dalam sebuah karya tersendiri.
Dikatakan bahwa dalam al-Mu‘jam al-Kabir, al-Tabrani menyebutkan enam
puluh ribu hadis dalam dua belas jilid kitab. Ibn Dihyah mengatakan bahwa al-Mu‘jam
al-Kabir merupakan kitab mu‘jam yang paling besar di dunia ini.
Ketika disebut kata al-Mu‘jam secara mutlak, maka yang dimaksud adalah al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani. Sedangkan apabila yang dikehendaki yang lainnya,
maka penyebutannya diikuti dengan kata yang lain.[38]
Ketika
kita meneliti kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani, maka kita akan
mendapati bahwa pokok
pembicaraan dari kitab tersebut adalah mengetahui para sahabat
dengan menyebutkan ihwal dan keutamaan mereka, lalu menyebutkan riwayat-riwayat
mereka, baik sebagian maupun keseluruhannya yang disusun berdasarkan urutan
abjad. Ia pun memulai susunan para sahabat itu dengan diawali nama-nama sepuluh
para sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Saw. Dalam muqaddimahnya
al-Tabrani berkata:
هذا كتاب ألفناه جامع لعدد ما انتهى
إلينا ممن روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من الرجال والنساء على حروف ألف ب
ت ث بدأت فيه بالعشرة رضي الله عنهم لأن لا يتقدمهم أحد غيرهم خرجت عن كل واحد
منهم حديثا وحديثين وثلاثا وأكثر من ذلك على حسب كثرة روايتهم وقلتها.[39]
“Kitab ini aku susun dalam rangka mengumpulkan
riwayat-riwayat yang telah sampai kepada kami dari orang-orang yang
meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., baik dari kalangan sahabat laki-laki
maupun perempuan sesuai dengan huruf alif, ba, ta, tha. Aku memulainya dengan
menyebutkan sepuluh sahabat yang dijamin surga, karena sesungguhnya tidak ada
orang lain yang mendahului mereka. Aku mengeluarkan satu, dua, tiga hadis atau
lebih dari tiap-tiap mereka sesuai banyak dan sedikitnya riwayat mereka.”
Dari keterangan di atas, maka manhaj
al-Tabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir secara ringkas dapat disimpulkan
sebagai berikut:[40]
1)
Al-Tabrani menampilkan riwayat-riwayat dari tiap-tiap
sahabat baik yang mukthir (banyak riwayatnya) maupun yang mutawassit.
Ia tidak menampilkan riwayat-riwayat Abu Hurayrah, karena ia menyusunnya
tersendiri dalam sebuah musnad. Juga karena riwayat Abu Hurayrah yang sangat
banyak. Menurut al-Dhahabi, al-Mu‘jam al-Kabir juga tidak menampilkan
semua hadis riwayat para sahabat yang banyak meriwayatkan hadis (al-mukthirin).[41]
2)
Al-Tabrani menampilkan semua riwayat sahabat-sahabat yang
sedikit periwayatan hadisnya (al-Muqillun).[42]
3)
Al-Tabrani mencantumkan nama-nama sahabat yang tidak
mempunyai riwayat dan memperkenalkan sahabat itu dengan menyebutkan
keutamaan-keutamaannya dari riwayat-riwayat yang berasal dari selain mereka,
karena sasaran penulisan kitab mu‘jam ini adalah untuk mengetahui para
sahabat.[43]
4)
Al-Tabrani menyusun nama-nama para sahabat itu
berdasarkan huruf abjad.[44]
Namun ia mendahulukan nama-nama sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh
Nabi Saw. yang dimulai dari Abu Bakr, ‘Umar, ‘Uthman, ‘Ali dan seterusnya
dengan terlebih dahulu menampilkan riwayat-riwayat yang menjelaskan identitas
mereka yang meliputi nama, keutamaan dan lain sebagainya. Kemudian disusul
dengan sahabat-sahabat yang lain berdasarkan huruf abjad. Adapun untuk kalangan
sahabiyyat, ia memulainya dengan musnad-musnad putri-putri Nabi Saw. Ia
memulai dari Fatimah, Zaynab, Ruqayyah dan Ummu Kulthum. Kemudian Umamah binti
Abi al-‘As yang merupakan putri Zaynab. Lalu berikutnya adalah istri-istri Nabi
Saw. yang diawali dari Khadijah, ‘A’ishah kemudian istri-istri Nabi yang lain.
