BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengenal kitab-kitab hadis bagi umat muslim
khususnya para calon sarjana muslim adalah suatu keharusan. Karena dengan diketahuinya bentuk kitab hadis tersebut, baik mulai dari pengarangnya,
sistematika penulisannya atau yang lain yang berhubungan dengan masalah studi hadis akan memudahkan
proses pencarian hadis langsung dari sumbernya dengan melakukan penelitian
ulang tentang kualitas hadis sehingga tidak ragu-ragu untuk berhujjah
menggunakan hadis. Hadis atau Sunnah, baik secara struktural ataupun fungsinya
telah disepakati oleh para Muslimin dari berbagai aliran islam sebagai sumber
ajaran agama setelah al-Quran karena dengan adanya hadis itulah ajaran islam
semakin menjadi jelas. Sepanjang sejarah, hadis-hadis yang tercantum dalam
berbagai kitab hadis yang ada telah melalui proses penelitian ilmiah sehingga
menghasilkan kualitas hadis yang diinginkan oleh para penelitinya atau
penghimpunnya.
Hasil dari berkutatnya para ulama dalam
pembahasan hadis adalah dengan telah disusunnya indeks atau catalog (fihris),
dengan tujuan untuk mempermudah sampai kepada nas atau kitab, dan
menjadikan fihris menjadi susunan yang beragam, di antaranya yakni yang
biasa disebut dengan al-Atraf. Oleh karenanya, dalam makalah ini penulis mencoba untuk membahas kitab hadis al-atraf
baik dari pengertian, sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, metode dalam
penyusunannya, macam-macam kitab hadis
dalam kategori atraf, dan faedah disusunnya kitab hadis dalam bentuk atraf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-Atraf
Menurut bahasa, al-Atraf merupakan bentuk jama’ dari kata tarf.
Tarf adalah sisi atau arah, dan digunakan dalam beberapa jenis, waktu,
dan lainnya. Kata al-Atraf juga telah disebutkan dalam Alquran,
sebagaimana firman-Nya:
÷É9ô¹$$sù 4n?tã $tB tbqä9qà)t ôxÎm7yur ÏôJpt¿2 y7În/u @ö6s% Æíqè=èÛ Ä§ôJ¤±9$# @ö6s%ur $pkÍ5rãäî ( ô`ÏBur Ç!$tR#uä È@ø©9$# ôxÎm7|¡sù t$#tôÛr&ur Í$pk¨]9$# y7¯=yès9 4ÓyÌös? ÇÊÌÉÈ[1]
Maka sabarlah
kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu,
sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada
waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu
merasa senang,
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@ø©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõã ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 y7Ï9ºs 3tø.Ï úïÌÏ.º©%#Ï9 [2]ÇÊÊÍÈ
Dan Dirikanlah
sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat.
Menurut Itr, tarf hadith adalah
الجزء
الدال على الحديث, أو العبارة الدالة عليه.[3]
Bagian hadis
yang dapat menunjukkan pada hadis itu sendiri, atau pernyataan yang dapat
menunjukkan hadis.
Menurut Mahmud al-Tahhan, tarf al-hadith adalah
الجزء
من متنه الدال على بقيته.[4]
Bagian dari
matan hadis yang dapat menunjukkan keseluruhannya.
Maksud dari makna tersebut adalah sekiranya yang disebut atraf dalam
penulisan adalah bagian dari hadis, atau potongan dari hadis yang menunjukkan
keseluruhannya, sehingga metode ini berkembang dan setelah itu menjadi salah
satu metode takhrij yang dasar, yang mempunyai pengertian, dasar-dasar, serta
beberapa keistimewaan.[5]
Sedangkan makna dari kitab al-Atraf, terdapat juga beberapa
pengertian dari ulama hadis, di antaranya: Makna Atraf dalam istilah muhaddithin
adalah menyebutkan tarf hadis yang menunjukkan keseluruhannya. Maksud
dari pengertian tersebut bahwa muhaddith mendatangkan awal matan hadis
dengan menyebutkan dua, tiga, atau empat kalimat, atau menyebutkan lafadz yang
tampak dari sebuah hadis, sehingga dengan menyebutnya akan dapat menunjukkan
keseluruhan dari sebuah hadis, kemudian mengumpulkan sanad-sanad hadis
tersebut, dengan secara menyeluruh dari semua sumber-sumber kitab hadis,
ataupun yang terikat dalam kitab-kitab khusus.[6]
Menurut ‘Itr, kitab al-Atraf adalah kitab-kitab yang disusun
untuk menyebutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya, lalu disebutkan
sanad-sanad-nya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan
sanad-nya dengan lengkap dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya.[7]
Sedangkan menurut al-Tahhan, kitab Atraf adalah bagian
kitab-kitab hadis yang hanya menyebutkan bagian (tarf) hadis yang dapat
menunjukkan keseluruhannya, kemudian menyebutkan sanad-sanad-nya, baik secara
menyeluruh atau hanya dinisbatkan (dihubungkan) pada kitab-kitab tertentu.
Tetapi sebagian pengarang kitab ini, ada yang menyebutkan sanad-nya secara
menyeluruh atau ada yang hanya menyebutkan gurunya.[8]
Perlu dicatat di sini, kitab atraf tidak memuat
matan hadis secara lengkap dan sempurna, serta bagian hadis yang dimuat pun
tidak pasti bagian dalam arti tekstual[9], sebagaimana ia pun
tidak dapat memberikan esensi lafal hadis yang sejatinya tertulis dalam
kitab-kitab yang dirujuknya. Kitab Atraf hanya memberikan makna yang termanifestasikan dari hadis
yang diambil oleh penulisnya dari kitab-kitab asalnya. Oleh karena itu, untuk kebutuhan studi (penelitian) matan hadis, tetap harus membuka dan membedah kitab-kitab yang menjadi
rujukkannya.
B.
Sejarah Perkembangan Metode al-Atraf
Ulama salaf menggunakan kata al-Atraf dengan makna tulisan
potongan hadis yang menunjukkan kepada keseluruhannya, yang telah ada sejak
abad 1 H, ketika mereka menyiapkan serta mengikuti pelajaran dari guru-guru
mereka, maka mereka menulis potongan (penggalan) dari sebuah hadis atau beberapa
hadis yang sedang mereka dengar dan yang
mereka tanyakan. Sebagian dari mereka menulis potongan-potongan (ujung) hadis
dalam majlis gurunya itu untuk menolong dan memudahkan mereka dalam menghafal.[10]
Sesungguhnya indeks (fihris) hadis dengan metode atraf telah
tumbuh kembang sejak dahulu kala, yakni dapat dikatakan bahwa munculnya al-Atraf
muncul bersamaan dengan tadwin hadith sekitar pada akhir abad pertama
dan awal abad kedua. Hal itu ditunjukkan dengan adanya beberapa bukti, di
antaranya:
1.
