HOME

02 Maret, 2023

MAKALAH SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM DI INDONESIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Perkembangan Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang telah berjalan cukup lama. Jika kita lihat sejarah panjang hukum yang ada di Indonesia  berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah menjajah Indonesia. Mengingat karena Indonesia adalah negara kolonial jajahan Belanda, jadi mau atau tidak Indonesia juga harus menerapkan sistem hukum yang ada di Negara Belanda. Oleh karena itu, Hukum Indonesia secara keseluruhan masih menggunakan hukum yang berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara Belanda. Hampir semua hukum yang berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di Indonesia.

Sistem Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia. Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

            Sebagai suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-sub sistem atau elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara (yang baigia-bagiannya terdiri dari tata negara dalam arti sempit dan Hukum Tata Pemerintahan), Hukum Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum Perdata dalam arti sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau Hukum Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Pidana Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum Acara Pidana) serta Hukum Internasional (yang terdiri atas Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional).

Melihat dari sistem hukum yang saat ini berlaku di Indonesia, tampak adanya perpaduan antara satu sistem hukum dengan sistem yang lainnya. Indonesia tidak hanya menggunakann sistem hukum Eropa Kontinental saja, tetapi juga telah mengalami perkembangan dalam sistem hukumnya. Hal tersebut disebabkan karena adanya sumbangan dari para pemikir/ filsuf terhadap sistem hukum yang sedang berjalan. Sehingga sistem hukum yang ada di Indonesia saat ini terlihat mengalami perkembangan dan kemajuan karena adanya hasil pemikiran dari para filsuf tersebut. Hal itulah yang menjadi dasar penulisan makalah ini, dimana penulis disini akan menjelaskan perubahan sistem hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, penulis juga akan menjelaskan tentang perkembangan sistem hukum yang ada di Indonesia berdasarkan hasil pemikiran filsuf hukum.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Jelaskan sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada pra kolonial?

2.      Bagaimana sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada masa kolonial ?

3.      Jelaskan sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada era kemerdekaan?

 

C.     Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia pada masa kolonial.

2.      Untuk memberikan informasi bagaimana sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia di masa kolonial.

3.      Untuk menambah wawasan tentang bagaimana sejarah dan pengembangan hukum di Indonesia di era kemerdekaan bangsa Indonesia

 

BAB II

PEMBAHASAN 

A.      Sejarah dan Perkembangan hukum di Indonesia Pada masa Pra Kolonial

Membicarakan tata hukum khususnya yang berlaku di Indonesia tidak dapat dilakukan tanpa mempelajarinya sejarahnya disamping politik hukum yang digunakan sebagai pelaksanaan berlakunya aturan hukum itu.Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia memiliki sejarah bangsa yang luhur dan tidak ternilai harganya di dunia ini,juga adanya perkembangan pelaksanaan hukum yang dialami sebagai pengaturan tingkah laku bangsa Indonesia di dalam pergaulan hidupnya.Ketika posisi bangsa Indonesia masih dalam wilayah nusantara.Sejak zaman tandu di kepulauan nusantara ini telah adanya kehidupan manusia dalam perkembangan sejarah hidup manusia.Tetapi pencatatan dari kejadian-kejadian penting terhadap kehidupan bangsa Indonesia dimasa lalu baru ada sejak memasuki abad I,dan ini pun diketahui setelah ada penelitian-penelitian dari adanya peninggalan-peninggalan sejarah yang bersifat arkeologi yang ditemukan.

