HOME

06 Agustus, 2023

ADAB BERSIWAK

 


Berikut beberapa adab bersiwak menurut pandangan islam;

·         Mencuci siwak setelah memakainya untuk membersihkan kotoran yang menempel padanya, dalam hadits riwayat A'isyah radhiallahu anha, dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersiwak lalu siwak tersebut diberikan kepadaku untuk dibersihkan, maka aku mencucinya dan bersiwak dengannya. Kemudian aku kembali membersihkannya, baru memberikannya kepada beliau".

·         Terdapat perbedaan ulama tentang dibolehkannya bersiwak menggunakan jari saat kayu siwak tidak ada, yang kuat adalah bersiwak dengan jari tidak termasuk sunnah.

·         Termasuk petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersiwak setelah bangun dari tidur.

·         Termasuk sunnah bersiwak pada setiap shalat.

·         Dari Aisyah radhiallahu anha, dia menceritakan bahwa Abdur Rahman bin Abu Bakr Al-Shiddiq radhiallahu anhu masuk  kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat aku menyandarkan beliau pada dadaku (detik-detik wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), sementara di tangan Abdur Rahman terdapat siwak basah yang dipergunakannya untuk bersiwak, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menolehkan pandangannya kepadanya,  (maka aku mengambil siwak tersebut) dan mengunyahnya serta melembutkannya lalu aku berikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kemudian beliau bersiwak dengannya, dan aku tidak pernah sekali-kali melihat beliau bersiwak dengan cara yang lebih baik dari hari itu. Setelah selesai bersiwak beliau mengangkat tangannya atau jarinya kemudian bersabda: فِي الرَّفِيْقِ اْلأَعْلَى (Pada golongan ornag-orang tertinggi) beliau mengucapkan sebanyak tiga kali. Kemudian beliau meninggal dunia, Siti Aisyah berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal di antara dua tulang selangkaku dan tulang daguku".

    Beberapa hukum yang bisa disimpulkan dari hadits ini:

·         Disunnahkan bersiwak dengan siwak yang basah.

·         Disyari'atkan bagi seseorang untuk bersiwak pada saat berjalan dan bukan perbuatan yang makruh, sebab Abdurrahman bin Abi Bakr menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sementara dia dalam keadaan bersiwak.

·         Dibolehkan membersihkan mulut di hadapan seorang yang alim atau orang yang mempunyai keutamaan.

·         Dianjurkan bagi seseorang untuk menjaga agar dirinya selalu bersiwak.

·         Dianjurkan bagi seseorang yang terlihat pada dirinya tanda-tanda kematian, sementara dirinya sempat dan bisa bersiwak maka hendaklah dia bersiwak untuk mengikuti ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

·         Tidak dilarang bagi seseorang untuk meminta sesuatu dari saudaranya jika dia mengetahui bahwa saudaranya akan memberikan hal tersebut baginya.

·         Kecintaan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan siwak, disebutkan dalam riwayat Al Bukhari bahwa Siti A'isyah berkata: "Maka aku mengetahui bahwa beliau menyukai siwak tersebut, lalu aku bertanya kepada beliau: "Apakah aku mengambilnya untukmu?".

·         Dianjurkan bagi seseorang yang ingin memakai siwak orang lain untuk memanfaatkan bagian yang belum dipergunakan bersiwak.

·         Dianjurkan bagi seseorang yang ingin bersiwak untuk mengharumkan siwaknya dengan air bunga atau wangian lainnya yang boleh dipergunakan pada mulut.

·         Disunnahkan bagi seseorang yang ingin bersiwak pada lidahnya, bersiwak dengan mengikuti arah panjang lidah.

·         Dianjurkan bagi seseorang untuk bersiwak pada saat dia akan melaksanakan shalat, yaitu antara iqomah dan takbiratul Ihrom.

·         Imam Bukhari rahimahullah mengatakan: باب دفع السواك إلى الأكبر "(Bab tentang memberikan siwak kepada orang yang lebih besar), Ibnu Baththal mengatakan: Dari hadits tersebut dapat disimpulkan tentang anjuran mengutamakan orang yang lebih tua dalam bersiwak".[1]

 

38-ADAB TIDUR

·         Mengintrospeksi diri sebelum tidur.