Dinukil
dari perkataan Ibn Hajar dalam kitab Ittihaf al-Mahrah bahwa Ibrahim bin
Yazid al-Nakha’i (w. 96 H) berkata: tidak mengapa menulis al-Atraf. Ibrahim
adalah salah satu fuqaha’ kalangan tabi’in, Ibn Hajar mengatakan: athar
ini sanad-nya sahih, yang mawquf kepada Ibrahim. Perkataan
Ibrahim ini menunjukkan bahwa penulisan al-Atraf telah bertumbuh kembang
pada masanya, sehingga semua orang mempertanyakan hal itu.
ذكر
أبو خيثمة (234 H) في ((كتاب العلم)) له: ثنا جرير عن منصور عن إبراهيم –هو النخعي
(96 H)-قال: لا بأس بكتابة الأطراف.
روى
منصور، عن إبراهيم قال: لا بأس بكتابة الاطراف، وروى شريك عن جامع أبي صخرة قال:
رأيت حماد يكتب عند إبراهيم، ويقول: إنا لا نريد بذلك دنيا، وعليه كساء أنبجاني.[11]
2.
Metode
ini dimulai dengan menyebarnya lembaran-lembaran (tulisan) dari para muhaddith,
sebagaimana diriwayatkan dari Hammad bin Abi Sulayman (w. 120 H) beserta
gurunya, yakni Ibrahim al-Nakha’i (w. 96 H). telah dikeluarkan oleh al-Darimi
dalam “sunan-nya”: telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Aban,
telah menceritakan kepada kami Ibn Idris, dari Ibn ‘Awn berkata: saya melihat Hammad
menulis dari Ibrahim, maka kemudian Ibrahim berkata kepadanya: bukankah aku
telah melarangmu? Dia berkata: sesungguhnya ini adalah atraf.
فقد
قال الدارمي : أخبرنا إسماعيل بن أبان ، قال : حدثنا ابن إدريس ، عن ابن عون ، قال
: رأيت حماداً يكتب عند إبراهيم فقال له إبراهيم : ألم أنهك ؟ قال : إنما هي أطراف.
حدثنا
أبو خيثمة ثنا محمد بن عبد الله الأنصاري ثنا بن عون قال : دخلت على إبراهيم فدخل
علينا حماد فجعل يسأله ومعه أطراف قال فقال ما هذا قال إنما هي أطراف قال ألم أنه
عن هذا.[12]
3.
Dari
Muhammad bin Sirin (w. 110 H) dia berkata: saya bertemu ‘Ubaydah -yakni Ibn
‘Amr al-Salmani- yang mempunyai atraf, dan menurut qaul yang sahih,
‘Ubaydah wafat pada tahun 72 H.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، عَنْ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ،
عَنْ يَحْيَى بْنِ عَتِيقٍ، عَنِ ابْنِ سِيرِينَ، قَالَ: «كُنْتُ أَلْقَى
عَبِيدَةَ بِالْأَطْرَافِ فَأَسْأَلُهُ»[13]
4.
Dari
Yahya berkata: saya mempunyai atraf ‘Awf (Ibn Abi Jamilah w. 146 H) dari
Hasan dari Nabi Saw. Khalas dan Muhammad dari Abi Hurayrah r.a.: (أن
موسى كان رجلا حييا ... إلخ).
حدثنا
عبد الرحمن نا صالح نا علي قال سمعت يحيى يقول: كان معي اطراف عوف عن الحسن عن
النبي صلى الله عليه وسلم وخلاس.[14]
5.
Isma’il
bin Abi Khalid (w. 146 H) mempunyai atraf yang diambil oleh Waki’ (196
H) dan memberikannya kepada Isma’il bin ‘Iyash (181 H).[15]
Inilah sebagian pendapat atau pernyataan yang dapat menetapkan
bahwasanya penyusunan al-Atraf hadis telah ada semenjak masa mutaqaddimin,
yang seperti halnya amalan atau perbuatan khusus untuk menolong muhaddith
dalam mengingat hadis.
Seiring dengan berjalannya waktu, serta akibat dari penggunaan
metode al-atraf, seperti yang terjadi dalam keterangan di atas
(menghimpun hadis dengan menggunakan metode atraf), dan telah
bertumbuhkembangnya penggunaan metode tersebut, sehingga muncullah beberapa
orang yakni Imam Abi Mas’ud Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ubayd al-Dimashqi (w. 401
H) dan Imam Abi Muhammad Khalf bin Muhammad al-Wasiti (w. 401 H), yang keduanya
menyusun kitab “Atraf al-Sahihayn”. Di mana keduanya tersebut merupakan
orang yang pertama kali menerapkan atau menggunakan salah satu metode takhrij
dasar, yakni dengan menggunakan metode al-atraf atau metode ma’rifah
al-rawi al-a’la li al-hadith.[16]
Diantara keistimewaan metode ini adalah:
1.
Proses
takhrij dapat diperpendek,
2.
Ditemukan
banyak jalan (tarq) untuk matan yang sama,
3.
Dapat
sampai pada hadis yang dimaksud dengan mudah dan cepat,
4.
Mengetahui
dengan mudah tempat suatu hadis yang terperinci dari sumber-sumber kitab hadis
yang menjadi pegangan oleh para muallif, meskipun rujukannya berdasarkan
tertib nama-nama perawi.[17]
Selain
mempunyai kelebihan atau keistimewaan, metode ini juga mempunyai beberapa
kelemahan, di antaranya adalah:
1.
Untuk menemukan hadis tertentu yang diriwayatkan oleh
sahabat tertentu membutuhkan waktu yang relative lama, karena biasanya sahabat
tidak hanya meriwayatkan satu hadis saja.
2.
Metode ini tidak bisa digunakan apabila nama sahabat yang
meriwayatkan hadis itu tidak diketahui.
3.
Kesusahan untuk
sampai pada hadis yang dimaksud, karena harus mengetahui nama rawi a’la dari hadis
yang akan di takhrij, jika tidak maka takhrij tidak mungkin dilakukan. Secara
singkatnya Metode ini dikhususkan jika telah diketahui nama shahabat yang meriwayatkan
hadits,
4.
Menghilangkan
banyak waktu dan tenaga, dalam mencari hadis-hadis dari beberapa
sumber tertentu untuk sampai kepada hadis dan takhrijnya.
5.
Meringkas
sebagian riwayat yang berulang-ulang berdasarkan kepentingannya dalam sebagian
rujukannya.[18]
C.