Setelah itu dilanjutkan dengan nama-nama sahabiyyat berdasarkan huruf
abjad.[45]
Tentang hal ini al-Tabrani mengatakan:
مَا
انْتَهَى إِلَيْنَا مِنْ مُسْنَدِ النِّسَاءِ اللاتِي رَوَيْنَ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَّجْتُ
أَسْمَاءُهُنَّ عَلَى حُرُوِفِ الْمُعْجَمِ، وَبَدَأْتُ بِبَنَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَزْوَاجُهُ لِئَلا يَتَقَدَّمَهُنَّ غَيْرُهُنَّ، وَكَانَتْ
فَاطِمَةُ أَصْغَرُ بناتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَأَحَبُّهُنَّ إِلَيْهِ، فَبَدَأْتُ بِهَا لِحُبِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا.[46]
“Musnad para tokoh perempuan yang
meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang telah sampai kepada kami, kami paparkan
nama-nama mereka berdasarkan huruf abjad. Saya mulai dengan nama-nama putri
Rasulullah Saw. kemudian istri-istrinya, supaya selain mereka tidak ada yang
mendahului mereka. Fatimah adalah putri Rasulullah Saw. yang terkecil dan
paling dicintai oleh Rasulullah Saw. Aku menuliskannya pertama kali karena
kecintaan Rasulullah Saw. kepadanya.”
Menurut
penilitian ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, jumlah sahabat
yang hadisnya ditakhrij oleh al-Tabrani beserta dengan biografi mereka
mencapai 1600 sahabat. Al-Tabrani juga terkadang menjelaskan nama-nama sahabat
yang diperselisihkan dan menjelaskan hal itu. Hal ini seperti yang dilakukannya
ketika menampilkan nama Jundub bin Ka‘b al-Azdi:
جُنْدُبُ
بن كَعْبٍ الأَزْدِيُّ
وَقَدِ
اخْتُلِفَ فِي صُحْبَتِهِ
1704- حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بن عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن
إِبْرَاهِيمَ أَبُو مَعْمَرٍ الْقَطِيعِيُّ ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ ، أَنَا خَالِدٌ
الْحَذَّاءُ ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ أَنَّ سَاحِرًا ، كَانَ يَلْعَبُ
عِنْدَ الْوَلِيدِ بن عُقْبَةَ فَكَانَ يَأْخُذُ السَّيْفَ وَيَذْبَحُ نَفْسَهُ وَيَعْمَلُ
كَذَا وَلا يَضُرُّهُ، فَقَامَ جُنْدُبٌ إِلَى السَّيْفِ فَأَخَذَهُ فَضَرَبَ
عُنُقَهُ، ثُمَّ قَرَأَ : أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ
[الأنبياء : 3 ][47] .
Hadis-hadis
yang terdapat dalam al-Mu‘jam al-Kabir mencakup hadis-hadis marfu‘
(ini yang terbanyak), kemudian mawquf, terlebih ketika al-Tabrani
memulai musnadnya dengan menampilkan biografi sahabat terlebih dahulu dan
menyebutkan keutamaan-keutamaannya. Dalam al-Mu‘jam al-Kabir juga
terdapat ucapan para tabi‘in dan rawi-rawi di bawah mereka yang berkaitan
dengan hal ihwal para sahabat.[48]
Dalam
al-Mu‘jam al-Kabir juga terdapat pendapat-pendapat al-Tabrani sendiri,
baik yang berkaitan dengan ihwal para sahabat maupun dalam rangka menjelaskan
kata-kata yang dianggap asing, seperti ketika al-Tabrani menjelaskan kata al-Hashsh
yang menurutnya artinya adalah al-Bustan (kebun).[49]
Al-Mu‘jam al-Kabir pertama kali diterbitkan oleh Kementrian Wakaf Irak pada
tahun 1398 H. yang ditahqiq oleh Hamdi ‘Abd al-Majid al-Salafi. Kemudian
diterbitkan untuk yang kedua kalinya oleh penerbit al-Zahra’ al-Hadithah.[50]
b.