Setelah kehidupan manusia berkembang dan masuknya kebudayaan dari luar, hubungan antar pulau mulai terjalin,maka terjadilah kehidupan kelompok sosial yang dimulai teratur dibawah kekuasaan seseorang atau beberapa orang yang dianggap kuat dan mampu untuk menjalankan pengawasan dalam pergaulan hidup masyarakat.Pengawasan dilakukan pada tiap-tiap wilayah masing-masing kelompok sosial masyarakat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara.Terhadap fenomenaa kehidupan ini akan ada bukti ketika kebenaran yang ditulis agak sistematis,seperti yang trjadi pada masa kekuasaan raja-raja nusantara dari perkembangan kelompok sosial masyarakat nusantara yang tersebar luas di seluruh kepualauan nusantara pada kejayaan-kejayaan sistem kerajaan nusantara,yang meliputi:  (1) Sriwijaya, (2) Padjajaran, (3) Singosari,(4) Majapahit,(5) Mataram,(6) Kutai dan lain sebagainya. Dibawah penguasa kerajaan-kerajaan nusantara yang tersebar pada wilayah kepulauan nusantara itu,maka tata hukum bangsa Indonesia saat itu pula masih bersifat kewilayahan berdasarkan batas wilayah kekuasaan dari masing-masing kerajaan.

      Tata hukum yang berlaku pun susuai dengan aturan hukum yang berlaku dan berkembang pada setiap masing-masing wilayah kerajaan. Sehingga tata hukum sebagai aturan hukum yang merupakan salah satu pengaturan di bidang politik hukum diantara masing-masing kerajaan berbeda-beda satu sama lainnya. Lalu kemudian bangsa Indonesia dalam bidang hukum mulai jelas dan tampak yang dapat diketahui sebagai embrio tata hukum nasional bangsa Indonesia,yaitu setelah kedatangan bangsa Eropa yang bertujuan melakukan pejajahan kepada bangsa Indonesia yang tersebar pada wilyah nusantara. Kedatangan bangsa Eropa dengan tujuan penjajahan terutama orang-orang Belanda dalam usaha menanamkan pengaruhnya melalaui penjajahan tersebut. Kemudian,apakah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dalam bidang hukum selama masa penjajahan itu?orang Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara ini sejak abad XVII sampai abad XX yang diselingi oleh orang inggris dan terakhir orang jepang sebelum perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya dengan diprolamirkannya kemerdekaan itu pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikian,embrio tata hukum Indonesia itu yang sebelumnya tersebar pada tiap-tiap wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan nusantara itu sebagai aturan hukumnya sudah berakhir ketika lepas dari penjajahan bangsa lain,terutama bangsa Belanda dan bangsa Jepang. [1]

Tahun-tahun antara 1840 dan 1860 adalah tahun –tahun yang memang benar-benar merupakan babakan baru dalam kebijakan kolonial di Indonesia. Politik eksploitasi yang kasar, ditandai dengan monopoli-monopoli uasaha( mula-mula oleh sebuah badan dagang yang disebut vereenigde Oost- Indische Compagnie, terkenal dengan singkatan VOC, dan kemudian oleh pemerintah kolonial sendiri lewat suatu cara yang disebut cultuurstelso ), mengalami kritik-kritik yang sangat tajam pada tahun-tahun itu, untuk pada akhirnya secara resmi dinyatakan berakhir. Pada tahun-tahun itu pulalah kekuatan-kekuatan politik beraliran liberal di negeri Belanda mencoba mengupayakan perubahan-perubahan mendasar di dalam tata hukum kolonial. Kebijak inilah yang dikenal dengan sebutan de bewustu  rechtspolitiek. Kebijakan untuk membina tata hukum kolonial secara sadar ini berefek di satu pihak mengontrol kekuasaan dan kewenanangan raja dan aparat eksekutif atas daerah jajahan dan dilain pihak akan ikut mengupayakan diperolehnya perlindungan hukum yang lebih pasti bagi seluruh lapisan penduduk yang bermukim dan /atau berusaha di daerah jajahan.[2]

 

B.       Sejarah dan Perkembangan hukum di Indonesia Pada masa Kolonial

Orang Belanda mulai menjajah bangsa Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara ini sejak abad XVII sampai abad XX yang diselingi oleh orang Inggris dan terakhir Jepang sebelum perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya dengan diplokamirkannya kemerdekaan itu tanggal 17 Agustus 1945. Kedatangan bangsa Eropa itu tentu memberikan pengaruh-pengaruh terhadap perkembangan tata hukum di Indonesia. [3]