Metode yang digunakan untuk Menyusun Kitab al-Atraf
Pada umumnya kitab Atraf ini disusun berdasarkan musnad-musnad sahabat
sesuai dengan urutan huruf hijaiyah. Maksudnya adalah kitab tersebut dimulai
dengan hadis-hadis sahabat yang namanya dimulai dengan huruf alif,
kemudian ba’, dan seterusnya. Tetapi terkadang kitab tersebut, disusun
berdasarkan huruf awal matan hadis, seperti yang dilakukan Abu al-Fadl bin Tahir
dalam kitab Atraf al-Gharaib wa al-Afrad karya al-Daruqutni, yang
menyusunnya dengan tertib huruf mu’jam dengan dinisbatkan pada awal matan
hadis. Demikian juga yang dilakukan oleh Muhammad bin ‘Ali al-Husayni dalam
kitabnya al-Kashshaf fi Ma’rifah al-Atraf.[19]
Sistematika penulisan kitab athraf, pada umumnya, menggunakan pola musnad
sahabat secara alfabetis. Pola ini secara sistematik akan memulai penulisannya
dengan menuliskan hadis-hadis yang berasal dari sahabat nabi yang namanya
diawali huruf ‘alif’, demikian seterusnya.
Dalam menyusun kitab al-Atraf, Muhaddithin memiliki metode
yang bagus, susunan yang baru, uslub yang indah, dan mengklasifikasikan
hadis-hadis dengan tujuan untuk mempermudah bagi orang yang ingin mengetahui
dikeluarkannya hadis. Secara ringkasnya, metode dalam penyusunan atraf
itu adalah:
1.
Muhaddithin menyusun hadis-hadis berdasarkan sanad-sanad, kemudian menyebutkan
nama-nama sahabat berdasarkan huruf hijaiyah, lalu mereka menyebutkan periwayat
dari setiap sahabat dari tabiin dan dari setelah mereka berdasarkan huruf
hijaiyah juga.
2.
Kemudian
penyusun atraf menyebutkan sebagian dari hadis, sebagaimana pada umumnya
yakni disebutkan bagian awalnya. Lalu mereka menyebutkan semua jalan (turuq)
dari hadis ini dalam beberapa kitab yang diperlukan, sama halnya dari banyak turuq
(yang meriwayatkan) atau hanya ada satu jalan saja.
3.
Ketika
banyaknya turuq dalam riwayat hadis atau hanya sebagian/sendiriannya turuq
tersebut, ahli atraf menyebutkan tempat beradanya hadis itu dari dalam
kitab dan bab, sehingga walaupun hadis itu berulang-ulang dalam banyaknya
tempat, maka mereka menyebutkan tempat-tempat itu pula. Hal itu mempermudah
mengetahui turuq hadis dan pembahasan sanad-sanad-nya.[20]
D.
Macam-Macam Kitab al-Atraf
Telah disebutkan pada pemaparan dahulu bahwasanya kitab-kitab Atraf
ini dinisbatkan kepada Ibrahim al-Nakha’i dan seterusnya. Kemudian sampailah
pada penyusunan, kitab-kitab yang telah disusun berdasarkan model kitab Atraf
sangatlah banyak, di antaranya adalah:
1.
Atraf
al-Sahihayn, karya Khalf
bin Muhammad bin ‘Ali bin Hamdun al-Wasiti (w. 401 H/1014 M).
2.
Atraf
al-Sahihayn, karya Abi
Nu’aym ‘Ubayd Allah bin al-Hasan al-Asbahani al-Haddad (w. 463 H).
3.
Atraf
al-Sahihayn, karya Ibn Hajr
(w. 852 H).
4.
Atraf
al-Kutub al-Khamsah, karya Ahmad
bin Thabit al-Tarqi (w. 521 H).
5.
Atraf
al-Kutub al-Sittah, karya Abi
al-Fadl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi, yang dikenal dengan Ibn al-Qaysirani (w.
507 H).
6.
Tuhfah
al-Ashraf biMa’rifah al-Atraf,
karya Abi al-Hajjaj Yusuf bin ‘Abd al-Rahman al-Mizzi (w. 742 H).
7.
Al-Kashshaf
fi Ma’rifah al-Atraf, karya Muhammad
ibn ‘Ali al-Husayni al-Dimashqi (w. 765 H).
8.
Al-Ashraf
‘ala Ma’rifah al-Atraf, karya Abi
al-Qasim ‘Ali bin al-Hasan, yang dikenal dengan Ibn ‘Asakir (w. 571 H).
9.
Al-Itraf
bi Awham al-Atraf li al-Mizzi,
karya Wali al-Din Abi Zur’ah al-‘Iraqi (w. 826 H).
10.
Al-Nakt
al-Ziraf ‘ala al-Atraf, karya Ibn Hajar
(w. 852 H).
11.
Ittihaf
al-Mahrah bi al-Fawaid al-Mubtakirah min Atraf al-Ashrah, karya Ibn Hajar al-Asqalani.
12.
Itraf
al-Musnad al-Mu’tali bi Atraf al-Musnad al-Hanbali, karya Ibn Hajar.
13.
Al-Inarah
fi Atraf al-Mukhtarah, karya Ibn Hajar
juga.
14.
Atraf
Sahih Ibn Hibban, karya Abi
al-Fadl al-‘Iraqi (w. 806 H).
15.
Atraf
Muwatta’, karya Khatib al-Baghdadi (w. 463
H).
16.
Atraf
Muwatta’, karya al-Dani yakni Ahmad bin Tahir
al-Ansari (w. 532 H).
17.
Atraf
al-Masanid al-Ashrah, karya Shihab
al-Din al-Busiri (w. 840 H).
18.
Atraf
al-Gharaib wa al-Afrad li al-Daruqutni, disusun
oleh Abi al-Fadl Muhammad binTahir (w. 507 H).
19.
Al-Ishraf
‘ala al-Jam’ bayna al-Nakt al-Ziraf wa Tuhfah al-Ashraf, karya Ibn Fahd al-Makki (w. 871 H).
20.
Lamma
al-Atraf wa Damma al-Atraf, karya
al-Suyuti (w. 911 H).
21.
Dhakha’ir
al-Mawarith fi al-Dilalah ‘ala Mawadi’ al-Hadith, karya ‘Abd al-Ghani al-Nabilisi (w. 1143 H).[21]
E.