·         Menutup pintu, mematikan api dan lampu sebelum tidur, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

 أَطْـفِئُوا اْلمَصَابِيْحَ بِالَّليْلِ إِذَا رَقَـدْتُمْ وَأَغْـلِقُوْا اْلأَبْوَابَ

"Padamkanlah lampu-lampu pada waktu malam apabila kalian hendak akan tidur dan tutuplah pintu-pintu…"[2]

Alasan dipadamkannya api dan dimatikannya lampu adalah apa yang disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ (اْلفَأْرَةُ) رُبَّمَا جَرَّتْ الْفَتِيْلَةَ فَأَحْرَقَتْ أَهْلَ اْلبَيْتَ

"Karena sesungguhnya hewan kecil yang nakal (tikus) mungkin menarik sumbu lampu hingga membinasakan penghuni rumah".[3]; Di dalam Al-Shahihaini dari Abi Musa radhiallahu anhu menceritakan: Suatu malam sebuah rumah di Madinah terbakar, lalu pada saat terjadi peristiwa tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:      إِنَّ هذِهِ النَّارُ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوْهَا عَنْكُمْ

"Sesungguhnya api ini adalah musuh bagimu, maka apabila kalian tidur maka matikanlah dia darimu".

Adapun menutup pintu sebelum tidur, dijelaskan dalam riwayat Muslim dari hadits Jabir radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

وَأَغْلِقُوْا اْلأَبْوَابَ وَاذْكُرُوْا اسْمَ اللهَ فَإِنَّ الشَّـيْطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَابًا مُغْلَقًا

"Dan tutuplah pintu-pintumu dan sebutlah nama Allah, sesungguhnya setan tidak akan membuka pintu yang tertutup."[4] Imam Nawawi rahimhullah berkata: "Apabila sebab (suatu perintah atau larangan) telah tiada maka maka laranganpun ditiadakan".[5]

·         Menutup bejana-bejana yang terbuka, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

غَطُّوا اْلإِنَاءَ وَأَوْكُوْا السِّقَاءَ فَإِنَّ فِي السَّنَةِ لَيْلَةً يَنْزِلُ فِيْهَا وَبَاءٌ لاَ يَمُرُّ بِإِنَاءٍ لََََيْسَ عَلَيْهِ غِطَاءٌ أَوْ سِقَاءٌ لَيْسَ عَلَيْهِ وِكَاءٌ إِلاَّ نَزَلَ فِيْهِ مِنِ ذلِكَ الْوَبَاءِ

"Tutuplah bejana-bejana, dan ikatlah mulut-mulut ceretmu sebab sesungguhnya di dalam setahun ada suatu malam yang turun padanya penyakit dan tidaklah dia melewati suatu bejana yang tidak ditutup atau mulut ceretan yang tidak diikat kecuali akan dihinggapi oleh penyakit tersebut".[6] Ibnu Muflih berkata: dengan cara menutup bejana atau meletakkan kayu atau lainnya padanya[7], dalm As-Shahihaini dijelaskan:

فَإِذَا ذَهَبَتْ سَاعَةٌ مِنَ الْعِشَاءِ فَخَلُّوْهُمْ وَأَغْلِـقِ بَابَكَ وَاذْكُرِاسْمَ اللهِ  وَأَطْفِئِ مصَابِحَكَ وَاذْكُـرِاسْمَ اللهِ وَأَوْكِ سِقَاءَكَ وَاذْكُـرِ اسْمَ اللهِ وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ وَاذْكُـرِ اسْمَ اللهِ وَلَوْ أَنْ تَعْرِضَ عَلَيْهِ شَيْئًا

"Apabila saat isya' telah berlalu maka biarkanlah mereka (anak-anakmu) dan tutuplah pintu-pintumu, dan sebutlah nama Allah, padamkanlah lampu-lampumu dan sebutlah nama Allah, ikatlah mulut-mulut ceretmu dan sebutlah nama Allah, tutuplah bejana-bejanamu dan sebutlah nama Allah, sekalipun dengan meletakkan sesuatu di atasnya".[8]

·         Dianjurkan berwudhu' sebelum tidur, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجِعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ....

"Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah engkau berwudhu' seperti wudhu'mu untuk shalat…".[9]

·         Di antara petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah menggerak-gerakkan alas tidur sebelum tidur, berdasarkan hadits Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلىَ فِرَاشِهِ فَلْيَنْفضْ فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي مَا خَلَّفَهُ عَلَيْهِ...

"Apabila salah seorang di antara kalian ingin tidur di atas kasurnya maka hendaklah dia menggerak-gerakkan (membersihkan) kasurnya bagian dalam sarungnya sebab dia tidak mengetahui apa yang ditinggalkan di belakangnya…". Dalam suatu riwayat disebutkan: إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ فِرَاشَهُ فَلْيَنْفُضْ بعنفة ثَوْبِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ...

