BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Hukum yang ada di
Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang telah berjalan cukup lama. Jika kita
lihat sejarah panjang hukum yang ada di Indonesia berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah
menjajah Indonesia. Mengingat karena Indonesia adalah negara kolonial jajahan
Belanda, jadi mau atau tidak Indonesia juga harus menerapkan sistem hukum yang
ada di Negara Belanda. Oleh karena itu, Hukum Indonesia secara keseluruhan
masih menggunakan hukum yang berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara
Belanda. Hampir semua hukum yang berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di
Indonesia.
Sistem Hukum Indonesia
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma
yang berlaku dan atau diberlakukan di Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum,
sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain
yang juga populer digunakan, Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia,
semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia. Membicarakan
Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di
Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang
unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling
pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu
dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebagai suatu sistem, Hukum Indonesia
terdiri atas sub-sub sistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain
Hukum Tata Negara (yang baigia-bagiannya terdiri dari tata negara dalam arti
sempit dan Hukum Tata Pemerintahan), Hukum Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri
atas hukum Perdata dalam arti sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau
Hukum Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Pidana
Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum Acara Pidana)
serta Hukum Internasional (yang terdiri atas Hukum Internasional Publik dan
Hukum Perdata Internasional).
Melihat dari sistem
hukum yang saat ini berlaku di Indonesia, tampak adanya perpaduan antara satu
sistem hukum dengan sistem yang lainnya. Indonesia tidak hanya menggunakann
sistem hukum Eropa Kontinental saja, tetapi juga telah mengalami perkembangan
dalam sistem hukumnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya sumbangan dari
para pemikir/ filsuf terhadap sistem hukum yang sedang berjalan. Sehingga
sistem hukum yang ada di Indonesia saat ini terlihat mengalami perkembangan dan
kemajuan karena adanya hasil pemikiran dari para filsuf tersebut. Hal itulah
yang menjadi dasar penulisan makalah ini, dimana penulis disini akan
menjelaskan perubahan sistem hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, penulis
juga akan menjelaskan tentang perkembangan sistem hukum yang ada di Indonesia
berdasarkan hasil pemikiran filsuf hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan
sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada pra kolonial?
2. Bagaimana
sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada masa kolonial ?
3. Jelaskan
sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada era kemerdekaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada masa
kolonial.
2. Untuk
memberikan informasi bagaimana sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia di
masa kolonial.
3. Untuk
menambah wawasan tentang bagaimana sejarah dan pengembangan hukum di Indonesia
di era kemerdekaan bangsa Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
dan Perkembangan hukum di Indonesia Pada masa Pra Kolonial
Membicarakan tata hukum khususnya yang berlaku di Indonesia tidak dapat
dilakukan tanpa mempelajarinya sejarahnya disamping politik hukum yang
digunakan sebagai pelaksanaan berlakunya aturan hukum itu.Hal ini disebabkan
karena bangsa Indonesia memiliki sejarah bangsa yang luhur dan tidak ternilai
harganya di dunia ini,juga adanya perkembangan pelaksanaan hukum yang dialami
sebagai pengaturan tingkah laku bangsa Indonesia di dalam pergaulan
hidupnya.Ketika posisi bangsa Indonesia masih dalam wilayah nusantara.Sejak
zaman tandu di kepulauan nusantara ini telah adanya kehidupan manusia dalam
perkembangan sejarah hidup manusia.Tetapi pencatatan dari kejadian-kejadian
penting terhadap kehidupan bangsa Indonesia dimasa lalu baru ada sejak memasuki
abad I,dan ini pun diketahui setelah ada penelitian-penelitian dari adanya
peninggalan-peninggalan sejarah yang bersifat arkeologi yang ditemukan.
