HOME

09 Maret, 2023

HADIS-HADIS TENTANG ETIKA BISNIS DALAM ISLAM

 

BAB I

PEDAHULUAN 

A.    Latar Belakang Masalah

      Pasar mendapat kedudukan yang penting dalam perekonomian islam. Rasulullah SAW. Sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil.  Oleh karena itu, islam melaksanakan adanya moralitas, seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi nilai-nilai moralitas tersebut dalam pasar merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku pasar. Bagi seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan refleksi dan keimanannya kepada Allah SWT., Bahkan Rasulullah SAW. Memerankan dirinya sebagai muhtasib dipasar. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan yang tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas.

      Pada masa Rasulullah nilai-nilai moralitas sangat diperhatikan dalam kehidupan pasar. Bahkan, sampai pada masa awal kerasulannya, beliau adalah seorang pelaku pasar yang aktif, dan kemudian menjadi seorang pengawas pasar yang cermat sampai akhir hayatnya.Beliau telah memulai pengalaman dagangnya sejak usia 12 tahun, yaitu ketika diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Negeri Syam. Kemudian, sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, beliau kembali berdagang,baik berdagang dengan modal sendiri atau bekerja sama dengan orang lain. Orang yang diajak bekerja sama adalah Khadijah yang kelak menjadi istrinya . Bahkan setelah berkeluarga pun beliau tetap berdagang dipasar-pasar lokal sekitar Mekkah. Nabi Muhmmad adalah seorang yang pedangang yang profeisonal dan jujur, sehingga beliau mendapat gelar Al-AMIN dari Arab. Setelah beliau diangkat menjadi Rasul, kegiatan pasar memang tidak seaktif sebelumnya. Karena tantangan dakwah lebih berat, tetapi perhatian beliau terhadap pasar tidak berkurang. Bahkan ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, peran beliau banyak ke pasar menjadi mutasabih.

      Dengan peran ini beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah agar tetap berlangsung secara islami. Dari hal-hal yang dilakukan Rasulullah itu dapat dipahami bahwa pasar merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi. Artinya tidak ada seseorang pun secara individual yang dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar merupakan kegiatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis ?

2.      Apa saja Tujuan Bisnis Islam ?

3.      Bagaimana Etika Bisnis dalam Islam ?

4.      Apa saja Praktek Bisnis Yang Dibolehkan ?

5.      Apa saja Praktek Bisnis yang di Haramkan ?

 

C.    Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan sebagai berikut:

1.  Mampu mengetahui Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis.

2.  Mampu mengetahui Tujuan Bisnis Islam.

3.  Mampu mengetahui Etika Bisnis dalam Islam.

4.  Mampu mengetahui Praktek Bisnis Yang Dibolehkan.

5.  Mampu mengetahui Praktek Bisnis yang di Haramkan.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis

Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada tingkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Sementara Anorage dan Attner mendefinisikan bisnis sebagai aktivitas jual beli barang dan jasa.

Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.

Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis, kadang menunjuk pada etika menejemen atau etika organisasi, yang secara sederhana membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi

Dalam Islam, istilah paling dekat berhubungan dengan istilah etika di dalam al-Qur’an adalah khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan sejumlah Istilah lain untuk menggambarkan konseptentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan daan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan).

 

B.     Tujuan Bisnis Islam

Bisnis dapat didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Ada yang mengartikan, bisnis sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktifitas produksi dan distribusi atau penjualan barang dan jasa-jasa yang di inginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit (keuntungan). Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat di indera) sedang jasa adalah aktifitas-aktifitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.[2]

     Pelaku bisnis akan melakukan aktifitas bisnisnya dalam bentuk;

1.         Memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa

2.         Mencari keuntungan

3.         Mencoba memuaskan keinginan konsumen.

 

Islam memutuskan setiap muslim mempunyai tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu pokok yang memungkinkan manusia mencari nafkah. Allah melapangkan bumi dan sisi-Nya dengan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki, antara lain firman Allah SWT surah al-Mulk ayat: 15

Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya”.

Di samping ajaran untuk mencari rezeki, islam sangat  menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi peroleh maupun pendayagunanya (pengolahan dan pembelajaran). Sebagaimana hadis Nabi saw. Bahwa: “Kedua telapak kaki anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak sebelum ditanya kepadanya lima perkara: tentang umurnya, apa yang dilakukannya, tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya, tentang hartanya, darimana memperoleh dan untuk apa di belanjakannya dan tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan tentang ilmunya.