"Apabila salah seorang di antara kalian mendatangi tempat tidurnya maka hendaklah dia menggerak-gerakkan ujung kainnya tiga kali..". Dan dalam riwayat Muslim disebutkan:

فَلْيَأْخُـذْ إِزَارَهُ فَلْيَنْفُضْ بِهَا فِرَاشَهُ وَلْيُسَمِّ اللهَ فَإِنَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا خَلْفَهُ بَعْدُ عَلىَ فِرَاشِهِ

"Maka hendaklah dia mengambil kainnya dan hendaklah dia membersihkan tempat tidurnya dengannya dan hendaklah dia menyebut nama Allah sebab dia tidak mengetahui apa yang ada di belakang kasurnya".[10]

·         Berbaring di atas bagian tubuh yang sebelah kanan, dan meletakkan pipi di atas tangan yang sebelah kanan[11] Berdasarkan hadits riwayat Al-Barro' bin Azib radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجِعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ  ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلىَ شَقِّكَ اْلأَيْمَنِ...

"Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu maka hendaklah berwudhu' seperti wudhu'mu untuk shalat lalu berbaringlah di atas baigan tubuhmu yang sebelah kanan".[12]

·         Membaca wirid-wirid yang sudah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, seperti: ayat kursi, surat Al-Ikhlash, dan Al-Mu'awwidzataini (Al-Falaq dan Al-Nas) lalu meniup padanya, membaca surat Al-Kafirun, lalu membaca sebagian do'a dan zikir…)

·         Dimakruhkan tidur sendiri.

·         Mencuci tangan setelah makan pada saat akan tidur.

·         Berzikir kepada Allah pada saat bermimpi buruk dan tidak bisa tidur, seperti berdo'a dengan mengucapkan:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَشَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ

"Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari murkaNya dan kejahatan hambaNya dan dari tipu daya setan serta mereka hadir di sisiku".[13]

·         Dimakruhkan tidur dengan posisi terlungkup di atas wajah, berdasarkan hadits riwayat Abu Dzar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melewati Abu Dzar dan beliau mendapatkannya tidur terlungkup di atas wajahnya, maka beliau menggerak-gerakkannya dengan kaki beliau lalu berkata: Wahai Junaidib: Ini adalah bentuk tidur penghuni neraka".[14]

·         Dimakruhkan tidur di atas rumah yang tidak bertembok, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ بَاتَ فَوْقَ إِجَارٍ أَوْ فَوْقَ بَيْتٍ لَيْسَ حَوْلَهُ شَئٌ يَرُدُّ رِجْلَهُ فَقَدْ بَرِئْتُ مِنْهُ الذِّمَّةَ...

"Barangsiapa yang tidur di atas atap rumah yang tidak memiliki tembok atau atap rumah yang tidak mempunyai pembatas apapun untuk mematasi kakinya maka jaminan telah terlepas atas dirinya…".[15]

·         Lebih utama bagi seseorang agar tidak tidur setelah fajar, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

 اَللهُـمَّ بَارِكْ ِلأُمَّـتِي فِي بُكُـوْرِهِـم "Ya Allah berikanlah berkah bagi umatku pada waktu pagi mereka".[16]

·         Hadits yang menjelaskan bahwa "Nabi shallallahu alaihi wa sallam memakai celak mata sebelum tidur pada malam hari",[17] adalah hadits yang lemah.

·         Sudah dikenal dalam riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidur pada awal malam menghidupkan akhir malam.[18]

·         Dari Mu'adz bin Jabal bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيْتُ عَلىَ ذِكْرٍ طَاهِرًا فَيَتَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلَ اللهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللهُ

"Tidaklah seorang muslim tidur malam dengan berzikir dan bersuci lalu bangun pada waktu malamnya, kemudian meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat kecuali Allah akan mengabulkan permohonannya".[19]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] Fathul Bari, Ibnu Hajar 1/357.

[2] HR. Al-Bukahri no: 6296, Muslim no: 2012.

[3] Fatul Bari 11/89

[4] HR. Muslim no: 2012

[5] Syarah Muslim 13/156, no: 2015.

[6] HR. Muslim no: 5223.

[7] Al-Adabus Syar'iyah 3/238, dan hikmah meletakkan kayu di atasnya adalah-wallahu a'alam- untuk membiasakan menutupnya dan tidak melupakannya, atau sebab untuk mencegah hewan melata yang lewat di sekitarnya, dan tindakan ini dikerjakan baik pada waktu malam atau siang. Al-Adabus Syar'iyah 3/242. 