Fase ini berlangsung sekitar 3½ abad sejak masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada akhir abad XVII, tatanan hukumnya dapat dikualifikasikan sebagai tatanan hukum represif in optima forma. Tatanan hukum yang berlaku saat itu menguntungkan bangsa Belanda dan merugikan bangsa Indonesia, terutama dalam bidang ekonomi.[4]

1.      Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) 1602-1799

VOC sebagai kompeni dagang, oleh Belanda diberikan hak istimewa seperti melakukan monopoli, mencetak uang, membentuk prajurit perang, membangun benteng, mengadakan perdamaian, dan menyatakan perang. Pada tahun 1610, Gubernur Jenderal Pieter Both di beri wewenang oleh pengurus pusat VOC, yaitu membuat peraturan untuk menyelesaikan perkara istimewa yang harus di sesuaikan dengan kebutuhan para pegawai VOC di daera-daerah yang dikuasai. Berlakunya setiap peraturan yang dibuat itu diumumkan lewat plakat-plakat. Namun dalam perkembangannya plakat-plakat tersebut tidak berjalan dengan baik, pada 1635 tidak diketahui lagi mana plakat yang masih berlaku atau yang sudah diubah. Tujuh tahun sejak itu plakat-plakat disusun kembali secara sistematis. Setelah itu diumumkan di Batavia dengan nama “Statuta van Batavia” (Statuta Batavia), pada tahun 1766 dibuat lagi statuta baru dengan nama “Nieuwe Bataviase Statuten” (Statuta Batavia Baru).[5]

Tata pemerintahan dan politik pasa zaman itu telah meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat pribumi di masa itu. Hingga VOC dibubarkan pada 31 Desember 1799.[6]

2.      Masa Pemerintahan Hindia Belanda 1800-1942

Sejak tanggal 1 Januari 1800 daerah-daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintahan Bataafsche Republiek yang kemudian diubah menjadi Koninklijk Holand.[7] Untuk mengurusi daerah jajahan raja Belanda yang minarki absolut waktu itu menunjuk Daendels sebagai Gubernur Jenderal.[8] Pada tahun 1811 kepulauan nusantara dikuasai oleh Inggris, dan Thomas Stamford Raffles pun menjadi Letnan Gubernur. Dalam bidang hukum Raffles mengutamakan mengenai susunan pengadilan yang di-konkordansi-kan (diselaraskan/diseimbangkan) susunannya seperti pengadilan di India.[9]

Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement atau peraturan tentang Tata Pemerintahan (Hindia Belanda) yang tujuan utamanya untuk melindungi kepentingan-kepentingan usaha-usaha swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan.[10]

3.      Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang

Pada Maret 1942, Terjadi pada saat Jepang ingin menguasai kekuasaan yang Belanda miliki pada waktu itu. Jepang mulai meduduki seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan balatentara Jepang berpedoman kepada undang-undangnya yang disebut “Gunseirei”.[14] Masa pendudukan Jepang pembaharuan hukum tidak banyak terjadi, seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa lainnya.[11]

Lembaga peradilan Hindia Belanda juga tetap digunakan, kecuali Residentiegerecht yang dihapus. Adapun susunan lembaga peradilan berdasarkan Gunseirei No. 14 Tahun 1942 terdiri dari:

Tihoo Hooin, berasal dari Landraad (Peradilan Negeri);

Keizai Hooin, berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian);

Ken Hooin, berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten);

Gun Hooin, berasal dari Districtsgerecht (Pengadilan Kewedanaan);

Kaikyoo Kootoo Hooin, berasal dari Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah Islam Tinggi);

Sooyoo Hooin, berasal dari Priesterraad (Rapat Agama);

Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Pengadilan Negeri), berasal dari Paket voor de Landraden.[12]

Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum di Hindia Belanda mewariskan:

Dualisme/pluralisme hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga peradilan.

Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan; Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan Non-Tionghoa, dan Pribumi.[13]

 

C.      Sejarah dan Perkembangan hukum di Indonesia di Era Kemerdekaan  bangsa Indonesia

a. Masa 1945-1949

Setelah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menjadi bangsa yang bebas dan tidak tergantung  dan terlepas dari penjajahan  bangsa lain. Sehingga Indonesia bebas menentukan nasibnya untuk mengatur negara dan menetapkan tata hukumnya. UUD 1945 ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berlaku pada 18 Agustus 1945 untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat yang merupakan suatu kesatuan bernegara Sedangkan tata hukum yang berlaku adalah segala peraturan yang telah ada dan pernah berlaku pada masa penjajahan Belanda, masa Jepang berkuasa dan produk-produk peraturan baru yangdihasilkan oleh pemerintah Negara Republik Indonesia dari 1945-1949.

b. Masa 1949-1950

Masa ini adalah masa berlakunya konstitusi RIS. Pada masa tersebut tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan yang dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan pedoman bernegara yang dituangkan sebagai konstitusi ( Undang – Undang Dasar). Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan hukum ditetapkan dalam Pasal 51 UUD RIS  dan pelaksanaannya didasarkan pada lampiran yang menetapkan tentang itu. Selama ketentuan dalam lampiran belum dapat diwujudkan maka ditempuh penggunaan aturan peralihan pasal 192 UUD RIS dalam ayat 1 menyatakan: “Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan tata usaha yang telah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dan tidak akan berubah sebagai peraturan- peraturan dan ketentuan- ketentuan Republik Indonesia itu sendiri selama dan sekedar peraturan itu tidak dicabut , ditambah atau diubah oleh undang- undang dan ketentuan- ketentuan tata usaha atas kuasa konstitusi lain”. 

 c. Masa 1950-1959                                                                

       Setelah Indonesia menjadi negara kesatuan lagi pada tanggal 17 Agustus 1950. Pedoman yang diberlakukan karena belum adanya undang-undang dasar 1950 untuk melaksanakan hukum dalam negara sesuai dengan satu pasal politik dalam pasal 102 UUDS.  Selama hukum politik ini belum dapat dijalankan supaya  jangan ada kekosongan hukum maka   Pasal 142 UUDS menyatakan “ peraturan-peraturan undang- undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak berubah sebagi peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama sekedar peraturan-peraturan tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang- Undang Dasar ini”.  Sejak Undang-Undang Dasar Sementara menadi pedoman bangsa Indonesia dalam bernegara , peraturan perundangan dan peraturan tata usaha yang berlaku sebelumnya tetap dipakai sebagai peraturan hukum positif. [14]

d. Masa 1959 – sebelum Reformasi

Tata hukum yang berlaku pada masa ini adalah tata hukum yang terdiri dari segala peraturan yang berlaku pada masa 1950-1959 dan yang  dinyatakan masih berlaku berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 ditambah dengan berbagai peraturan yang dibentuk setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Setelah itu Orde Baru dimulai setelah kudeta G.30.S/PKI. Terjadi pergantian pemerintahan dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sering disebut dengan “Supersemar”. Dalam orde ini dirumuskan kebijakan pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang I (RPJP I) yang dimulai Tahun 1969 dengan rangkaian pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Kebijaksanaan RPJP I ini menitik beratkan pada pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada saat itu saat itu sangat buruk dengan inflasi 600%. Karenanya untuk kelancaran dan stabilitas ekonomi itu mensyaratkan adanya stabilitas politik. Otoritas politik pada masa itu bertumpu pada tingkat legitimasi pembangunan/stabilitas ekonomi dan stabilitas politik dengan pendekatan keamanan terhadap berbagai masalah kemasyarakatan. Kebijakan yang ditetapkan melalui GBHN, dirumuskan dalam “Trilogi Pembangunan” yang terdiri atas:        

a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Idonesia.                                                                         

b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.                                                                            c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Melalui Trilogi Pembangunan ini sejak GBHN Tahun 1973 sampai GBHN 1993, sasaran pembangunan selalu dibagi ke dalam empat bidang, yaitu:

1). Bidang ekonomi.                                                                                           

2). Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan sosial budaya.                3). Politik, aparatur pemerintahan, hukum dan hubungan luar negeri.