Firman Allah selanjutnya dan berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung “. Yakni ketika kalian sedang melakukan jual beli , dan ada saat kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah kesibukan dunia melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Oleh karena itu di dalam hadits disebut

مّنْ دَخَلَ سُوْقًا مِنَ اْلآَسْوَاقِ فقال: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُتِبَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ.

Artinya: “ Barangsiapa masuk ke salah satu pasar, kemudian dia mengucapkan: “ Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu, “ maka Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya sejuta keburukan.”

Bila kita hubungkan dengan aspek ekonomi ayat ini menerangkan tenteng etika berdagang yang baik, bagaimana seharusnya berdagang menurut dalam konteks keislaman yaitu dimulai dengan membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika berdagang dengan selalu mengingat Allah SWT, selalu merasa bahwa kita selalu diawasi oleh Allah, tidak ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan Allah SWT karena Allah maha melihat dan maha mengetahui apa yang kita berbuat.[3]

Dari penjelasan di atas, bisnis Islam dapat di artikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya, namun di batasi dengan cara memperoleh dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram).

Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu sebagai berikut:

1.    Target hasil, Profit Materi, dan Benefit Nonmateri

Tujuan bisnis tidak selalu untuk mencapai profit (nilai materi), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri, baik bagi si pelaku bisnis sebdiri maupun pada lingkungan yang lebih luas.

2.    Pertumbuhan

Jika profit materi dan benefit nonmateri telah diraih maka diupayakan pertumbuhan atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syarat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, sering dengan perluasan pasar dan peningkatan inovasi agar bisa menghasilkan produk baru.

3.    Keberlangsungan

Mencapai target dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya dalam kurun waktunya yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor syariat Islam.

4.    Keberkahan

Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho Allah , merupakan pucuk kebahagian hidup muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu berada dalam kendali Syariat Islam.[4]

 

C.    Etika Bisnis dalam Islam

Bisnis merupakan aktivitas yang sangat di anjurkan dalam ajaran Islam. bahkan Rosulullah saw., telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang.artinya, melalui jalan berdagang inilah pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka, sehingga harunia Allah SWT terpancar daripadanya, jual beli merupakan sesuatu yang diperolehkan. Menurut Hadits etika bisnis islami ada 4 yaitu:

1.      Jujur

Berbisnis atau berdagang adalah sarana untuk membuka pintu rizki yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bisnis juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama islam (berdakwah), jika kita melakukan bisnis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang lebih spesifik terkait dengan etika dalam berbisnis (berdagang) seperti dalam Hadits berikut:

اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ( متّفق عليه

Artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).

Hadits di atas menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam berbisnis yang dicari bukan hanya profit saja melainkan menyertakan keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan maka hidup kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup yang sejahtera.

 

2.      Amanah

عن عبد الله ابن عمر رضي الله عنهقال رسول الله صلى الله عليه وسلّمالتَّا جِرُ اْلاَمِيْنُ الصَّدُوْقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِوَفِيْ رِوَايَةٍمع النَّبِيِّنَ وَالصِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِيَوْمَ اْلقِيَا مَةِ (رواه إبن ماجه و الدارقطني و غير هم

Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”

3.      Murah hati

“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).

Dari hadits diatas termasuk etika bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan sikap murah hati kita dapat menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa dihargai, merasa dihormati, merasa nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis dan komunikasi yang baik.

4.      Tidak melupakan akhirat

سَيَأ تِيْ عَلَى أُمَّتِيْ زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَيُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَةَوَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ وَيَنْسَوْنَ اْلمَوْتَوَيُحِبُّوْنَ اْلقُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَوَيُحِبُّوْنَ اْلمَالَ وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَوَيُحِبُّوْنَاْلخَلْقَ وَيَنْسَوْنَاْلخَا لِقِ.

Artinya: “ Akan datang kepada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula.

1.      Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat,

2.      Meraka mencintai kehidupan dan melupakan kematian,

3.      Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kuburan,

4.      Mereka mencintai harta mbenda dan melupakan hisab di akhirat,

5.      Mereka mencintai mahluk dan melupakan khaliqnya.[5]

     Berdagang adalah hal duniawi dalam agama kita mencari dunia bukanlah dilarang, namun perlu pembatasan agar dalam hidup kita sselalu ingat tujuan kita diciptakan, yaitu selalu beribadah pada Allah dan ingat kepadanya dimanapun dan kapan pun.