[8] HR. Bukhari no: 5623, Hr. Muslim no: 2710.

[9] HR. Bukahri no: 247, Muslim no: 2710

[10] Kesimpulan yang dapat diambil dari hadits tersebut:

·         Disunnahkan menggerak-gerakkan alas tidur seblum tidur.

·         Digerakkan tiga kali.

·         Membaca bismillah saat menggerakkannya.

Dan orang yang berdiri meninggalkan alas tidurnya lalu kembali datang maka dianjurkan menggerakkannya kembali.

[11] Tidur di atas bagian tibuh yang sebelah kanan mempunyai manfaat, yaitu: Membuat seseorang lebih cepat terjaga sebab hati tergantung dengan arah sebelah kanan maka dia tidak menjadi berat karena tidur.

[12] HR. Bukhari no: 6320, Muslim no: 2714.

[13] HR. Abu Dawud no: 3893 dan dihasankan oleh Albani.

[14] HR. Ibnu Majah no: 3724 dan dishahihkan oleh Albani no: 905

[15] HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no: 1192 dan dishahihkan oleh Albani no: 908.

[16] HR. Abu Dawud no: 2606, dishahihkan oleh Albani no: 1300.

[17] Dhaif, dilemahkan oleh Albani dalam Silsilatud Dhaifah no: 2454.

[18] HR. Ahmad, Al-Syaikhani dan Ibnu Majah.

[19] HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Albani dalam kitab Al-Misykat no: 1215 dan Shahih Abu Dawud no: 4216.

ADAB BUANG HAJAT

 


Berikut beberapa adab ketika buang hajat menurut islam;

·         Menjauhi tiga tempat yang terlarang, yaitu seperti dijelaskan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah sabdanya:

اِجْتَنِبُوْا الْمَلاَعِنَ الثَّلاَثَ: البِرَازُ فِي اْلمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيْقِ وَالظِّلِّ

"Jauhilah tiga tempat yang dilaknat, yaitu berak di sumber mata air, di jalanan dan di bawah tempat orang bernaung".[1]Diqiyaskan kepada tempat tersebut tempat yang dimanfaatkan oleh orang untuk berjemur diri pada musim dingin.

·         Dilarang kencing di tempat yang tergenang berdasarkan hadits:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَالَ فِي اْلمَاءِ الرَّاكِدِ

"Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang kencing pada air yang tergenang".([2])([3])

·         Jika seseorang ingin membuang hajatnya pada tempat yang lapang maka hendaklah dia menjauh, seperti yang diterangkan dalam hadits riwayat Mugiroh bin Syu'bah dalam Al-Shahihaini, dia menceritakan bahwa beliau menjauh sampai tertutup dariku lalu membuang hajatnya".[4] Yaitu Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

·         Tidak mengangkat pakaian sampai dirinya mendekat di bumi[5]; sehingga auratnya tidak terbuka, dan hal ini termasuk adab Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagiamana yang disebutkan oleh Anas radhiallahu anhu.[6]

·         Dimakruhkan memasuki tempat membuang air dengan membawa sesuatu yang bertuliskan zikir kepada Allah.[7]

·         Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air pada tempat yang lapang, dan diperbolehkan pada wc yang berbentuk bangunan, berdasarkan hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

إَذَا أَتَى أَحَدُكُمُ اْلغَائِطَ فَلاَ يَسْتَقْبٍلُ اْلقِبْلَةَ وَلاَ يُوَلِّهَا ظَهْرَهُ شَرِّقُوْا أَوْ غَرِّبُوْا

"Apabila salah seorang di antara kalian ingin berak maka janganlah dia menghadap kiblat dan membelakanginya menghadaplah ke timur atau ke barat".[8]

·         Disunnahkan untuk masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan,[9] masuk wc dengan membaca: بِسْمِ اللهِ dan disunnahkan juga untuk membaca: أَعُوْذُ بِااللهِ مِنَ الْخُبُثِ وَاْلخَبَائِث    "Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan jin jin laki-laki dan perempuan".[10] Dan saat keluar dari wc dianjurkan membaca: غُفْرَانَكَ (Ya Allah ampunilah aku).[11] Dianjurkan untuk mengerjakan adab ini sekalipun di tengah padang pasir, pada saat dia ingin duduk membuang hajatnya dianjurkan membaca do'a masuk dan apabila telah selesai dianjurkan membaca do'a keluar wc.[12]

·         Menutup diri saat membuang hajat, seperti yang dijelaskan di dalam hadits riwayat Al-Mugiroh bin Syu'bah di dalam Al-Shahihaini, dia menceritakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam shallallahu alaihi wa sallam menjauh sampai tertutup dariku lalu membuang hajatnya".[13]

·         Dibolehkan kencing dengan berdiri[14] dan duduk. Kebolehan kencing secara berdiri harus memenuhi dua syarat[15], yaitu: 1-Aman dari jipratan kencing.   2-Aman dari pandangan orang lain.