d. Pertahanan keamanan nasional denganpembangunan hukum sebagai salah satu sektor dari pembangunan di bidang politik, maka tampak bahwa tatanan hukum lebih dipandang sebagai subsistem dari tatanan politik yang berarti bahwa tatanan hukum disubordinasikan dari tatanan politik. Hal ini berarti juga tidak  memandang hukum hanya sebagai instrumen saja. Penuangan hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan mengacu pada Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 tentang irarki peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan apa yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hierarki dimaksud adalah:

(1) Undang-Undang Dasar 1945                                                                                              (2) Ketetapan MPR                                                                                         

(3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang                       

(4) Peraturan Pemerintah                                                                                                

(5) Keputusan Presiden                                                                                                             (6) Peraturan pelaksanaan lainnya seperti Instruksi Menteri  dan lain-lain.

Pada masa Orde Baru, antara kurun waktu tahun 1993 sampai dengan 1997 terjadi perubahan paradigma politik. Pada saat itu pembangunan hukum dikeluarkan dari pembangunan bidang politik dan ditempatkan secara tersendiri. Secara formal GBHN 1993-1998 terbuka jalan bagi pandangan yang tidak lagi melihat hukum sebagai subsistem dari tatanan politik, melainkan tata hukum telah dilihat sebagai sub sistem dari sistem nasional. Sasaran pembangunan dalam GBHN sebagaimana yang diatur dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993, disebutkan sasaran pembangunan nasional dibagi ke dalam tujuh bidang, yaitu:                                                   

3) Masa Orde Reformasi

Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan

a)    Bidang ekonomi                                                                                                

b)    Bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan                                                       

c)    Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa                                               

d)   Bidang ilmu pengetahuan dan teknologi                                                                                          

e)    Bidang hukum                                                                                                                                      

f)     Bidang politik,aparatur negara, penerangan, komunikasi dan media masa                                                 

g)    Bidang pertahanan keamanan.

Penyimpangan ini dapat dilihat dari praktek-praktek ketatanegaraan dengan melakukan penafsiran 15 paradigma UUD 1945 melalui konsepsi negara integralistik sebagai acuan dasar dalam pembangunan politik, sehingga memunculkan kekuasaan negara yang sangat kuat dan tanpa kontrol, khususnya pada lembaga eksekutif. [15]

Mulailah muncul ketidak kepercayaan terhadap pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Ketidakpercayaan ini mulai memunculkan keinginan suatu perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dikeluarkan menjadi suatu yang dinamakan  reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor gerakan ini di antaranya Amien Rais, Adnan Buyung Nasution, Andi Alfian Malaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat.Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim kepemimpinan Soeharto.

Pada masa ini, timbul semangat anak komponen bangsa untuk menuntut reformasi politik di dalam sistem ketatanegaraa Indonesia untuk perbaikan dalam kehidupan bernegara. Dari gerakan ini, maka dilakukanlah perubahan UUD 1945 oleh MPR melalui amandemen yang dilakukan selama empat kali. Dengan perubahan ini, semula UUD 1945 terdiri dari 16 bab dan 37 pasal, dan setelah amandemen ini maka UUD 1945 berubah dalam bentuk 20 butir pasal tetap, 43 butir pasal diubah, dan 128 pasal merupakan tambahan baru. Empat kali perubahan itu dapat dilihat dalam bentuk:

a) Perubahan pertama menyangkut pembatasan kekuasaan Presiden , meliputi Pasal 5, 7, 9, 13,14,15, 17, 20, dan 21.                                                                                   

b) Perubahan kedua, ada tiga kali persidangan yang meliputi                                                   c) Perubahan ketiga menyangkut tentang Lembaga Kepresidenana dan lembaga Perwakilan Rakyat yang belum terbahas dalam amandemen ke tiga, serta penghapusan lembaga negara Dewan Pertimbangan Agung dan pelembagaan Bank Indonesia yang diikuti dengan Permasalahan Pendidikan dan Kebudayaan serta Perekonomian Sosial dan Kesejahteraan Sosial, yang meliputi: Pasal2, 6A, 8, 11, 16, 23D, 24, 31, 32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan I-III, dan Aturan Tambahan I-II.