     Ayat diatas dapat dikolaborasikan dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan dalam paper yaitu antara Al-qur’an dan hadits mempunya keterkaitan yaitu sama-sama menerangkan tentang etika berbisnis islami dalam surat al-Jumu’ah: 10 menerangkan konsep perdagangan yang baik adalah selalu ingat pada Allah SWT jangan sampai hati kita gantung pada pada perkara duniawi. Sedangkan pada Hadits-haditsnya etika bisnis islami adalah jujur, amanah, murah hati, selalu ingat akhirat. Jadi hadits-hadits di atas melengkapi ayat al-Qur’an surat jumuah : 10. Dan antar mengingat Allah dan mengingat akhirat hakikatnya adalah sama dengan mengingat akhirat maka menjadikan kita ingat pada Allah sang maha kuasa.

 

D.    Praktek Bisnis Yang Dibolehkan

Islam hanya mencantumkan hal-hal yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadis Rosulullah saw. Ada beberapa bisnis yang diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlak dan bukan berarti mengabaikan profesi atau bisnis lainnya yang belum ada zaman Rosulullah. Beberapa kegiatan ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam Hadis:[6]

1.      Kegiataan perdagangan

2.      Kegiatan pertanian berkebun

3.      Peternakan/mengembala

Daftar ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurkan atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti yang dikemukakan di atas, semuanya boleh.

 

E.     Praktek Bisnis yang di Haramkan

Beberapa praktek bisnis yang dilarang dalam al-Qur’an dan Hadis  dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Melaksanakan sistem ekonomi ribawi

2.      Mengambil hak dan harta orang secara batil

3.      Kecurangan mengurangi timbangan/takaran

4.      Menipu atau mengurangi kualitas

5.      Memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat.

6.      Melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi

7.      Berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar)

8.      Melakukan berbagai bentuk penipuan

9.      Menimbun barang untuk mengambil keuntungan

10.  Melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.

Secara khusus, hal-hal yang dilarang dalam jual beli dapat dikemukakan sebagai berikut:

1.      Larangan menjal/membeli barang yang tidak dapat di hitung pada waktu penyerahan secara syara’ dan rasa. Jual beli tersebut sama dengan gharar (penipuan). Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad dari Ibn Mas’ud r.a. “janganlah kalian membeli ikan yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu penipuan”.

2.      Jual beli mudhtar (terpaksa)

Orang yang menjual barangnya dengan harga di bawah standar karena terpaksa (untuk mencukupi kebutuhannya), maka jual beli itu tidak sampai dilarang, hanya makruh. Orang yang seperti ini di syariatkan di bantu dan diberikan qiradah (pinjaman lanak) sehingga ia terbebas dari belanggu kesulitan yang menimpanya. Dalam sebuah atsar, perkataan Ali r.a. “akan datang suatu masa, sebagai orang beruang menggigit apa yang ada di tangannya, suatu perbuatan yang takpernah diperintahkan.”

3.      Larangan banyak bersumpah dalam berbisnis/jual beli. Sabda Rosulullah saw. Diriwayatka oleh Imam Bukhori dari Abu Huraira , “sumpah itu melariskan barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan”.

4.      Larangan jual beli di Masjid. Imam abu Hanifah, Imam malik, dan Imam Syafi’i membolehkan jual beli di masjid, tetapi memakruhkannya. Namun Imam ahmad mengharamkannya. Hadis Rasulullah saw, “jika kamu melihat orang yang berjual beli di masjid maka katakanlah: semoga Allah tidak akan memberikan untung dari pedagangya”.

5.      Larangan menimbun barang hingga harga meningkat

Berikut hadis tentang larangan menimbun barang:

a.       HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Muslim dari Muammar , “ siapa yang melakukan penimbunan, ia dianggap bersalah”.

b.      “sejelek-jeleknya hamba adalah si penimbunan. Jika ia mendengar barang murah itu murka, dan jika barng menjadi mahal ia bergembira”.

c.       HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Umar, “orang-orang jalib (orang yang menawarkan barang yang menjualnya dengan harga ringan) itu diberi rizki dan penimbunan dilaknat.[7]


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu.

Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu target hasil, profit materi, dan benefit nonmateri, pertumbuhan, keberlangsungan, dan keberkahan. Sedangkan beretikan dalam berbisnis yaitu dengan jujur, dapat dipercaya, murah hati, dan tidak melupakan akhirat.

Adapun bisnis yang ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam hadis:

1. kegiataan perdagangan

2. kegiatan pertanian berkebun

3. peternakan/mengembala

Sedangkan bisnis yang dilarang dalam Islam ialah melaksanakan sistem ekonomi ribawi, mengambil hak dan harta orang secara batil, kecurangan mengurangi timbangan/takaran, menipu atau mengurangi kualitas, memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat, melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi, berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar), melakukan berbagai bentuk penipuan, menimbun barang untuk mengambil keuntungan, melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat, melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.

 

DAFTAR PUSTAKA

Al Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Yogyakarta: Pustaka Sahifa.

Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Rival, Veithzal, dkk. 2012. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . Jakarta: PT Bumi Aksara.


BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:


[1] Muhammad. Etika Bisnis Islam. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2004). Hlm. 37.

[2] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012) Hlm. 11-12

[3] Al Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Pustaka Sahifa. Yogyakarta

[4] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012). Hlm. 13-14

[5] Ibid. Hlm.16

[6] Sofyan S Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2011). Hlm. 136

[7] Ibid, hlm. 137

 

HADIS TENTANG NILAI DASAR EKONOMI DAN MOTIVASI EKONOMI

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

Dasar ilmu ekonomi telah diletakkan landasannya oleh Adam Smith sejak tahun 1776, kemudian berkembang menjadi konsep hukum pasar dalam sistem ekonomi kapitalis. Konsep hukum pasar terkenal dengan teorinya “Bukan karena kemurahan hati tukang daging, tukang pembuat bir atau tukang roti dapat makan, akan tetapi karena mareka memperhatikan kepentingan mareka sendiri. Kita berbicara bukan karena rasa kemanusiaan, melainkan karena cinta mareka kepada mareka sendiri dan janganlah sekali-kali berbicara tentang keperluan-keperluan kita, melainkan tentang keuntungan-keuntungan mareka”. Ilmu ekonomi kapitalis dan ilmu ekonomi sosialis, memisahkan diri dari filsafat etika dan kepentigan dari nilai-nilai moral. Azas ekonomi kapitalis didasarkan pada laissez faire (bebas, liberal), sedangkan azas ekonomi sosialis didasarkan pada konsep pertentangan kelas. Arus kehidupan yang terbentuk akibat dari sistem ekonomi di atas, telah mengikis nilai-nilai gotong royong, musyawarah, tolong-menolong dan kebersamaan dalam bingkai religius, sehingga mengakibatkan lahirnya kemiski-nan di tengah kemakmuran yang kondisi ini dapat bertentangan dengn nilai-nilai moral dan agama, bahkan sangat menyimpang dari garis panduan Islam.

Jika kita mencoba menampilkan sistem ekonomi dalam pandangan ideologi kapitalisme, kita akan menemukan bahwa ekonomi dalam pandangan mereka adalah sistem yang membahas tentang kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia beserta alat-alat pemuasnya (goods). Ekonomi mereka sesungguhnya hanya membahas aspek material (kebendaan) dari kehidupan manusia.

 

BAB II

PEMBAHASAN 

A.        Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam menimbulkan ber-bagai kesan yang beragam, bagi sebagian kalangan, kata Islam memposisikan ekonomi Islam pada tempat yang sangat ekslusif sehingga menghilangkan nilai kefitraannyan sebagai tatanan bagi semua manusia. Bagi sebagian lainnya, ekonomi Islam digambarkan sebagai ekonomi hasil racikan antara aliran kapitalis dan sosialis, sehingga ciri khas khusus yang dimiliki oleh ekonomi Islam itu sendiri hilang, padahal yang sesungguhnya ekonomi Islam. adalah satu sistem yang mencerminkan fitrah dan ciri khasnya sekaligus.[1]