Setelah kehidupan manusia berkembang
dan masuknya kebudayaan dari luar, hubungan antar pulau mulai terjalin,maka
terjadilah kehidupan kelompok sosial yang dimulai teratur dibawah kekuasaan
seseorang atau beberapa orang yang dianggap kuat dan mampu untuk menjalankan
pengawasan dalam pergaulan hidup masyarakat.Pengawasan dilakukan pada tiap-tiap
wilayah masing-masing kelompok sosial masyarakat yang tersebar di seluruh
kepulauan nusantara.Terhadap fenomenaa kehidupan ini akan ada bukti ketika
kebenaran yang ditulis agak sistematis,seperti yang trjadi pada masa kekuasaan
raja-raja nusantara dari perkembangan kelompok sosial masyarakat nusantara yang
tersebar luas di seluruh kepualauan nusantara pada kejayaan-kejayaan sistem
kerajaan nusantara,yang meliputi: (1) Sriwijaya,
(2) Padjajaran, (3) Singosari,(4) Majapahit,(5) Mataram,(6) Kutai dan lain
sebagainya. Dibawah penguasa kerajaan-kerajaan nusantara yang tersebar pada
wilayah kepulauan nusantara itu,maka tata hukum bangsa Indonesia saat itu pula
masih bersifat kewilayahan berdasarkan batas wilayah kekuasaan dari
masing-masing kerajaan.
Tata hukum yang berlaku pun susuai dengan
aturan hukum yang berlaku dan berkembang pada setiap masing-masing wilayah
kerajaan. Sehingga
tata hukum sebagai aturan hukum yang merupakan salah satu pengaturan di bidang
politik hukum diantara masing-masing kerajaan berbeda-beda satu sama lainnya. Lalu kemudian bangsa Indonesia dalam
bidang hukum mulai jelas dan tampak yang dapat diketahui sebagai embrio tata
hukum nasional bangsa Indonesia,yaitu setelah kedatangan bangsa Eropa yang
bertujuan melakukan pejajahan kepada bangsa Indonesia yang tersebar pada wilyah
nusantara. Kedatangan bangsa Eropa dengan tujuan
penjajahan terutama orang-orang Belanda dalam usaha menanamkan pengaruhnya
melalaui penjajahan tersebut. Kemudian,apakah
yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dalam bidang hukum selama masa
penjajahan itu?orang Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia yang mendiami
kepulauan nusantara ini sejak abad XVII sampai abad XX yang diselingi oleh
orang inggris dan terakhir orang jepang sebelum perjuangan bangsa Indonesia
mencapai kemerdekaannya dengan diprolamirkannya kemerdekaan itu pada tanggal 17
Agustus 1945. Dengan demikian,embrio tata hukum Indonesia itu yang sebelumnya
tersebar pada tiap-tiap wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan nusantara itu
sebagai aturan hukumnya sudah berakhir ketika lepas dari penjajahan bangsa
lain,terutama bangsa Belanda dan bangsa Jepang. [1]
Tahun-tahun antara 1840 dan 1860 adalah tahun –tahun
yang memang benar-benar merupakan babakan baru dalam kebijakan kolonial di
Indonesia. Politik eksploitasi yang kasar, ditandai dengan monopoli-monopoli
uasaha( mula-mula oleh sebuah badan dagang yang disebut vereenigde Oost-
Indische Compagnie, terkenal dengan singkatan VOC, dan kemudian oleh pemerintah
kolonial sendiri lewat suatu cara yang disebut cultuurstelso ), mengalami
kritik-kritik yang sangat tajam pada tahun-tahun itu, untuk pada akhirnya secara
resmi dinyatakan berakhir. Pada tahun-tahun itu pulalah kekuatan-kekuatan
politik beraliran liberal di negeri Belanda mencoba mengupayakan
perubahan-perubahan mendasar di dalam tata hukum kolonial. Kebijak inilah yang
dikenal dengan sebutan de bewustu rechtspolitiek.
Kebijakan untuk membina tata hukum kolonial secara sadar ini berefek di satu
pihak mengontrol kekuasaan dan kewenanangan raja dan aparat eksekutif atas
daerah jajahan dan dilain pihak akan ikut mengupayakan diperolehnya
perlindungan hukum yang lebih pasti bagi seluruh lapisan penduduk yang bermukim
dan /atau berusaha di daerah jajahan.[2]
B.