e.    Masa setelah reformasi

Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan mulailah muncul ketidakkepercayaan terhadap pemerintahan orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Ketidakpercayaan ini mulai memunculkan keinginan suatuperubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan suatu yang dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor gerakan ini di antaranya Amien Rais, Adnan Buyung Nasution, Andi AlfianMalaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besar-besaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat.Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim kepemimpinanSoeharto.Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombangdemonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dandi kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalamperistiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang. Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerja sama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihanekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadapmedia massa dan kebebasan berekspresi. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnyawilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebutterbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelamdalam sejarah Indonesia.

 

BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari konteks sejarah. Hukum yang ada di Indonesia mengadopsi sistem hukum Belanda. Indonesia menggunakan sistem hukum Belanda karena pada saat itu Indonesia merupakan negara jajahan kolonial Belanda dan saat bersamaan Indonesia belum memiliki hukum yang berasal dari tradisinya sendiri.

Sistem hukum Indonesia menggunakan sistem Eropa Konstinental. Seiring berkembangnya tradisi dan kebiasaan masyarakat Indonesia, menyebabkan Indonesia menjalankan sistem perpaduan hukum anatara sistem hukum eropa kontinental dan anglo saxion. Selain itu Indonesia juga menjalakan sistem hukum yang sesuai dengan pemikiran para filsuf dengan aliran / mazdab positivisme.

 

B.     Saran

Bahwa sistem hukum Indonesia harus sesuai dengan norma dan kaidah yang hidup dimasyarakat. Hal ini dikarenakan hukum itu harus memandang keadaan dan kondisi masyarakat agar dapat menciptakan keadilan, kepastian dan kemanfaatan bagi masyarakat itu sendiri. Hukum positiv akan berjalan efektive bila sesuai dengan hukum yang hidup didalam masyarakat.

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
  2. Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
  3. Jurnal Bahasa Inggris Profit Sharing
  4. Makalah Pengertian Produk, Ciri-Ciri, Dan Kriteria Produk Disukai Pasar
  5. Pengertian Tata Hukum Dan Makalah Pengantar Hukum Indonesia
  6. Makalah Sumber Hukum Di Indonesia
  7. Makalah Macam-Macam Lembaga Tinggi Negara
  8. Makalah Sejarah Dan Perkembangan Hukum Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Djamali, Abdoel.  Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012.

Rartha Windari, Ratna. Pengantar Hukum Indonesia. Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2017. 

Najih Mokhammad, dkk. Pengantar Hukum Indonesia. Malang : Setara Press, 2012.

Wignjosoebroto, Soetandyo. Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1995.   

Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Rajawali Press, 2012. 

Dwi, dkk. Pengantar Hukum Indonesia. Malang : Setara Pers, 2014. 

Rudi Hermawan, Sejarah Hukum Indonesia, http://hermawanrudi.wordpress.com, di akses tanggal  25



[1] Mokhammad Najih& Soimin,Pengantar Hukum Indonesia,Setara Press,Malang,2012.

[2] Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Hukum Kolonial ke Hukum Nasional, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 19

[3] Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1996,  hlm. 10

[4] Dwi S& Nugraha partners, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Pers, Malang, 2014, hlm. 29

[5] Ibid

[6] Hermawan Rudi, Sejarah Hukum Indonesiahttp://hermawanrudi.wordpress.com, tanggal akses 25 September 2015.

[7] Abdoel Djamali, op.cit., hlm. 12

[8] Mokhammad Najih dan Soimin, op.cit., hlm 31

[9] Ibid, Hal. 12

[10] Hermawan Rudi, op.cit

[11] Hermawan Rudi, op.cit

[12] Abdoel Djamali, op.cit., hlm. 59

[13] Sunandar Priatma Utama, op.cit

[14] Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm 60.

[15] Ratna Artha Windari, Pengantar Hukum Indonesia, ( Depok : PT RajaGrafindo Persada, 2017), hlm 21.

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...