Al-Mu‘jam al-Awsat
Al-Mu‘jam al-Awsat merupakan kitab mu‘jam kedua
yang ditulis oleh al-Tabrani. Menurut al-Kattani, al-Tabrani menyusun kitab ini
berdasarkan nama-nama gurunya. Jumlah mereka kurang lebih mencapai 2000 orang,
hingga ia meriwayatkan dari orang yang lahir setelahnya, karena keluasan
riwayat dan gurunya yang sangat banyak. Dalam al-Mu‘jam al-Awsat al-Tabrani
memperbanyak hadis-hadis gharib yang berasal dari guru-gurunya.[51]
Al-Dhahabi mengatakan :
فهو
نظير كتاب الأفراد للدارقطني بيَّن فيه فضيلته وسعة روايته، وكان يقول: هذا الكتاب
روحي, فإنه تعب عليه, وفيه كل نفيس وعزيز ومنكر.[52]
“Al-Mu‘jam al-Awsat sama
dengan kitab al-Afrad yang ditulis oleh al-Daruqutni. Di dalamnya ia
menjelaskan keutamaan dan keluasan riwayatnya. Al-Tabrani berkata: “Kitab ini
adalah ruhku.”, karena ia bersusah payah dalam menyusunnya. Di dalamnya terdapat
hadis-hadis yang bagus, ‘aziz dan munkar.”
Al-Tabrani
menyusun nama-nama gurunya ini berdasarkan huruf abjad yang dimulai dengan
gurunya yang bernama Ahmad, lalu Ibrahim, Isma‘il, Ishaq, Idris, Ayyub, Anas,
Aban dan seterusnya tanpa memperhitungkan huruf keduanya.[53]
Bisa ditebak ketika al-Tabrani dalam kitabnya ini mendahulukan nama Ahmad lalu
nama-nama nabi yang lain, tidak lain karena bertujuan untuk ngalap
berkah (tabarruk), sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya seperti
Abu Ya’la al-Mawsili dan Ibn al-A‘rabi.
Jumlah
hadis yang terdapat dalam al-Mu‘jam al-Awsat yang telah diterbitkan
sebanyak 9485 hadis. Menurut Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
jumlah ini masih kurang[54], karena ada yang
mengatakan bahwa jumlah hadisnya mencapai 30000.[55] Kitab al-Mu‘jam al-Awsat diterbitkan oleh Maktabah al-‘Arif
Riyad yang ditahqiq oleh Mahmud al-Tahhan pada tahun 1405-1415 H.
Kemudian diterbitkan lagi oleh penerbit Dar al-Haramayn di Kairo yang ditahqiq
oleh Tariq ‘Iwad dan ‘Abd al-Muhsin Ibrahim al-Husayni pada tahun 1415 H.[56]
c.
Al-Mu‘jam al-Saghir
Al-Mu‘jam al-Saghir merupakan kitab mu‘jam
ketiga yang ditulis oleh al-Tabrani. Kitab al-Mu‘jam al-Saghir juga
disusun berdasarkan nama-nama para guru al-Tabrani. Di dalamnya pada umumnya
al-Tabrani hanya membatasi satu hadis dari setiap gurunya. Hal ini berdasarkan
pernyataanya dalam permulaan kitabnya:
خَرَّجْتُ عَنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ
حَدِيْثًا وَاحِدًا وَجَعَلْتُ أَسْمَاءَهُمْ عَلَى حُرُوْفِ الْمُعْجَمِ.[57]
Ia mentakhrij dari seribu
shaykh. Menurut al-Kattani yang juga dikutip oleh Abu Jamil al-Hasan
al-‘Ilmi, jumlah hadisnya sebanyak 1500
hadis.[58]
Sedangkan menurut Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, jumlah
hadisnya hanya 1200 hadis.[59] Nama-nama gurunya dalam kitab ini
juga disusun berdasarkan huruf abjad yang dimulai dengan gurunya yang bernama
Ahmad, lalu Ibrahim, Isma‘il, Ishaq, Ayyub dan seterusnya tanpa memperhitungkan
huruf keduanya.[60]
Kitab al-Mu‘jam al-Saghir diterbitkan
di Delhi India pada tahun 1311 H. Kemudian diterbitkan oleh Maktabah
al-Salafiyah di Madinah yang di tashih oleh ‘Abd al-Rahman Muhammad
‘Uthman pada tahun 1388 H. Juga diterbitkan oleh Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi
di Beirut dengan ditahqiq oleh Muhammad Salim Samarah pada tahun 1411 H.[61]
5.