Contoh Kitab Al-Atraf
Di antara kitab-kitab Al-Atraf yang telah disebutkan di
atas, maka dalam contoh tipologi kitab atraf ini hanya akan membahas
beberapa kitab saja di antara kitab-kitab tersebut, yakni:
1. Tuhfah al-Ashraf biMa’rifah al-Atraf.
a. Nama pengarang
Kitab Atraf
ini dikarang oleh Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf bin ‘Abd al-Rahman al-Mizzi
(w. 742 H).
b. Tujuan pokok penulisan
Tujuan pokok
penulisan kitab Atraf ini adalah menghimpun hadis-hadis kutub
al-sittah dan yang berhubungan dengannya, dengan cara yang mudah untuk
dapat mengetahui sanadnya yang berbeda-beda, tetapi dapat terhimpun dalam satu
tempat.[22]
c. Tentang kitab
Al-Mizzi, dalam
kitabnya ini telah mengumpulkan hadis-hadis dalam kutub al-sittah dan
yang berhubungan dengan penyusunnya, dan ditambah dengan Muqaddimah Kitab Sahih
Muslim, al-Marasil karya Abu Dawud, al-‘Ilal dan al-Shama’il
karya al-Tirmidhi, dan ‘Amal al-Yawm wa al-Laylah karya al-Nasa’i.[23]
Al-Mizzi
tenggelam atau sibuk dalam menyusun kitabnya selama 26 tahun. Penulisan kitab
ini dimulai pada bulan Ashura tahun 696 H dan diselesaikan pada tanggal 3 Rabi’
al-Akhir 722 H.[24]
d. Rumus (tanda) yang dipakai dalam kitab ini
Dalam
menghimpun bagian-bagian hadis dari kitab-kitab tersebut, al-Mizzi memakai
beberapa rumus atau tanda, di antaranya:
1)
(ع) untuk
hadis yang riwayat imam enam dalam kutub al-sittah
2)
(خ) untuk
al-Bukhari
3)
(خت) untuk
al-Bukhari dalam Ta’liq
4)
(م) untuk
Muslim
5)
(د) untuk
Abu Dawud
6)
(مد) untuk
Abu Dawud dalam al-Marasil
7)
(ت) untuk
al-Turmudhi
8)
(تم) untuk
al-Turmudhi dalam al-Shama’il
9)
(س) untuk
al-Nasa’i
10)
(سي) untuk
al-Nasa’i dalam ‘Amal al-Yawm wa al-Laylah
11)
(ق) untuk
Ibn Majah
12)
(ز) untuk
tambahan al-Mizzi terhadap beberapa hadis
13)
(ك) untuk
tambahan al-Mizzi terhadap Ibn ‘Asakir.[25]
e. Sistematika kitab
Al- Mizzi
mengumpulkan musnad-musnad berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkan
hadis dari Nabi Saw. dalam kutub al-sittah dan kitab-kitab lain yang
berhubungan dengannya. Jumlah musnad sahabat r.a dalam kitab ini
terhimpun sebanyak 995 musnad sahabat, yang dimulai dengan musnad
sahabat Abyad bin Hammal al-Humayri dan diakhiri dengan musnad sahabiyah Hafsah
binti Sirin r.a. dan 400 musnad tokoh tabi’in dan orang-orang setelahnya.[26]
Pengarang
banyak menyebutkan sebagian hadis dalam beberapa tempat. Karena semua hadis
dalam kitab ini, disusun berdasarkan nama-nama sahabat. Jika sebagian hadis
mempunyai sanad yang banyak dari sahabat, maka terpaksa harus menyebutkannya
berulang kali sesuai dengan jumlah sahabat yang meriwayatkannya dalam
kitab-kitab yang menjadi pokok bahasan dalam kitab ini. Karena itu, jumlah
hadis-hadisnya mencapai 19.595.[27]
Lalu penyusun
menertibkan hadis-hadis dari para sahabat yang mempunyai gelar al-mukthirin
berdasarkan huruf mu’jam. Banyaknya para perawi dari kalangan tabi’in dan
setelahnya, maka al-Mizzi juga menghimpun nama-nama tersebut berdasarkan huruf
mu’jam.
Mula-mula
pengarang menyebutkan kata hadith pada permulaan setiap hadis yang
dikemukakan dan menulis tanda di atas kata itu tentang periwayatnya. Kemudian
pengarang menyebutkan bagian pertama dari matan hadis yang dapat
menunjukkan seluruh lafadznya. Setelah menyebutkan bagian dari matan
hadis, kemudian pengarang menjelaskan sanad-sanad-nya secara sempurna dalam
kitab-kitab hadis sesuai dengan tanda-tanda yang dipakai. Sehubungan dengan
ini, mula-mula pengarang menyebutkan permulaan tanda (rumus) yang kemudian
diikuti nama kitab tempat hadis itu berasal, menyebutkan sanad hadis itu
berasal, kemudian menyebutkan sanad hadis secara sempurna sampai pada perawi
yang tercatat biografinya dengan kata-kata anhu bihi.[28]
f. Pujian-pujian yang diberikan pada kitab ini, di antaranya:
1)
Ibn
al-Wazir menukil pendapat dari Fayruz Abadi: bahwasanya kitab ini tidak ada
bandingannya, bagaikan kolam yang penuh, yang menunjukkan bahwa penyusunnya
mempunyai banyak kelebihan dan dapat menjaga dari kesombongan.
2)
Ibn
Hajar mengatakan bahwa kitab ini merupakan bagian dari kitab-kitab yang agung
dalam ilmu hadis. Dan telah menghasilkan manfaat yang dapat dipetik, dan para
ulama berlomba-lomba untuk menghasilkan karya yang mendekati dan melebihi.
3)
Dalam
kitab al-Ittihaf-nya Ibn Hajar juga mengatakan bahwa kitab ini (Tuhfah
al-Ashraf biMa’rifah al-Atraf) banyak sekali manfaatnya.[29]
g.
Contoh
2. Al-Itraf bi Awham al-Atraf li
al-Mizzi.
a.
Biografi
Pengarang
Nama lengkapnya
adalah al-Hafiz Ahmad ibn ‘Abd al-Rahim ibn al-Husayn ibn ‘Abd al-Rahman ibn
Ibrahim ibn Abi Bakr ibn Ibrahim al-Wali Abu Zur’ah ibn al-Zayn Abi al-Fadl
al-Kurdi, yang dikenal dengan nama Ibn al-‘Iraqi.[30]
Dilahirkan pada
hari Senin tanggal 3 Dzulhijjah 762 H di Kairo. Pertama kali rihlah pada umur
65 ke Damaskus berguru kepada beberapa ulama di sana di antaranya adalah
al-Shams al-Husayni, al-Taqi ibn Rafi’, dan lain-lain.
Beliau telah
banyak menyusun beberapa kitab, di antaranya:
1)
Al-Ajwabah
al-Mardiyah ‘an al-Asilah al-Makkiyah,
Fatwa dari Wali al-Din Abi Zur’ah al-‘Iraqi.
2)
Al-Ma’in
‘ala Fahm Arjuzah ibn al-Yasimin,
syarah dari Arjuzah fi al-Jabr wa al-Muqabalah karya Ibn al-Yasimin
3)
Amali
Wali al-Din, dalam bidang
hadis
4)
Tuhfah
al-Tahsil fi Dhikr al-Marasil
5)
Tuhfah
al-Warid biTarjamah al-Walid
6)
Taqrib
al-Asanid, syarah ayahnya yakni Abu Zur’ah
ibn ‘Abd al-Rahim (w. 826 H).