Sejarah
dan Perkembangan hukum di Indonesia Pada masa Kolonial
Orang Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia yang
mendiami kepulauan nusantara ini sejak abad XVII sampai abad XX yang diselingi
oleh orang Inggris dan terakhir Jepang sebelum perjuangan bangsa Indonesia
mencapai kemerdekaannya dengan diplokamirkannya kemerdekaan itu tanggal 17
Agustus 1945. Kedatangan bangsa Eropa itu tentu memberikan pengaruh-pengaruh
terhadap perkembangan tata hukum di Indonesia. [3]
Fase
ini berlangsung sekitar 3½ abad sejak masa Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) pada akhir abad XVII, tatanan hukumnya dapat dikualifikasikan sebagai
tatanan hukum represif in optima forma. Tatanan hukum yang berlaku saat itu
menguntungkan bangsa Belanda dan merugikan bangsa Indonesia, terutama dalam
bidang ekonomi.[4]
1.
Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)
1602-1799
VOC sebagai kompeni dagang, oleh Belanda diberikan
hak istimewa seperti melakukan monopoli, mencetak uang, membentuk prajurit
perang, membangun benteng, mengadakan perdamaian, dan menyatakan perang. Pada
tahun 1610, Gubernur Jenderal Pieter Both di beri wewenang oleh pengurus pusat
VOC, yaitu membuat peraturan untuk menyelesaikan perkara istimewa yang harus di
sesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC di daera-daerah yang dikuasai.
Berlakunya setiap peraturan yang dibuat itu diumumkan lewat plakat-plakat.
Namun dalam perkembangannya plakat-plakat tersebut tidak berjalan dengan baik,
pada 1635 tidak diketahui lagi mana plakat yang masih berlaku atau yang sudah
diubah. Tujuh tahun sejak itu plakat-plakat disusun kembali secara sistematis.
Setelah itu diumumkan di Batavia dengan nama “Statuta van Batavia” (Statuta
Batavia), pada tahun 1766 dibuat lagi statuta baru dengan nama “Nieuwe
Bataviase Statuten” (Statuta Batavia Baru).[5]
Tata
pemerintahan dan politik pasa zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat
di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi
di masa itu. Hingga VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799.[6]
2.
Masa Pemerintahan Hindia Belanda 1800-1942
Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan
VOC diambil alih oleh pemerintahan Bataafsche Republiek yang kemudian diubah
menjadi Koninklijk Holand.[7]
Untuk mengurusi daerah jajahan raja Belanda yang minarki absolut waktu itu
menunjuk Daendels sebagai Gubernur Jenderal.[8]
Pada tahun 1811 kepulauan nusantara dikuasai oleh Inggris, dan Thomas Stamford
Raffles pun menjadi Letnan Gubernur. Dalam bidang hukum Raffles mengutamakan
mengenai susunan pengadilan yang di-konkordansi-kan
(diselaraskan/diseimbangkan) susunannya seperti pengadilan di India.[9]
Pada
1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement atau peraturan tentang
Tata Pemerintahan (Hindia Belanda) yang tujuan utamanya untuk melindungi
kepentingan-kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama
kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari
kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan.[10]
3.
Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang
Pada Maret 1942, Terjadi pada saat Jepang ingin
menguasai kekuasaan yang Belanda miliki pada waktu itu. Jepang mulai meduduki
seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di
Indonesia, pemerintahan balatentara Jepang berpedoman kepada undang-undangnya
yang disebut “Gunseirei”.[14] Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak
banyak terjadi, seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan
dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak
istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.[11]
Lembaga
peradilan Hindia Belanda juga tetap digunakan, kecuali Residentiegerecht yang dihapus.
Adapun susunan lembaga peradilan berdasarkan Gunseirei No. 14 Tahun 1942
terdiri dari:
Tihoo
Hooin, berasal dari Landraad (Peradilan Negeri);
Keizai
Hooin, berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian);
Ken
Hooin, berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten);
Gun
Hooin, berasal dari Districtsgerecht (Pengadilan Kewedanaan);
Kaikyoo
Kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah Islam
Tinggi);
Sooyoo
Hooin, berasal dari Priesterraad (Rapat Agama);
Gunsei
Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan Negeri),
berasal dari Paket voor de Landraden.[12]
Hingga
runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:
Dualisme/pluralisme
hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan.
Penggolongan
rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa
dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.[13]
C.