Mu‘jam Abi Bakr
al-Isma‘ili (277-371 H.)
Kitab
mu‘jam ini ditulis oleh Shaykh al-Islam Abu Bakr Ahmad bin Ibrahim
al-Isma‘ili al-Jurjani. Seorang tokoh dan imam dalam madhhab al-Shafi‘i pada
masanya. Ia lahir pada tahun 277 H[62] dan wafat pada tahun 371
H.[63] Guru-gurunya di antaranya
adalah Abu Khalifah, al-Jamhi, Ibn Khuzaymah, Abu Ya’la, Ibn Abi Shaybah,
al-Firyani dan lain sebagainya.[64] Sementara murid-muridnya
di antaranya adalah al-Hakim, al-Barqani, Hamzah al-Sahmi dan lain sebagainya.[65]
Mu‘jam
Abi Bakr al-Isma‘ili disusun berdasarkan nama-nama gurunya. Di dalamnya ia mentakhrij
dari 410 guru. Dari setiap guru terdapat satu hadis yang dianggap asing atau
dianggap baik, atau berupa hikayah yang disertai dengan kritiknya. Kitab ini
diterbitkan oleh Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam
di Madinah pada tahun 1410 H. dengan ditahqiq oleh Muhammad Ziyad Mansur.[66]
6.
Mu‘jam Ibn
Jumay‘ (305-402 H.)
Kitab
mu‘jam ini ditulis oleh Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Ghassani
al-Saydawi. Guru-gurunya di antaranya adalah Abu Sa‘id bin al-A‘rabi, al-Mahamili,
Ibn Makhlad dan lain sebagainya.[67] Sementara murid-muridnya
di antaranya adalah ‘Abd al-Ghani bin Sa‘id al-Hafiz, Tammam al-Razi dan lain
sebagainya.[68]
Ia lahir pada tahun 305 H. dan wafat pada tahun 402 H.[69]
Dalam
kitab ini Ibn Jumay‘ mentakhrij dari 378 guru. Ia menyusun nama-nama
gurunya berdasarkan huruf abjad dan dimulai dengan guru-gurunya yang bernama
Muhammad dalam rangka tabarrukan. Dari setiap guru ia meriwayatkan satu
hadis atau hikayah. Mu‘jam Ibn Jumay‘ diterbitkan oleh penerbit Mu’assasah
al-Risalah di Beirut pada tahun 1405 dengan ditahqiq oleh ‘Umar ‘Abd al-Salam al-Tadmuri.[70]
C. Latar Belakang Penulisan Kitab Ma‘ajim
Jika
tipologi kitab-kitab mu‘jam yang telah disebutkan di atas dicermati, maka dapat
disimpulkan bahwa metodologi penulisan kitab mu‘jam terbagi menjadi dua,
yaitu berdasarkan urutan nama para sahabat (mu‘jam al-sahabah) dan
berdasarkan urutan para guru-guru pemilik kitab mu‘jam tersebut (mu‘jam
al-shuyukh). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar belakang
penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para sahabat (mu‘jam
al-sahabah) adalah untuk menampilkan riwayat-riwayat para sahabat sekaligus
juga untuk mengenalkan biografi mereka kepada para pembacanya.
Kesimpulan
semacam ini dapat dilihat ketika misalnya dalam kitab mu‘jamnya,
al-Baghawi menyusunnya sesuai dengan nama-nama para sahabat berdasarkan huruf
abjad. Pertama-tama ia menyebutkan biografi sahabat tersebut, terkadang secara
ringkas, terkadang juga secara detail. Kemudian ia menyebutkan riwayat-riwayat
yang menjelaskan keutamaan para sahabat tersebut, terkadang tanpa sanad dan
terkadang pula menggunakan sanad. Selanjutnya ia menuliskan hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh sahabat tersebut.[71]
Hal
yang sama juga diungkapkan oleh al-Thabrani dalam menyusun al-Mu‘jam al-Kabir.