·         Dilarang memegang kemaluan dengan tangan kanan saat kencing, sebagaimana diriwayatkan oleh Au Qotadah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

(إِذَا بَالَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَأْخُذْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يَسْتَنْجِي بِيَمِيْنِهِ وَلاَ يَتَنَفَّسَ فِي اْلإِنَاءِ) وعند مسلم وغيره (لاَ يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ بِيَمِيْنِهِ وَهُوَ يَبُوْلُ وَلاَ يَتَمَسَّحُ مِنَ اْلخَلاَءِ بِيَمِيْنِهِ...)

(Apabila salah seorang di antara kalian kencing, maka janganlah dia memegang zakarnya dengan tangan kanannya, dan tidak pula dia beristinja' dengan tangan kanannya serta tidak boleh bernafas (saat minum) di dalam bejana) dalam riwayat yang lain disebutkan (Janganlah salah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya pada saat dia sedang kencing dan tidak pula membersihkan kotorannya dengan tangan kanannya…).[16]

·         Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang mengisap) sesudah membuang hajat.

·         Dilarang membersihkan kotoran dengan tulang dan kotoran, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu pada saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadanya:    أَبْغِنَي أَحْجَارًا أَسْتَنْفِضُ بِهَا وَلاَ تَأْتِنِي بِعَظْمٍ وَلاَ رَوْثَة   ٍ

"Berikanlah kepadaku beberapa batu untuk membersihkan kotoranku dan janganlah membawa kepadaku tulang dan kotoran". Aku bertanya: "Mengapa tidak memakai tulang dan kotoran?. Maka Rasulullah menjawab:

هُمَا مِنْ طَعَامِ اْلجِـنِّ وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِ نَصِيْبِيْنَ-وَنِعْمَ اْلجِـنِّ-فَسَأَلُوْنِي الـزَّادَ فَدَعَـوْتُ اللهَ لَهُـمْ أَنْ لاَ يَمُـرُّوا بِعِظْمٍ وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلاَّ وَجَـدُوْا عَلَيْهَا طَعَامًا

"Keduanya (tulang dan kotoran hewan) adalah makanan jin, sebab telah datang kepadaku utusan jin Nashibin- jin yang baik sekali- meminta kepadaku jenis bekal yang boleh mereka makan, maka aku berdo'a kepada Allah untuk mereka agar tidak mendapatkan tulang dan kotoran kecuali makanan mereka ada padanya".[17] Begitu juga dilarang membersihkan kotoran dengan tulang anak adam.

·         Membersihkan kotoran memakai batu dengan jumlah yang ganjil, minimal mengusap tempat kotoran sejumlah tiga kali, seperti yang dijelaskan dalam hadis Salman radhiallahu anhu, dia berkata:  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang beristinja' dengan memaki batu yang kurang dari tiga buah".[18]

·         Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan riwayat bahwa seorang lelaki lewat di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu dia mengucapkan salam kepadanya namun beliau tidak menjawab salamnya".[19] Dan pada saat itu beliau sedang membuang hajatnya, dan beliau tidak menjawab sapaan seseorang kecuali yang penting, seperti meminta air atau yang lainnya…

·       Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu riwayat yang menyebutkan bahwa apabila Nabi shallallahu alaihi wa sallam masuk wc maka aku membawakan baginya sebuah bejana atau timba berisi air untuk beristinja' dengannya. Abu Dawud berkata dalam hadits riwayat Waqi' "kemudian beliau mengusapkan tangannya pada tanah"- orang yang meriwayatkan hadits berkata-kemudian aku membawa bejana lain baginya, maka beliau berwudhu' dengannya.[20]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] HR. Abu Dawud no: 26, Al-Bani mengatkan hadits ini shahih.