Sejarah
dan Perkembangan hukum di Indonesia di Era Kemerdekaan bangsa Indonesia
a. Masa 1945-1949
Setelah merdeka pada tanggal 17 Agustus
1945, Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan tidak tergantung dan terlepas dari penjajahan bangsa lain. Sehingga Indonesia bebas menentukan
nasibnya untuk mengatur negara dan menetapkan tata hukumnya. UUD 1945 ditetapkan
sebagai Undang-Undang Dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berlaku
pada 18 Agustus 1945 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat yang merupakan suatu kesatuan bernegara Sedangkan
tata hukum yang berlaku adalah segala peraturan yang telah ada dan pernah
berlaku pada masa penjajahan Belanda, masa Jepang berkuasa dan produk-produk
peraturan baru yangdihasilkan oleh pemerintah Negara Republik Indonesia
dari 1945-1949.
b. Masa 1949-1950
Masa ini adalah masa berlakunya konstitusi RIS.
Pada masa tersebut tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari
peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan pedoman
bernegara yang dituangkan sebagai konstitusi ( Undang – Undang Dasar). Ketentuan-ketentuan
yang mengatur tentang penyelenggaraan hukum ditetapkan dalam Pasal 51 UUD
RIS dan pelaksanaannya didasarkan pada
lampiran yang menetapkan tentang itu. Selama ketentuan dalam lampiran belum
dapat diwujudkan maka ditempuh penggunaan aturan peralihan pasal 192 UUD RIS
dalam ayat 1 menyatakan: “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan tata
usaha yang telah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dan
tidak akan berubah sebagai peraturan- peraturan dan ketentuan- ketentuan Republik
Indonesia itu sendiri selama dan sekedar peraturan itu tidak dicabut , ditambah
atau diubah oleh undang- undang dan ketentuan- ketentuan tata usaha atas kuasa
konstitusi lain”.
c. Masa 1950-1959
Setelah Indonesia
menjadi negara kesatuan lagi pada tanggal 17 Agustus 1950. Pedoman yang
diberlakukan karena belum adanya undang-undang dasar 1950 untuk melaksanakan
hukum dalam negara sesuai dengan satu pasal politik dalam pasal 102 UUDS. Selama hukum politik ini belum dapat
dijalankan supaya jangan ada kekosongan
hukum maka Pasal 142 UUDS menyatakan “ peraturan-peraturan undang-
undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang ada pada tanggal 17 Agustus 1950
tetap berlaku dengan tidak berubah sebagi peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
Republik Indonesia sendiri, selama sekedar peraturan-peraturan tidak dicabut,
ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas
kuasa Undang- Undang Dasar ini”. Sejak
Undang-Undang Dasar Sementara menadi pedoman bangsa Indonesia dalam bernegara ,
peraturan perundangan dan peraturan tata usaha yang berlaku sebelumnya tetap
dipakai sebagai peraturan hukum positif. [14]
d. Masa 1959 –
sebelum Reformasi
Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang
terdiri dari segala peraturan yang berlaku pada masa 1950-1959 dan yang dinyatakan masih
berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ditambah
dengan berbagai peraturan yang dibentuk setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah itu Orde Baru dimulai setelah kudeta G.30.S/PKI. Terjadi pergantian
pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto melalui Surat Perintah
11 Maret 1966 yang sering disebut dengan “Supersemar”. Dalam orde ini
dirumuskan kebijakan pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang I
(RPJP I) yang dimulai Tahun 1969 dengan rangkaian pelaksanaan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Kebijaksanaan RPJP I ini menitik beratkan
pada pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada saat itu saat itu sangat
buruk dengan inflasi 600%. Karenanya untuk kelancaran dan stabilitas ekonomi
itu mensyaratkan adanya stabilitas politik. Otoritas politik pada masa itu
bertumpu pada tingkat legitimasi pembangunan/stabilitas ekonomi dan stabilitas
politik dengan pendekatan keamanan terhadap berbagai masalah kemasyarakatan.
Kebijakan yang ditetapkan melalui GBHN, dirumuskan dalam “Trilogi Pembangunan”
yang terdiri atas:
a.
Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kemakmuran yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Idonesia.
b.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. c.
Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Melalui Trilogi Pembangunan ini
sejak GBHN Tahun 1973 sampai GBHN 1993, sasaran pembangunan selalu dibagi ke dalam
empat bidang, yaitu:
1). Bidang ekonomi.