Ketika kita meneliti kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani, maka
kita akan mendapati bahwa pokok
pembicaraan dari kitab tersebut adalah mengetahui para sahabat
dengan menyebutkan ihwal dan keutamaan mereka, lalu menyebutkan riwayat-riwayat
mereka, baik sebagian maupun keseluruhannya yang disusun berdasarkan urutan
abjad. Ia pun memulai susunan para sahabat itu dengan diawali nama-nama sepuluh
para sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Saw. Dalam muqaddimahnya
al-Tabrani berkata:
هذا كتاب ألفناه جامع لعدد ما انتهى
إلينا ممن روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من الرجال والنساء على حروف ألف ب
ت ث بدأت فيه بالعشرة رضي الله عنهم لأن لا يتقدمهم أحد غيرهم خرجت عن كل واحد
منهم حديثا وحديثين وثلاثا وأكثر من ذلك على حسب كثرة روايتهم وقلتها.[72]
“Kitab ini aku susun dalam rangka mengumpulkan
riwayat-riwayat yang telah sampai kepada kami dari orang-orang yang
meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., baik dari kalangan sahabat laki-laki
maupun perempuan sesuai dengan huruf alif, ba, ta, tha. Aku memulainya dengan
menyebutkan sepuluh sahabat yang dijamin surga, karena sesungguhnya tidak ada
orang lain yang mendahului mereka. Aku mengeluarkan satu, dua, tiga hadis atau
lebih dari tiap-tiap mereka sesuai banyak dan sedikitnya riwayat mereka.”
Sedangkan
latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para
guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk menghilangkan kesamaran nama-nama
guru mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam
kitab mereka.[73]Selain
itu, menurut
penulis, latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan
nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk
kodifikasi riwayat yang berasal dari guru-guru pemilik mu‘jam, juga
sekaligus sebagai sebuah bentuk mengenang jasa para guru yang telah
menyampaikan hadis kepada mereka.
D. Kualitas Hadis Dalam Kitab Ma‘ajim
Jika melihat definisi dari kitab mu‘jam
sendiri yaitu tipologi kodifikasi hadis yang didasarkan pada musnad sahabat
maupun nama para guru penulis yang disusun berdasarkan huruf abjad, tanpa
memberikan syarat-syarat tertentu dalam menampilkan hadis-hadisnya, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam kitab-kitab mu‘jam secara umum terdapat berbagai
kualitas hadis, mulai dari sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘
(palsu). Kesimpulan ini diperkuat dengan pernyataan al-Dhahabi ketika menilai hadis-hadis
dalam al-Mu‘jam al-Awsat yang mengatakan:
فهو
نظير كتاب الأفراد للدارقطني بيَّن فيه فضيلته وسعة روايته، وكان يقول: هذا الكتاب
روحي, فإنه تعب عليه, وفيه كل نفيس وعزيز ومنكر.[74]
“Al-Mu‘jam al-Awsat sama
dengan kitab al-Afrad yang ditulis oleh al-Daruqutni. Di dalamnya ia
menjelaskan keutamaan dan keluasan riwayatnya. Al-Tabrani berkata: “Kitab ini
adalah ruhku.”, karena ia bersusah payah dalam menyusunnya. Di dalamnya
terdapat hadis-hadis yang bagus, ‘aziz dan munkar.”
Namun untuk meneliti kitab mu‘jam
mana saja yang di dalamnya terkandung hadis sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘
(palsu) tentunya harus dilakukan penelitian yang lebih spesifik terhadap
masing-masing kitab mu‘jam tersebut.
E. Manfaat atau Peranan Kitab Ma‘ajim
Menurut
‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan dalam kitabnya al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi
Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah, ketika membahas tentang kitab al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani, manfaat atau peranan al-Mu‘jam al-Kabir di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani merupakan salah satu referensi
induk hadis-hadis Nabi Saw. yang mempunyai nilai yang sangat penting
2.
Al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani merupakan ensiklopedi hadis yang
sangat besar dan banyak memuat hadis-hadis musnad (bersambung dan sampai pada
Nabi Saw.)
3.
Al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani memuat banyak hadis yang tidak
terdapat dalam al-Kutub al-Sittah (Enam Kitab Induk Hadis)
4.