Dalam ilmu ekonomi modern masalah pilihan ini sangat tergantung pada macam-macam tingkah masing-masing individu. Mereka mungkin tidak memperhitungkan persyaratan-persyaratan masyarakat. Namun dalam ilmu ekonomi Islam, kita tidaklah berada dalam kedudukan untuk mendis-tribusikan sumber-sumber semau kita. Dalam hal ini ada pembatasan yang serius berdasarkan ketetapan Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunnah atas tenaga individu.[2]

 

1.      Hadits tentang Nilai Dasar Ekonomi Islam

Nilai-nilai dasar ekonomi antara lain dijelaskan dalam Hadits Nabi yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudzri, yaitu:

عَنْ اَبِىْ سَعِيْدٍ الْخُذْرِيْ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْقُ مَعَ النَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ (رَوَاهُ التُرْمُذِيْ) وَفِى رِوَايَةِ اَحْمَدَ قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ: اّلتَاجِرُالصَدُوْقُ اْلاَمِيْنُ مَعَالنَبِيِيْنَ وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Dari Abu Sa’id al-Khudzri r.a. katanya, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pedagang yang terpercaya, jujur akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin, dan syuhada.” (HR. al-Tirmidzi). Dalam riwayat Ahmad, Rasulullah SAW bersabda, “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama dengan para Nabi, para siddiqin, dan para syuhada pada hari Kiamat”. (HR. Ahmad).

2.      Makna Mufrodat

Pada lafaz  اَلتَاجِرُالْاَ مِيْنُ الصَدُوْق yang bermakna pedagang yang terpercaya, jujur.  وَالصِدِّيْقِيْنَ وَالشُهَدَاءِ yang dimaksud adalah orang-orang yang jujur dan orang –orang yang mati syahid. يَوْمَ الْقِيَامَةِ  yang bermakna hari kiamat.

Hadits diatas menjelaskan tentang pedagang, pebisnis, atau pengusaha yang jujur lagi terpercaya nanti pada hari kiamat akan bersama dengan para nabi, para shiddiqin (orang-orang yang jujur) dan syuhada (orang-orang yang mati syahid).[3]

 

3.    Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam

Menurut Adiwarman Karim, ada lima nilai dasar (universal) ekonomi Islam untuk menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam.[4]

a.        Ketuhanan (Keimanan/Tauhid)

Konsep ketuhanan dalam ajaran Islam ada dua, yaitu tauhid rububiyyah (berkenaan dengan Allah sebagai Tuhan, pencipta dan pengatur alam semesta) dan tauhid uluhiyyah (mengesakan Allah, tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya).

1.    Kepemilikan (ownership)

Islam menyatakan bahwa pemilik mutlak sumber-sumber ekonomi hanyalah Allah, Dia-lah pemilik segala yang ada di langit dan di bumi. Allah berfirman:

لِلَّهِ مَا فِى السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَا سِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ.

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan bumi, dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. (QS. al-Baqarah: 284)

Nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang berkaitan dengan kepemilikan adalah kebebasan individu, ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar, kesamaan sosial, adanya jaminan sosial, distribusi kekayaan secara meluas, larangan menimbun harta kekayaan, dan adanya kesejahteraan bersama.

2.           Keseimbangan (equilibrium)

Konsep ini tidak hanya berkenaan dengan timbangan kebaikan hasil usaha manusia yang diarahkan untuk dunia dan akhirat, tetapi juga terkait dengan kepentingan perorangan dan kepentingan umum yang harus dipelihara, serta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Keseimbangan juga berarti tidak berlebih-lebihan dalam urusan ekonomi, baik produksi, konsumsi, maupun distribusi.

b.      Kenabian (Nubuwwah)

Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang dalam praktik ekonominya selalu memperhatikan hubungan harmonis antara pedagang dengan konsumen. Hal ini terlihat pada sikapnya yang tidak pernah bersitegang dengan para pembeli. Semua orang yang berhubungan dengannya selalu merasa senang, puas, yakin, dan percaya akan kejujurannya. Nilai-nilai dasar ekonomi Islam terlihat pada sifat-sifat wajib rasul yang empat, yaitu: shiddiq (benar atau jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas), tabligh (menyampaikan ajaran Islam).

c.        Pemerintahan (Khilafah)

Menurut M. Umer Chapra, ada empat faktor yang terkait dengan khilafah dalam hubungannya dengan ekonomi Islam, yaitu universal brotherhood (persaudaraan universal), resource are a trust (sumber daya alam merupakan amanat), humble life style (gaya hidup sederhana), dan human freedom (kemerdekaan manusia). Keempat faktor ini merupakan penyangga khilafah sebagai wahana untuk mencapai kesejahteraan kehidupan dunia dan kesejahteraan di akhirat.