7)
Al-Ghayth
al-Hami’, syarah “Jam’ al-Jawami’”
dalam bidang Usul al-Fiqh.
8)
Al-Dalil
al-Qawim ‘ala Sihhah Jam’ al-Taqdim
9)
Sharh
al-Sadr bi Dhikr Laylah al-Qadr
10)
Fadl
al-Khal wa ma fiha min al-Khayr wa al-Nayl
11)
Dhayl
‘ala al-Kashif fi Asma’ al-Rijal
12)
Tanqih
al-Lubab, merupakan ringkasan kitab “Lubab
al-Fiqh” karya Imam al-Haramayn al-Jawini,
13)
Al-Mubhamat,
di dalamnya menjelaskan nama-nama yang mubham yang terjadi dalam
matan hadis-hadis serta sanad-sanadnya, dan lai-lain.[31]
Beliau wafat
pada hari Kamis tanggal 17 Sha’ban 826 H, dishalatkan pada keesokan harinya
pada hari Jum’at di al-Azhar yang disaksikan oleh para pemimpin, Qadhi, Ulama,
dan juga para murid. Kemudian dimakamkan di samping makam ayahnya.
b.
Tentang
Kitab
Dicetak di
Beirut oleh al-Taba’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi’ pada tahun 1406 H tepatnya pada
tahun 1986 M, hanya satu jilid yang berjumlah 253 halaman.
Di dalam
pendahuluannya juga dicantumkan beberapa kitab yang telah disusun berdasarkan
metode atraf, serta menyebutkan beberapa keistimewaan atau faedah dari
metode ini.
Sebagaimana
kitab karya al-Mizzi, kitab ini juga menghimpun hadis-hadis dalam kutub
al-sittah dan yang berhubungan dengan penyusunnya, yang ditambah dengan al-‘Ilal
dan al-Shama’il karya al-Turmudhi dan ‘Amal al-Yawm wa al-Laylah karya
al-Nasa’i.
c.
Tanda-tanda
yang dipakai
Kitab ini juga
mempunyai tanda atau rumus yang digunakan sebagai berikut:
1)
(خ) dipakai untuk al-Bukhari
2)
(خت) dipakai
untuk Al-Bukhari dalam Ta’liq
3)
(م) dipakai
untuk Muslim
4)
(د) dipakai
untuk riwayat Abu Dawud
5)
(ت) dipakai
untuk riwayat al-Turmudhi dalam al-Jami’
6)
(تم) dipakai
untuk riwayat al-Turmudhi dalam Shama’il
7)
(س) dipakai
untuk riwayat al-Nasa’i dalam al-Sunan
8)
(سي) dipakai
untuk riwayat al-Nasa’i dalam ‘Amal al-Yawm wa al-Laylah
9)
(ق) dipakai
untuk riwayat Ibn Majah
10)
(ع) dipakai
untuk hadis yang terdapat dalam kutub al-sittah.[32]
d.
Sistematika
Pembahasan
Sistematika
penulisan kitab ini, sama persis seperti kitab Tuhfah al-Ashraf biMa’rifah
al-Atraf, di awali dengan musnad sahabat Abyad bin Hammal al-Humayri dan
diakhiri dengan musnad sahabiyah Hafsah binti Sirin r.a.
Penyebutan
musnad dan hadisnya adalah mula-mula pengarang menyebutkan judul huruf hamzah
dan kemudian diikuti dengan biografi perawi, seperti contoh “Abyad ibn Hammal
dari Nabi Muhammad Saw.” Kemudian disebutkan kata hadis dengan tulisan besar,
di samping tulisan hadis itu dituliskan tanda atau rumus yang dipakai (terdapat
dalam kitab apa saja). Setelah itu, pengarang menyebutkan bagian (atraf)
hadis. Kemudian pengarang tidak seperti halnya al-Mizzi yang memaparkan seluruh
sanad dari beberapa riwayat, dalam kitab ini tidak menyebutkan sanadnya
lengkap, hanya mengatakan bahwa terdapat dalam kitab tertentu, dan juga kadang
mengambil perkataan dari al-Mizzi. Setelah itu, pengarang menyebutkan seluruh
hadis sahabat tersebut dengan cara yang sama.
e.
Contoh
حرف الألف
ا – أبيض بن حمال عن النبي صلى الله عليه وسلم
ا حديث :
أنه وفد إلى النبي صلى الله عليه وسلم فاستقطعه الملح الذي بمأرب ... الحديث
فاته أن النسائ رواه أيضا في إحياء الموات عن
إبراهيم بن هارون, عن محمد بن يحي بن
قيس بالسند المذكور في الأطراف. و عن سعيد بن عمرو,
عن بقية, عن سفيان, عن معمر
نحوه. قال سفيان : وحدثني ابن أبيض بن حمال, عن
أبيه عن النبي صلى الله عليه وسلم بمثله.
وعن عبد السلام بن عتيق , عن محمد بن المبارك,
عن إسماعيل بن عياش و سفيان بن عيينة
كلاهما عن عمرو بن يحي بن قيس المأربي, عن
أبيه, عن أبيض بن حمال نحوه.
هو في رواية ابن الأحمر ولم يذكره أبو
القاسم أيضا.
3. Ittihaf al-Maharah bi al-Fawaid
al-Mubtakirah min Atraf al-Ashrah.
a.
Nama
Pengarang
Adalah Abu
al-Fadl Shihab al-Din Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Ali ibn Mahmud
ibn Ahmad al-Kunani al-‘Asqalani al-Misri al-Shafi’i, yang dikenal dengan nama
Ibn Hajar.
Dilahirkan di
Mesir pada tanggal 23 Sha’ban 773 H, dan ayahnya meninggal pada bulan Rajab
tahun 777 H, ibunya juga meninggal sebelum tahun itu, oleh karenanya ia tumbuh
sebagai anak yatim.[33]
Beliau
meninggal pada akhir bulan Dhulhijjah tahun 852 H, dan di makamkan di daerah
Mesir.
b.
Tentang
Kitab
Kitab ini
menghimpun 11 sumber dari kitab-kitab hadis, di antaranya adalah Sunan al-Darimi,
Sahih Ibn Khuzaymah, al-Muntaqa li Ibn al-Jarud, Mustakhraj Abi ‘Awanah, Sahih
Ibn Hibban, al-Mustadrak li al-Hakim, Muwatta’ al-Imam Malik, Musnad al-Imam
al-Shafi’i, Musnad al-Imam Ahmad, Sharh Ma’ani al-Athar li al-Tahawi, dan Sunan
al-Daruqutni.[34]
Di dalam kitab
ini juga memuat biografi pengarangnya, dan menyebutkannya secara ringkas
mengenai nasabnya, lahirnya, hidupnya, keilmuannya, serta wafatnya. Selain itu
juga memuat pembahasan tentang metode atraf, dengan menyebutkan
pengertian, perkembangan, metode, kitab-kitab atraf yang terkenal, serta
beberapa faedah dari pembukuan kitab-kitab dalam model atraf.
c.