Al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani merupakan salah satu referensi
utama dalam mengetahui biografi para sahabat, nasab dan keutamaan mereka.[75]
Manfaat atau peranan kitab al-Mu‘jam
al-Kabir karya al-Tabrani yang telah disebutkan oleh ‘Abd al-‘Aziz bin Salih
al-Luhaydan di atas menurut penulis juga berlaku bagi kitab-kitab mu‘jam
yang lain.
- TIPOLOGI KITAB HADIS MUSALSAL
- TIPOLOGI KITAB HADIS AL MARASIL
- TIPOLOGI KITAB HADIS AL MASANID
- TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS الموطأ (AL-MUWATTA’)
- TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS AL THULATHIYYAT
- TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS AL MA’AJIM
- TIPOLOGI KITAB HADIS AL JAWAMI’
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian dan paparan di atas dapat disimpulkan:
1.
Mu‘jam
adalah tipologi kodifikasi hadis yang didasarkan pada musnad sahabat maupun
nama para guru penulis yang disusun berdasarkan huruf abjad. Dalam beberapa
sampel di atas terlihat bahwa terkadang kitab mu‘jam juga menampilkan
biografi para sahabat terlebih dahulu -seperti al-Mu‘jam al-Kabir-,
sebelum menampilkan riwayat dari para sahabat tersebut. Dalam beberapa kitab mu‘jam
ternyata penulis menyebutkan terlebih dahulu nama Muhammad, Ahmad, ataupun nama-nama
para sahabat yang mempunyai keutamaan, kemudian diikuti nama-nama yang lainnya
berdasarkan huruf abjad secara umum tanpa memperhatikan huruf yang kedua.
2.
Kitab mu‘jam
dapat dikelompokkan menjadi dua, Mu‘jam al-Shuyukh (berdasarkan
nama-nama para guru) dan Mu‘jam al-Sahabah (berdasarkan nama-nama para
sahabat). Latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan
nama para sahabat (mu‘jam al-sahabah) adalah untuk menampilkan
riwayat-riwayat para sahabat sekaligus juga untuk mengenalkan biografi mereka
kepada para pembacanya. Sedangkan latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang
berdasarkan urutan nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh)
adalah untuk menghilangkan
kesamaran nama-nama guru mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka
yang terdapat dalam kitab mereka. Selain itu, menurut
penulis, latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan
nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk
kodifikasi riwayat yang berasal dari guru-guru pemilik mu‘jam, juga
sekaligus sebagai sebuah bentuk mengenang jasa para guru yang telah
menyampaikan hadis kepada mereka.
3.
Dalam
kitab-kitab mu‘jam secara umum terdapat berbagai kualitas hadis, mulai
dari sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu). Namun untuk
meneliti kitab mu‘jam mana saja yang di dalamnya terkandung hadis sahih,
hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu) tentunya harus dilakukan
penelitian yang lebih spesifik terhadap masing-masing kitab mu‘jam
tersebut.
4.
Peranan atau
manfaat kitab ma‘ajim di antaranya adalah sebagai referensi induk
hadis-hadis Nabi Saw, ensiklopedi hadis yang sangat besar dan banyak memuat
hadis-hadis musnad (bersambung dan sampai pada Nabi Saw.), memuat banyak hadis
yang tidak terdapat dalam al-Kutub al-Sittah (Enam Kitab Induk Hadis)
dan merupakan salah satu referensi utama dalam mengetahui biografi para
sahabat, nasab dan keutamaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Asbahani
(al), Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah. Hilyat al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’,
vol. 10. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H.
‘Asqalani
(al), Ibn Hajar. Muqaddimah
Fath al-Bari. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H.
‘Ayyari
(al), Badran Sharh Kitab
Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid. t.t.: t.p, t.th.
Baghawi
(al), Abu al-Qasim Mu‘jam
al-Sahabah, vol. 1. Kuwait: Dar al-Bayan, 2000.
Basri (al), Ahmad bin
Muhammad bin Ziyad bin Bishr. Mu‘jam Ibn al-A‘rabi. t.t.: t.p., t.th.
Dhahabi
(al), Muhammad bin Ahmad. Siyar
A‘lam al-Nubala‘, vol. 27. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.
_______.
Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 28. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.
_______.
Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 29. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.
_______.
Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 31. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.