[2] HR. Muslim no: 281

[3] Fatwa syekh Abdul Aziz bin Baz rahimhullah begitu juga tidak diperbolehkan kencing pada sumur, begitu juga pada bak mandi yang lubang alirannya tertutup, sebab hukumnya sama seperti air yang tergenang, namun jika pada lubang yang aliran airnya dibuka maka dia sama dengan air yang mengalir maka dibolehkan kencing padanya.

[4] HR. Bukhari:1/137, Muslim 1/230

[5] Zadul Ma'ad 1/174.

[6] HR. Abu Dawud dan Turmudzi.

[7] Dalilnya adalah hadits Anas radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam apabila memasuki wc maka beliau meletakkan cincinnya. HR. Abu Dawud no:19, Al-Turmudzi no: 1746, Al-Nasa'I no: 8/178, Ibnu Majah 1/110, Al-Hakim 1/187, Al-Baihaqi 1/95. Dan hadits ini dilemahkan oleh Ibnul Qoyyim di dalam kitab Tahzibus Sunan 1/26-31, dan lihatlah Talkhisul Habir 1/108, dan ini tidak termasuk zikir yang telah dikenal sekalipun tulisan: (محمد رسول الله)  adalah bagian syahadataini namun tidak seperti tasbih dan tahlil, oleh karenanya mereka yang menshahihkan hadits ini seperti Al-Turmudzi dan Al-Hakim atau mengatakan bahwa hadits ini hasan, berkata bahwa hukumnya adalah makruh membawa sesuatu yang bertuliskan zikir. Dan barangsiapa yang mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih, maka dia berpendapat tidak makruh membawanya, tetapi yang lebih afdhal agar seseorang tidak membawanya masuk, lain dengan mushaf tidak dianjurkan untuk membawanya masuk (Al-Syarhul Mumti' 1/60)

[8] HR. Bukhari no: 144.

[9] Masalah ini bisa dijadikan sebagai qiyas, di mana mendahulukan yang kanan untuk perkara-perkara yang dimuliakan dan mendahulukan yang kiri untuk sebaliknya (Syarhul Mumti' 1/81).

[10] HR. Bukahri 1/67, Muslim 1/283.

[11] HR. Imam Ahmad 6/155, dan yang lainnya.

[12] Barangsiapa yang lupa membaca do'a, sementara dia telah berada di dalam wc kemudian mengingatnya, apakah yang mesti lakukan? Ibnu Hajar rahimhullah berkata: Hendaklah dia berlindung kepada Allah dengan hatinya, bukan dengan lisannya.

[13] HR. Bukhari:1/137, Muslim 1/230

[14] Seperti yang diriwayatkan oleh Huzaifah radhiallahu anhu bahwa dia menceritakan: Aku dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin kencing maka beliau menjauh sampai mendatangi tempat membuang sampah suatu kaum, di belakang sebuah tembok maka beliau berdiri sebagaimana berdirinya salah seorang di antara kalian maka beliau kencing maka akupun menjauh darinya, lalu beliau memberikan isyarat kepadaku untuk mendatanginya, maka akupun datang kepadanya lalu berdiri dibelakangnya sampai beliau selesai kencing. HR. Bukhari no: 225, Muslim no: 273, dan Ibnul Qoyyim menyebutkan alasan kenapa Nabi shallallahu alaihi wa sallam kencing secara berdiri, yaitu agar terhindar dan tidak terkena jipratan kencing sebab beliau mengerjakan hal ini ketika mendatangi tembok tempat membuang sampah suatu kaum….(Zadul Ma'ad 1/43).

Adapun hadits A'isyah radhiallahu anha yang mengatakan: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kencing dengan berdiri maka janganlah engkau mempercayainya, beliau tidak pernah kencing kecuali dengan cara duduk". HR. Al-Nasa'I no: 29, dan dishahihkan oleh Al-Bani diartikan sebagai kebiasaan yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan lembaga tetap bagian riset dan fatwa Saudi Arabia memfatwakan bahwa jika seseorang kencing secara berdiri tanpa hajat yang menuntut, maka dia tidak berdosa namun dia telah menyalahi adab yang lebih baik dan yang paling sering dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

[15] Dikatakan oleh Ibnu Utsaimin rahimhullah ta'ala dalam Syarhul Mumti' 1/92.

[16] HR. Bukhari no: 153, Muslim no: 267.

[17] HR. Bukahri dalam bab Al-Manaqib no: 3860.

[18] HR. Muslim 1/223.

[19] HR. Muslim no:370.

[20] Shahih Abu Dawud, dihasankan oleh Albani no: 312.

Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat

  Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat dan Makhluk Ghaib PEMBAHASAN 1.        Malaikat Pengertia...