Tanda-tanda
yang dipakai
1)
(مي) dipakai
untuk Sunan al-Darimi
2)
(خز) dipakai
untuk Sahih Ibn Khuzaymah
3)
(جا) dipakai
untuk Ibn al-Jarud dalam kitab al-Muntaqa li Ibn al-Jarud
4)
(عه) dipakai
untuk Abi ‘Awanah dalam kitab Mustakhraj Abi ‘Awanah
5)
(حب) dipakai
untuk Ibn Hibban dalam kitab Sahih Ibn Hibban
6)
(كم) dipakai
untuk al-Hakim dalam kitab Mustadrak-nya
7)
(ط) dipakai untuk Muwatta’ al-Imam Malik
8)
(ش) dipakai
untuk Musnad al-Imam al-Shafi’i
9)
(حم) dipakai
untuk Musnad al-Imam Ahmad
10)
(طح) dipakai
untuk al-Tahawidalam
kitab Sharh Ma’ani al-Athar li al-Tahawi
11)
(قط) dipakai
untukal-Daruqutni dalam kitab Sunan al-Daruqutni
12)
(عم) dipakai
untuk ‘Abd Allah ibn Ahmad
d.
Sistematika
Pembahasan
Mengenai
sistematika penulisannya, pengarang mula-mula menyebutkan nama musnadnya
kemudian sebelum menyebutkan potongan hadis dan sanadnya, lebih dahulu
dipaparkan sedikit biografi mengenai sahabat tersebut apabila sahabat tersebut
mempunyai julukan, dengan menceritakan asal usul julukan tersebut.
Sebagaimana
kitab atraf pada umumnya, penuturan mengenai hadisnya yakni dengan menuliskan
tulisan hadis, yang kemudian disusul dengan pemaparan bunyi potongan hadis yang
dibahas, di samping tulisan hadis tersebut menyebutkan tanda atau rumus yang
dipakai dalam kitab ini, yang menandakan bahwa hadis tersebut berada dalam
kitab tertentu. Selanjutnya, pengarang menulis ulang tanda atau rumus sebuah
kitab yang diikuti dengan bab beserta sanadnya, biasanya juga dituliskan
tentang kualitas dari sanad tersebut.
e.
Contoh
4. Dhakha’ir al-Mawarith fi al-Dilalah
‘ala Mawadi’ al-Hadith.
a.
Nama
pengarang
Kitab ini
dikarang oleh ‘Abd al-Ghani bin Isma’il bin ‘Abd al-Ghani bin Isma’il bin Ahmad
bin Ibrahim bin Isma’il bin Ibrahim bin ‘Abd Allah bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman
bin Ibrahim bin Sa’d Allah bin Jama’ah al-Nabilisi al-Dimashqi al-Hanafi
(1050-1143 H). Lahir pada tanggal 5 Dhulhijjah 1050 H, dan wafat pada tanggal
24 Sha’ban 1143 H.
b.
Tentang kitab
Kitab ini
menghimpun atraf kutub al-sittah dan al-Muwatta’ dengan
sistematika yang sama dengan Tuhfah al-Ashraf, dan bahkan kitab ini
seakan-akan merupakan ringkasan darinya. Akan tetapi, kitab ini memiliki
kelebihan pada pembagiannya menjadi beberapa bagian karena penulisnya menemukan
hal-hal yang menyebabkan ia harus membuat variasi judul-judul bab dengan nama
para sahabat itu, dan karenanya ia membagi kitab-kitabnya ini menjadi tujuh
bab. Kitab ini telah dicetak dalam empat jilid,[35] ada juga yang mencetaknya dalam dua jilid, dimana setiap jilid
terdapat dua juz.
c.
Tanda-tanda
yang dipakai
Kitab ini
menggunakan tanda-tanda sebagai berikut:
1)
(خ) dipakai
untuk Sahih Al-Bukhari
2)
(م) dipakai
untuk Sahih Muslim
3)
(د) dipakai
untuk Sunan Abi Dawud al-Sijistani
4)
(ت) dipakai
untuk Sunan al-Turmudhi
5)
(س) dipakai
untuk Sunan al-Nasa’i
6)
(ه) dipakai
untuk Sunan Ibn Majah
7)
(ط) dipakai
untuk al-Muwatta’.[36]
d.
Pembagian
kitab (bahasan)
Kitab ini
dibagi menjadi tujuh bab, setiap bab disusun berdasarkan urutan huruf hijaiyah
agar mudah men-takhrij-kannya. Bab-bab itu adalah:
Bab I : tentang musnad-musnad sahabat laki-laki
Bab II : tentang
musnad-musnad perawi yang dikenal dengan nama kuniyahnya, yang disusun
berdasarkan urutan huruf hijaiyah, dengan memperhatikan huruf pertama nama
perawi yang memakai nama kuniyah.
Bab III : tentang
musnad-musnad perawi laki-laki yang samar (mubham), disusun berdasarkan
beberapa pendapat tentang urutan nama-nama mereka.
Bab IV : tentang musnad-musnad sahabat perempuan.
Bab V : tentang
musnad-musnad sahabat perempuan yang dikenal dengan nama kuniyahnya.
Bab VI : tentang musnad-musnad
sahabat perempuan yang samar (mubham) sesuai urutan nama-nama mereka.
Bab VII : tentang
hadis-hadis mursal sesuai dengan nama-nama perawinya. ada bab ini ditambah tiga
pasal yaitu tentang kuniyah perawi laki-laki, perawi yang samar, dan perawi
perempuan hadis-hadis mursal.[37]
e.
Cara
penyebutan musnad dan hadis
Penyebutan
musnad dan penuturan hadis dalam kitab ini dimulai dari huruf hamzah. Mula-mula
pengarang menyebutkan judul huruf hamzah dan kemudian diikuti dengan biografi
perawi, seperti halnya “Abyad ibn Hammal al-Humayri al-Ma’aribi dari Nabi
Muhammad Saw.” Kemudian disebutkan kata hadis dengan tulisan besar. Setelah
itu, pengarang menyebutkan bagian (atraf) hadis. Kemudian menyebutkan
tanda atau rumus yang dipakai dalam kitab ini, beserta menyebutkan terdapat
dalam bab mana dan juga sanadnya. Setelah itu, pengarang menyebutkan seluruh
hadis sahabat tersebut dengan cara yang sama.