_______.
Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 33. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.
_______.
Tadhkirat al-Huffaz, vol. 3. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998.
Ghawri
(al), Sayyid ‘Abd al-Majid.
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3. Damaskus: Dar Ibn Kathir,
2007.
Hamid, Sa‘d bin
‘Abdullah Alu. Fatawa Hadithiyyah. t.t.: t.p., t.th.
‘Ilmi
(al), Abu Jamil al-Hasan. Ummahat Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda
al-Muhaddithin. t.t.: Ma‘had al-Gharb al-Islami, 2005.
‘Isma‘ili
(al), Abu Bakr. Muqaddimah al-Mu‘jam fi Asami Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili, vol. 1. Madinah:
Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990.
Janki
(al), Muhammad al-Amin bin
Muhammad. Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah. Kuwait: Dar al-Bayan, 2000.
Kattani (al), Muhammad bin Ja‘far. al-Risalah al-Mustatrafah li
Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah. Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah,
1986.
Khatib (al), Muhammad ‘Ajaj. al-Sunnah
Qabl al-Tadwin. Beirut: Dar al-Fikr, 1993.
Luhaydan
(al), ‘Abd al-‘Aziz bin Salih. al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith
al-Nabawiyyah. t.t.: t.p., t.th..
Mawsili (al), Abi Ya‘la. al-Mu‘jam.
Faisal Abad: Idarah al-‘Ulu al-Athariyyah, 1407 H.
Mubarakfuri (al), ‘Ubaidullah bin Muhammad ‘Abd al-Salam. Mir‘at
al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih, vol. 1. Banaras: Idarah al-Buhuth
al-‘Ilmiyyah wa al-Da‘wah wa al-Ifta’, 1984.
Qanuji (al), Al-Sayyid Sadiq Hasan. al-Hittah fi Dhikr al-Sihah
al-Sittah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ta‘limiyyah, 1985.
Sa‘d (al),
Abdullah. Sharh al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah, vol. 1. t.t.: t.p., t.th.
Salamah, Muhammad Khalaf. Lisan
al-Muhaddithin, vol. 5. t.t.: t.p., t.th.
Tabrani (al), Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin
Mutir al-Lukhami al-Shami. al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 16. t.t.: t.p., t.th.
_______. al-Mu‘jam al-Kabir,
vol. 2. t.t.: t.p., t.th.
_______. al-Mu‘jam al-Kabir,
vol. 1. t.t.: t.p., t.th.
_______. al-Mu‘jam al-Awsat. Kairo:
Dar al-Haramayn, 1415 H.
_______. al-Mu‘jam al-Saghir,
vol. 1. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985.
‘Umari (al),
Akram Diya’. Buhuth fi Tarikh al-Sunnah al-Musharrafah. Madinah:
Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, t.th.
[1]Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, al-Sunnah Qabl
al-Tadwin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 298.
[2] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Muqaddimah
Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H.), 4.
[3] Akram Diya’ al-‘Umari, Buhuth
fi Tarikh al-Sunnah al-Musharrafah (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam,
t.th.), 298.
[4] Ibid., 298-299.
[5]
Ibid., 299-301.
[6] ‘Ubaidullah
bin Muhammad ‘Abd al-Salam al-Mubarakfuri, Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat
al-Masabih, vol. 1 (Banaras: Idarah al-Buhuth al-‘Ilmiyyah wa al-Da‘wah wa
al-Ifta’, 1984), 407. Sayyid
‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3
(Damaskus: Dar Ibn Kathir, 2007), 349-350.
[7] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350.
[8] Al-Sayyid
Sadiq Hasan al-Qanuji, al-Hittah fi Dhikr al-Sihah al-Sittah (Beirut: Dar
al-Kutub al-Ta‘limiyyah, 1985), 53.
[9] Muhammad
bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub
al-Sunnah al-Musannafah (Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah, 1986), 90.
[10] Badran al-‘Ayyari, Sharh
Kitab Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid (t.t.: t.p, t.th.), 13.
[11] Abdullah
al-Sa‘d, Sharh al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.),
143.
[12] Muhammad
Khalaf Salamah, Lisan al-Muhaddithin, vol. 5 (t.t.: t.p., t.th.), 133
[13] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350. Lihat juga dalam Muqaddimah al-Mu‘jam
fi Asami Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili,
vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990), 223.