2). Bidang agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan sosial budaya. 3). Politik, aparatur
pemerintahan, hukum dan hubungan luar negeri.
d.
Pertahanan keamanan nasional denganpembangunan hukum sebagai salah satu sektor
dari pembangunan di bidang politik, maka tampak bahwa tatanan hukum lebih
dipandang sebagai subsistem dari tatanan politik yang berarti bahwa tatanan
hukum disubordinasikan dari tatanan politik. Hal ini berarti juga tidak memandang hukum hanya sebagai instrumen saja.
Penuangan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan mengacu pada
Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 tentang
irarki peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan apa yang diamanatkan
dalam UUD 1945. Hierarki dimaksud adalah:
(1)
Undang-Undang Dasar 1945 (2) Ketetapan MPR
(3)
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
(4)
Peraturan Pemerintah
(5)
Keputusan Presiden (6) Peraturan
pelaksanaan lainnya seperti Instruksi Menteri
dan lain-lain.
Pada masa Orde Baru, antara kurun waktu tahun 1993
sampai dengan 1997 terjadi perubahan paradigma politik. Pada saat itu
pembangunan hukum dikeluarkan dari pembangunan bidang politik dan ditempatkan
secara tersendiri. Secara formal GBHN 1993-1998 terbuka jalan bagi pandangan
yang tidak lagi melihat hukum sebagai subsistem dari tatanan politik, melainkan
tata hukum telah dilihat sebagai sub sistem dari sistem nasional. Sasaran
pembangunan dalam GBHN sebagaimana yang diatur dalam Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1993, disebutkan sasaran pembangunan nasional dibagi ke dalam tujuh
bidang, yaitu:
3)
Masa Orde Reformasi
Bermula
dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan
a)
Bidang
ekonomi
b)
Bidang
kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan
c)
Bidang
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
d)
Bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi
e)
Bidang
hukum
f)
Bidang politik,aparatur
negara, penerangan, komunikasi dan media masa
g)
Bidang
pertahanan keamanan.
Penyimpangan ini
dapat dilihat dari praktek-praktek ketatanegaraan dengan melakukan penafsiran
15 paradigma UUD 1945 melalui konsepsi negara integralistik sebagai acuan dasar
dalam pembangunan politik, sehingga memunculkan kekuasaan negara yang sangat
kuat dan tanpa kontrol, khususnya pada lembaga eksekutif. [15]
Mulailah muncul ketidak kepercayaan terhadap pemerintahan orde baru di
bawah kepemimpinan Soeharto. Ketidakpercayaan ini mulai memunculkan keinginan
suatu perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dikeluarkan menjadi suatu
yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi
yang menjadi pelopor gerakan ini di antaranya Amien Rais, Adnan Buyung
Nasution, Andi Alfian Malaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh
gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai
lapisan masyarakat.Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim
kepemimpinan Soeharto.
Pada masa ini, timbul semangat anak komponen bangsa
untuk menuntut reformasi politik di dalam sistem ketatanegaraa Indonesia untuk
perbaikan dalam kehidupan bernegara. Dari gerakan ini, maka dilakukanlah
perubahan UUD 1945 oleh MPR melalui amandemen yang dilakukan selama empat kali.
Dengan perubahan ini, semula UUD 1945 terdiri dari 16 bab dan 37 pasal, dan
setelah amandemen ini maka UUD 1945 berubah dalam bentuk 20 butir pasal tetap,
43 butir pasal diubah, dan 128 pasal merupakan tambahan baru. Empat kali
perubahan itu dapat dilihat dalam bentuk:
a)
Perubahan pertama menyangkut pembatasan kekuasaan Presiden , meliputi Pasal 5,
7, 9, 13,14,15, 17, 20, dan 21.
b)
Perubahan kedua, ada tiga kali persidangan yang meliputi c) Perubahan ketiga
menyangkut tentang Lembaga Kepresidenana dan lembaga Perwakilan Rakyat yang
belum terbahas dalam amandemen ke tiga, serta penghapusan lembaga negara Dewan
Pertimbangan Agung dan pelembagaan Bank Indonesia yang diikuti dengan
Permasalahan Pendidikan dan Kebudayaan serta Perekonomian Sosial dan
Kesejahteraan Sosial, yang meliputi: Pasal2, 6A, 8, 11, 16, 23D, 24, 31, 32,
33, 34, 37, Aturan Peralihan I-III, dan Aturan Tambahan I-II.
e.