Dalam kitab
ini, pengarang hanya menyebutkan sanad dari guru seorang pengarang yang
meriwayatkan hadis tersebut, tanpa menyebutkan seluruh perawinya agar menjadi
singkat. Selain itu, dalam mengungkapkan makna hadis adalah dengan tanpa
memakai lafalnya dalam semua riwayat, hanya disebutkan bagian lafal hadis dalam
sebagian kitab, kemudian memakai tanda yang sesuai dengan makna hadis. Jika
terdapat hadis riwayat sahabat yang banyak, maka hanya disebutkan dalam satu
musnad di antara mereka, karena takut terulang-ulang.[38]
f.
Perbandingannya
dengan kitab Tuhfah al-Ashraf biMa’rifah al-Atraf.
Kitab
Tuhfah al-Ashraf biMa’rifah al-Atraf lebih bagus bagi yang mencari musnad,
hukum hadis yang banyak jalurnya dan perbedaan perawinya. Juga menyebutkan
kelebihan hadis yang diriwayatkan sejumlah sahabat dalam musnad mereka
semua. Berbeda dengan kitab Dhakha’ir al-Mawarith fi al-Dilalah ‘ala Mawadi’
al-Hadith, kadang suatu hadis tidak didapatkan dalam musnad sebagian
perawi dari shahabat. Namun kelebihan kitab ini lebih ringkas.[39]
g.
Contoh
Dari beberapa contoh kitab di atas, kebanyakan bertolak ukur atau
berpatokan kepada kitab Atraf karya al-Mizzi. Hal ini dikarenakan
penulis tidak menemukan karya atau kitab di luar yang dipaparkan di atas.
F.
Faedah Kitab al-Atraf
Kitab Atraf menempati posisi penting, baik dalam pembelajaran hadis maupun dalam disiplin ilmu
hadis. Di antara faedah atau
kegunaan kitab-kitab atraf adalah:
1. Mengetahui dari mana dikeluarkannya sebuah hadis dari kitab-kitab hadis,
dan menyebutkan tempatnya, ketika hadis itu berulang-ulang (disebutkan) dalam
banyak tempat, dan hal itu akan memudahkan bagi peneliti.
2. Mengetahui macam atau jenis hadis, baik yang Mutawatir, Mashhur,
‘Aziz, atau Gharib. Karena jenis-jenis hadis seperti itu tidak
akan diketahui, kecuali dengan jalan mengumpulkan semua turuq dari
sebuah hadis.
3.
Mengetahui
sanad-sanad yang ‘ali dan nazil, dan hal itu dapat diketahui di
antaranya dari jalan (tarq) sebuah hadis dalam kitab-kitab hadis.
4.
Menjelaskan
yang muhmal dan mubham, serta mengetahui nama kuniyah dari
periwayat, seperti jika ingin mengetahui tentang Ibn Dinar yang pada sanad
sebuah hadis yang tidak dijelaskan dalam sebuah kitab, apakah yang dimaksud
adalah ‘Abd Allah ataukah ‘Amr, kemudian pengarang kitab atraf tersebut
menyebutkannya dengan nama aslinya.
5.
Menjelaskan
perbedaan teks yang asli, dan memungkinkan kita untuk menjaga sanad-sanad serta
matan-matan dalam kitab-kitab hadis, dari tidak adanya tashif dan tahrif.
6.
Mengetahui
terputus atau tersambungnya sanad hadis.[40]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS MASHHUR
- TIPOLOGI KITAB HADIS MAJAMI’
- TIPOLOGI KITAB HADIS QUDSI
- TIPOLOGI KITAB HADIS AL MUSTAKHRAJ
- TIPOLOGI KITAB HADIS AL-ATRAF
- TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS AL-MUSTADRAKAT
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hasil dari berkutatnya para ulama dalam pembahasan hadis
adalah dengan telah disusunnya indeks atau catalog (fihris), dengan
tujuan untuk mempermudah sampai kepada nas atau kitab, dan menjadikan fihris
menjadi susunan yang beragam, di antaranya yakni yang biasa disebut dengan al-Atraf.
Makna
Atraf dalam istilah muhaddithin adalah menyebutkan tarf
hadis yang menunjukkan keseluruhannya. Maksud dari pengertian tersebut bahwa muhaddith
mendatangkan awal matan hadis dengan menyebutkan dua, tiga, atau empat kalimat,
atau menyebutkan lafadz yang tampak dari sebuah hadis, sehingga dengan
menyebutnya akan dapat menunjukkan keseluruhan dari sebuah hadis, kemudian
mengumpulkan sanad-sanad hadis tersebut, dengan secara menyeluruh dari semua
sumber-sumber kitab hadis, ataupun yang terikat dalam kitab-kitab khusus.
Ulama
salaf menggunakan kata al-Atraf dengan makna tulisan potongan hadis yang
menunjukkan kepada keseluruhannya, yang telah ada sejak abad 1 H, ketika mereka
mengikuti pelajaran yang disampaikan dari guru-guru mereka, sebagian dari
mereka menulis potongan-potongan (ujung) hadis dalam majlis gurunya itu untuk
menolong dan memudahkan mereka dalam menghafal.
Pada
umumnya kitab Atraf ini disusun
berdasarkan musnad-musnad sahabat sesuai dengan urutan huruf hijaiyah.
Maksudnya adalah kitab tersebut dimulai dengan hadis-hadis sahabat yang namanya
dimulai dengan huruf alif, kemudian ba’, dan seterusnya.
Terdapat juga beberapa karya ulama mengenai penulisan kitab hadis
dengan metode atraf ini, di antaranya yang dibahas dalam makalah ini
adalah kitab Tuhfah al-Ashraf bi Ma’rifah al-Atraf karya al-Mizzi. Faedahnya juga banyak dan
beragam, yang menjadikan kitab ini istimewa di antara kitab-kitab hadis
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
‘Abasi (al), Abu Bakr ibn Abi Shaybah ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn ‘Uthman ibn Khawasiti. al-Kitab al-Musannaf fi al-Ahadith wa al-Athar. Vol 5. Riyad: Maktabah al-Rushd. 1409 H.
‘Asqalani (al), Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Hajar. Ittihaf al-Maharah bi al-Fawa’id al-Mubtakirah min Atraf al-‘Ashrah. Vol 1. al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah: Wizarah al-Shu’un al-Islamiyyah al-Awqaf wa al-Da’wah wa al-Irshad. 1415 H/1994 M.
Bilkhayr, ‘Abd al-Fattah Ayt. al-Atraf wa Fawaidah min Khilal Kitabi “Ittihaf al-Maharah” wa “Atraf al-Musnad” li al-Hafiz Ibn Hajr; Bahth fi Madah al-Takhrij. (Diktat Kuliah Ilmu Hadis Universitas Madinah). AC22@.mediu.edu.my.
Dhahabi (al), Shams al-Din Muhammad bin Ahmad bin ‘Uthman. Siyar A’lam al-Nubala’. Vol 5. Beirut: Muassasah al-Risalah. 1413 H/1993 M.