d.       Keadilan (‘Adl)

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا مُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنّآ نُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِ لُوا هُوَا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا للَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Maidah: 8)

Keadilan dapat menghasilkan keseimbangan dalam perekonomian dengan meniadakan kesenjangan antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan (orang miskin). Walaupun tentunya, Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi dan mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi antar orang-perorangan.

e.         Pertanggungjawaban (Ma’ad)

Konsep ini mengajarkan kepada manusia bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan, apapun motifnya, akan mendapat balasan. Dengan kata lain, terdapat reward dan punishment (pahala dan siksa) atas segala bentuk perbuatan manusia. Karena itu, tidak selayaknya jika manusia melakukan aktivitas duniawi, termasuk bisnis, semata-mata untuk mendapatkan keuntungan tanpa memperhatikan akibat negatif dari aktivitas itu di akhirat kelak.[5]

 

B.        Hadits-Hadits Tentang Motivasi Pemenuhan Ekonomi

Hadits di bawah ini akan dibahas hadits-hadits mengenai dorongan mencari rizki yang halal.

1.      Hadits Abdullah bin Umar tentang orang memberi lebih baik dari orang yang menerima

حدثنا اَبُوالنُعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَأ حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ اَيُّوْبَ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ التَّبِيَّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَحَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ عن عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يقول : قال َّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ وِ الْمَسْأَلَةِ الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى فَالْيَدُ الْعُلْيَاهي الْمُنْفِقَةُ وَالسُّفْلَىهي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة}

 

Artinya : “Bercerita kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita Khammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi’ bin Umar r.a dia berkata: saya telah mendengar Nabi Saw bercerita kepada kita Abdullah bin Maslamah dari Malik bin Nafi’. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a: di atas mimbar Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang lain, dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.

2.      Makna Mufrodat

Pada lafadz وَهُوَ وَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ, yang dimaksud adalah menyebut keutamaan shadaqah dan ta’affuf (menjaga diri dari perbuatan meminta-minta). Pada lafadz الْيَدِ السُّفْلَى adalah orang yang mau menerima, maksudnya orang yang tidak mau memberi dan diartikan pula orang yang meminta-minta.الْيَدُ الْعُلْيَا diartikan orang yang memberi shodaqoh.

Dari hadits di atas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memberi lebih baik daripada orang yang meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan hina.

Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa sekali. Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya sendiri baik di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.

Dalam hadits ini juga berkaitan dengan kisah Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Ibnu Khizam yang mana terjadi dialog antara Nabi dengan sahabat yang bernama Hakim, di situ dalam percakapannya hakim meminta sesuatu dari Rasulullah, maka di situ beliau memberikannya hingga dua kali, yang mana terakhir disertai dengan sabdanya : “Hai Hakim, sesungguhnya harta itu sesuatu yang manis dan menyenangkan, maka barang siapa yang mengambilnya dengan sikap kedermawanan diri tentu diberkati Allah apa yang diperolehnya, barang siapa mengambilnya dengan sikap diri yang menghambur-hamburkan tidaklah harta itu diberkati dan dinamakan tiada menyenangkan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”.

 

BAB III

Penutup

A.    Kesimpulan

Dengan kita mengetahui apa itu nilai-nilai dasar ekonomi Islam maka kita sudah mengetahui apa itu ekonomi Islam, hakikat ekonomi Islam, serta Hadist tentang nilai dasar ekonomi Islam itu sendiri sehingga kita dapat menerapkan nilai dasar ekonomi Islam tersebut dalam kehidupan sehari hari dan semoga kita semua menjadi hamba yang bertaqwa disisi Allah SWT. Semoga makalah ini dapat di terima oleh semua pihak karena makalah ini merupakan tahap awal kita semua dalam memulai belajar


DAFTAR PUSTAKA

Idri.  2014. Hadis Ekonomi, Surabaya: UINSA Press.

Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo: IAIN Sultan Amai.

 Idri. 2015. Hadis Ekonomi, Depok: Kencana.


BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:

[1] Idri, Hadis Ekonomi, (Depok: Kencana, 2015) hal.3

[2] Ibid

[3] Abdul Latif. Nilai-nilai Dasar Dalam Membangun Ekonomi Islam, Gorontalo: IAIN Sultan Amai

[4] Ibid

[5] Ibid

SHALAT SEORANG MUSAFIR

 Shalatnya orang musafir ( bepergian jauh ), Allah SWT memberikan keringanan bagi seorang musafir dalam shalatnya ada 2 yaitu :

1.      Keringanan dalam meringkas rakaat dalam shalat ( Qashar )

2.      Menggabungkan dua sholat dalam satu waktu

 

A.    Qashar

            Qashar yaitu melakukan peringkasan dalam shalat berjumlah empat rakaat menjadi dua rakaat, yakni shalat zhuhur, ashar dan isya'. Konsensus (ijma') ulama tidak memperbolehkan qashar untuk shalat maghrib dan subuh.

Allah SWT berfirman di dalam Surat An-Nisa’ ayat 101. Yang Artinya, “Ketika kalian bepergian di bumi, maka bagi kalian tidak ada dosa untuk meringkas shalat”

 

B.     Syarat Qashar

1.      Bepergian tersebut tidak dalam rangka kemaksiatan

2.      Sudah melewati batas daerah

3.      Hendaknya musafir itu tidak boleh niat mukim 4 hari atau lebih minimal niat mukim 3 hari jikalau melebihi batas tersebut maka di larang.jikalau dia niat mukim 4 atau 5 hari maka tempat yang ia tempati itu huknya seperti tempat tinggalnya dan tidak boleh menqashar.

4.      Jarak tempuh perjalanannya min 81 km.

5.      Shalat yang mau di qashar sudah masuk waktu ketika kita sedang dalam safar( bepergian ) dan dilakukan di perjalanan juga

6.      Hendaknya tidak bermakmum kepada orang yang mukim

7.      Niat qashar dalam takbiratul ikhram.

 

C.    Menjama’ dua sholat

 

            shalat-shalat yang bisa di jama’ itu : dhuhur dengan asar , magrib dengan isya’. Shubuh tidak boleh di jama’ baik dengan isya’ maupun dhuhur. Sebagaimna tidak boleh menjama’ asar dan maghrib.

            Jama sholat ada 2 :

Ø  jama’ taqdim : memajukan sholat yang ke dua ke waktu yang pertama

Ø  jama’ takhir : mengakhirkan sholat yang pertama dan mengerjakannya di waktu sholat yang kedua.

 

D.    Syarat jama’ taqdim

1.      Tertib ( berurutan )

2.      Niat untuk menjama’ sholat yang kedua dengan sholat yang pertama sebelum sholat yang pertama selesai. Sunnah menjama’ taqdim itu ketika takbiratul ikhram.

3.      Di lakukan dengan segera maksudnya setelah sholat dhuhur itu langsung di lanjutkan sholat ‘asar jangan di pisah dengan hal yang sunah seperti dzikir dll. Dan apabila antara sholat yang pertama dengan yang kedua lama sesuai ‘urf maka batal sholat jama’.

4.      Masih dalam safar sampai selesai mengerjakan sholat.

 

E.     Syarat jama’ takhir

 

1.      musafir harus niat di awal jikalau mau mengakhirkan sholat itu sebelum waktu sholat itu habis. misalnya jikalau mau menjama’ takhir dhuhur dengan ‘asar maka niat di waktu sholat dhuhur.

2.      Musafir tersebut masih dalam perjalanan sampai dua sholat tersebut selesai.

 

F.     Hukum menjama’ dua sholat pada waktu turun hujan.

Boleh menjama’ dua waktu sholat dalam keadaan turun hujan dengan jama’ taqdim, tidak boleh menggunakan jama’ takhir. Sebab di larang menggunakan jama’ takhir adalah kalau di jama’ takhir bisa jadi hujan itu reda sebelum waktu sholat yang pertama habis. Jadi dia tergolong mengeluarkan sholat tanpa adanya udzur.

Syaratnya pertama sholat nya di  laksanakan berjamaah dan di masjid yang cukup jauh. Syarat yang kedua hujan terus menerus di antara kedua sholat tersebut. Syarat yang ke tiga hujan yang pertama masih turun di salam yang pertama.


BACA ARTIKEL LAINYA YANG BERKAITAN:

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...