Masa
setelah reformasi
Bermula dari
krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan
segala sendi kehidupan mulailah muncul ketidakkepercayaan terhadap pemerintahan
orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Ketidakpercayaan ini mulai memunculkan
keinginan suatuperubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan suatu
yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang
menjadi pelopor gerakan ini di antaranya Amien Rais, Adnan Buyung
Nasution, Andi AlfianMalaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh
gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai lapisan
masyarakat.Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim
kepemimpinanSoeharto.Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan
Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombangdemonstrasi dari puluhan ribu
mahasiswa dan rakyat di Jakarta dandi kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini
memuncak dalamperistiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan
Habibie ditandai dengan dimulainya kerja sama dengan Dana Moneter
Internasional untuk membantu dalam proses pemulihanekonomi. Selain itu, Habibie
juga melonggarkan pengawasan terhadapmedia massa dan kebebasan berekspresi.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk
mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan
berpisahnyawilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan
tersebutterbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan
Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelamdalam sejarah Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum yang ada di
Indonesia tidak terlepas dari konteks sejarah. Hukum yang ada di Indonesia
mengadopsi sistem hukum Belanda. Indonesia menggunakan sistem hukum Belanda
karena pada saat itu Indonesia merupakan negara jajahan kolonial Belanda dan
saat bersamaan Indonesia belum memiliki hukum yang berasal dari tradisinya
sendiri.
Sistem hukum
Indonesia menggunakan sistem Eropa Konstinental. Seiring berkembangnya tradisi
dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem
perpaduan hukum anatara sistem hukum eropa kontinental dan anglo saxion. Selain
itu Indonesia juga menjalakan sistem hukum yang sesuai dengan pemikiran para
filsuf dengan aliran / mazdab positivisme.
B.
Saran
Bahwa sistem hukum Indonesia harus sesuai dengan norma dan kaidah yang hidup
dimasyarakat. Hal ini dikarenakan hukum itu harus memandang keadaan dan kondisi
masyarakat agar dapat menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi
masyarakat itu sendiri. Hukum positiv akan berjalan efektive bila sesuai dengan
hukum yang hidup didalam masyarakat.
- Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
- Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
- Jurnal Bahasa Inggris Profit Sharing
- Makalah Pengertian Produk, Ciri-Ciri, Dan Kriteria Produk Disukai Pasar
- Pengertian Tata Hukum Dan Makalah Pengantar Hukum Indonesia
- Makalah Sumber Hukum Di Indonesia
- Makalah Macam-Macam Lembaga Tinggi Negara
- Makalah Sejarah Dan Perkembangan Hukum Di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012.
Rartha Windari, Ratna. Pengantar Hukum Indonesia. Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2017.
Najih Mokhammad, dkk. Pengantar Hukum Indonesia. Malang : Setara Press, 2012.
Wignjosoebroto, Soetandyo. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1995.
Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Press, 2012.
Dwi, dkk. Pengantar Hukum Indonesia. Malang : Setara Pers, 2014.
Rudi
Hermawan, Sejarah Hukum Indonesia, http://hermawanrudi.wordpress.com, di akses tanggal 25
[1] Mokhammad Najih& Soimin,Pengantar Hukum Indonesia,Setara Press,Malang,2012.
[2] Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 19
[3] Abdoel Djamali, Pengantar Hukum
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, hlm. 10
[4] Dwi S& Nugraha partners, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Pers,
Malang, 2014, hlm. 29
[5] Ibid
[6] Hermawan
Rudi, Sejarah Hukum Indonesia, http://hermawanrudi.wordpress.com, tanggal akses
25 September 2015.
[7] Abdoel
Djamali, op.cit., hlm. 12
[8] Mokhammad
Najih dan Soimin, op.cit., hlm 31
[9] Ibid, Hal. 12
[10] Hermawan
Rudi, op.cit
[11] Hermawan Rudi, op.cit
[12] Abdoel
Djamali, op.cit., hlm. 59
[13] Sunandar Priatma Utama, op.cit
[14] Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm 60.
[15] Ratna Artha Windari, Pengantar Hukum Indonesia, ( Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2017), hlm 21.