‘Iraqi (al), Wali al-Din Ahmad ibn ‘Abd al-Rahim. al-Itraf bi Awham al-Atraf. Beirut: Dar al-Jinan. 1406 H/1986 M.
‘Itr, Nur al-Din. Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadith. Damaskus: Dar al-Fikr. 1399 H/1979 M.
Mizzi (al), Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf ibn ‘Abd al-Rahman. Tuhfah al-Ashraf bi Ma’rifah al-Atraf, Vol 1. t.k: al-Maktab al-Islami, 1403 H/1983 M.
Nabilisi (al), ‘Abd al-Ghani. Dhakhair al-Mawarith fi al-Dilalah ‘ala Mawadi’ al-Hadith. Vol 1. Mesir: Jam’iyyah al-Nashr wa al-Ta’lif al-Azhariyyah. 1352 H/1934 M.
Nasa’i (al), Zuhayr ibn Harb Abu Khaythamah. Kitab al-‘Ilm. Vol 1. Beirut: al-Maktabah al-Islami. 1403 H/1983 M.
Razi (al), Abi Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn Abi Hatim Muhammad ibn Idris ibn al-Mundhir al-Tamimi al-Hanzali. al-Jarh wa al-Ta’dil. Vol 1. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi. 1271 H/1952 M.
Tahhan (al), Mahmud. Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid. Riyad:
Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr wa al-Tawzi’. 1417 H/1996 M.
Tuwalabah (al),
Muhammad bin ‘Abd al-Rahman. “Nash’ah fan al-Atraf wa Tatawwuruh”, dalam
http://www.sunnah.org.sa/ar/sunnah-sciences/variety-scientific-articles/100-2010-07-22-07-22-40/69-2010-07-25-13-45-10,
(12 Agustus 2007).
Zaqzuq, Muhammad Hamdi. Mawsu’ah ‘Ulum al-hadith al-Sharif. Kairo: Wizarah al-Awqaf al-Majlis al-A’la li al-Shu’un al-Islamiyyah. 1430 H/2009 M.
[1]Q.S. Thaha: 130.
[2]Q.S. Hud:114.
[3]Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadith (Damaskus: Dar al-Fikr, 1399 H/1979 M), 201.
[4]Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (Riyad: Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr wa al-Tawzi’, 1417 H/1996 M), 48
[5]Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Tuwalabah, “Nash’ah fan al-Atraf wa Tatawwuruh”, dalam http://www.sunnah.org.sa/ar/sunnah-sciences/variety-scientific-articles/100-2010-07-22-07-22-40/69-2010-07-25-13-45-10, (12 Agustus 2007).
[6]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum al-hadith al-Sharif (Kairo: Wizarah al-Awqaf al-Majlis al-A’la li al-Shu’un al-Islamiyyah, 1430 H/2009 M), 94.
[7]Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd …, 201.
[8]Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij …, 47.
[9]Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd …, 201.
[10]Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Tuwalabah, “Nash’ah fan al-Atraf wa Tatawwuruh”, dalam http://www.sunnah.org.sa/ar/sunnah-sciences/variety-scientific-articles/100-2010-07-22-07-22-40/69-2010-07-25-13-45-10, (12 Agustus 2007).
[11]Shams al-Din Muhammad bin Ahmad bin ‘Uthman al-Dhahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, Vol 5 (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413 H/1993 M), 232.
[12]Zuhayr ibn Harb Abu Khaythamah al-Nasa’i, Kitab al-‘Ilm, Vol 1 (Beirut: al-Maktabah al-Islami, 1403 H/1983 M), 32.
[13]Abu Bakr ibn Abi Shaybah ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn ‘Uthman ibn Khawasiti al-‘Abasi, al-Kitab al-Musannaf fi al-Ahadith wa al-Athar, Vol 5 (Riyad: Maktabah al-Rushd, 1409 H), 314.
[14]Abi Muhammad ‘Abd al-Rahman ibn Abi Hatim Muhammad ibn Idris ibn al-Mundhir al-Tamimi al-Hanzali al-Razi, al-Jarh wa al-Ta’dil, Vol 1 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, 1271 H/1952 M), 236.
[15]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …, 94-95.
[16]Muhammad ibn ‘Abd al-Rahman al-Tuwalabah, “Nash’ah fan al-Atraf wa Tatawwuruhu”, dalam http://www.sunnah.org.sa/ar/sunnah-sciences/variety-scientific-articles/100-2010-07-22-07-22-40/69-2010-07-25-13-45-10
[17]‘Abd al-Fattah Ayt Bilkhayr, al-Atraf wa Fawaidah min Khilal Kitabi “Ittihaf al-Maharah” wa “Atraf al-Musnad” li al-Hafiz Ibn Hajr; Bahth fi Madah al-Takhrij (Diktat Kuliah Ilmu Hadis Universitas Madinah), AC22@.mediu.edu.my.
[18]Ibid.
[19]Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij …, 47.
[20]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …, 96.
[21]Ibid., 96-99.
[22]Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij …, 50.
[23]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …, 98.
[24]Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf ibn ‘Abd al-Rahman al-Mizzi, Tuhfah al-Ashraf bi Ma’rifah al-Atraf, Vol 1 (t.k: al-Maktab al-Islami, 1403 H/1983 M), 6. Dikutip juga oleh Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …, 98.
[25]al-Mizzi, Tuhfah al-Ashraf …, 6.
[26]Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij …, 51.
[27]Ibid., 52.
[28]Ibid., 53.
[29]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …, 98
[30]Wali al-Din Ahmad ibn ‘Abd al-Rahim al-‘Iraqi, al-Itraf bi Awham al-Atraf (Beirut: Dar al-Jinan, 1406 H/1986 M), 5.
[31]Ibid., 11-14.
[32]Ibid., 18.
[33]Ahmad ibn ‘Ali ibn Muhammad ibn Hajar al-‘Asqalani, Ittihaf al-Maharah bi al-Fawa’id al-Mubtakirah min Atraf al-‘Ashrah, Vol 1 (al-Mamlakah al-‘Arabiyyah al-Su’udiyyah: Wizarah al-Shu’un al-Islamiyyah al-Awqaf wa al-Da’wah wa al-Irshad, 1415 H/1994 M), 19.
[34]Ibid.,102.
[35]Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd …, 202-203.
[36]‘Abd al-Ghani al-Nabilisi, Dhakhair al-Mawarith fi al-Dilalah ‘ala Mawadi’ al-Hadith, Vol 1 (Mesir: Jam’iyyah al-Nashr wa al-Ta’lif al-Azhariyyah, 1352 H/1934 M), 5.
[37]Ibid. Lihat juga Mahmud al-Tahhan, Usul al-Takhrij …, 55-56.
[38]Ibid., 56-57.
[39]Ibid., 58.
[40]Muhammad Hamdi Zaqzuq, Mawsu’ah ‘Ulum …,100.