[14] Lihat biografinya lebih detail
dalam Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 27
(Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 190-197.
[15] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 353.
[16] Abi Ya‘la
al-Mawsili, al-Mu‘jam (Faisal Abad: Idarah al-‘Ulu al-Athariyyah, 1407
H.), 66.
[17] Ibid., 69
[18] Ibid., 114-115.
[19] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 353.
[20] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar
A‘lam al-Nubala‘, vol. 28 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 3.
[21] Ibid., 19.
[22] Ibid., 4-5.
[23] Muhammad al-Amin bin Muhammad
al-Janki, Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah (Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 43.
[24] Abu al-Qasim al-Baghawi, Mu‘jam
al-Sahabah, vol. 1(Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 3-6.
[25] Lihat biografinya lebih detail
dalam Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 29
(Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 401-404. Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah
al-Asbahani, Hilyat al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, vol. 10 (Beirut:
Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H.), 375.
[26] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.
[27] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar
A‘lam al-Nubala‘, 404.
[28] Ibid.
[29] Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah
al-Asbahani, Hilyat al-Awliya’, 375.
[30] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.
[31] Lihat Ahmad bin
Muhammad bin Ziyad bin Bishr al-Basri, Mu‘jam Ibn al-A‘rabi (t.t.: t.p.,
t.th.)
[32] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.
[33] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar
A‘lam al-Nubala‘, vol. 31 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 135.
[34] Ibid., 135-137.
[35] Ibid., 138.
[36] Ibid., 148.
[37] Ibid., 146.
[38] Muhammad
bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub
al-Sunnah al-Musannafah, 90.
[39] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Kabir, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.), 1.
[40] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan,
al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah (t.t.: t.p.,
t.th.), 47.
[41] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar
A‘lam al-Nubala‘, 139.
[42] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan,
al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah (t.t.: t.p.,
t.th.), 47. Al-Muqill adalah perawi yang sedikit periwayatannya dibandingkan
dengan kawan-kawannya. Lihat Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum
al-Hadith wa Fununih, 420. Menurut Sa‘d bin ‘Abdullah Alu Hamid, al-Muqillun
adalah para perawi yang hanya meriwayatkan satu atau dua hadis saja. (Fatawa
Hadithiyyah, 86.)
[43] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan,
al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah, 47.
[44] Ibid.
[45] Ibid., 50.
[46] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Kabir, vol. 16 (t.t.: t.p., t.th.), 250-251.
[47] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Kabir, vol. 2 (t.t.: t.p., t.th.), 244.
[48] Ibid.
[49] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Kabir, vol. 1, 42.
[50] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3 (Damaskus: Dar Ibn Kathir,
2007), 354.
[51] Muhammad
bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub
al-Sunnah al-Musannafah (Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah, 1986), 90.
[52] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat
al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 85.
[53] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Awsat (Kairo: Dar al-Haramayn, 1415 H.)
[54] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.
[55] Abu Jamil al-Hasan al-‘Ilmi, Ummahat
Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda al-Muhaddithin (t.t.: Ma‘had
al-Gharb al-Islami, 2005), 51.
[56] Ibid.
[57] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Saghir,
vol. 1 (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985), 21.
[58] Muhammad
bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub
al-Sunnah al-Musannafah, 90.
[59] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.
[60] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Saghir
(Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985)
[61] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.
[62] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat
al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 106.
[63] Ibid., 108.
[64] Ibid., 106. Abu Jamil al-Hasan
al-‘Ilmi, Ummahat Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda al-Muhaddithin,
53.
[65] Ibid.
[66] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355-356.
[67] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar
A‘lam al-Nubala‘, vol. 33 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 147.
[68] Ibid., 149.
[69] Ibid., 149-150.
[70] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 356.
[71] Muhammad al-Amin bin Muhammad
al-Janki, Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah (Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 43.
[72] Sulayman
bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam
al-Kabir, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.), 1.
[73] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri,
Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350. Lihat juga dalam Muqaddimah
al-Mu‘jam fi Asami Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili, vol. 1 (Madinah:
Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990), 223.
[74] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat
al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 85.
[75]
‘Abd al-‘Aziz bin Salih
al-Luhaydan, al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah,
50.