HOME

05 Agustus, 2023

ADAB MARAH

 


Berikut beberapa adab ketika sedang marah;

·         Al Jurjani berkata: Marah adalah perubahan yang terjadi saat darah yang ada di dalam hati bergejolak sehingga menimbulkan kepuasan di dalam dada. Marah adalah gejolak yang timbulkan oleh setan. dia mengakibatkan berbagai bencana dan malapetaka yang tak  seorangpun mengetahuinya melainkan Allah Subhanhu Wa Ta'ala.

·         Al Ghozali rahimahullah berkata: Manusia berbeda-beda dalam tingkat gejolak kemarahannya, dan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu: Kurang marah, marah yang melewati batas, dan marah yang stabil.

Kurang marah adalah hilangnya kekuatan gejolak marah atau gejolak amarahnya tersebut lemah.

Marah yang berlebih-lebihan adalah mendominasinya sifat amarah hingga mengalahkan kendali akal, agama dan ketaatan, sehingga tidak ada bagi orang seperti ini suatu kesadaran, fikiran dan inisiatif.

marah yang stabil adalah marah yang terpuji, terwujud setelah ada isyarat dari akal dan agama untuk melampiaskan kemarahan.

·         Al Ghozali rahimahullah berkata saat menjelaskan tentang–sebab-sebab marah (Di antara sebab-sebab timbulnya marah adalah: kezuhudan, bangga diri, bercanda, main-main, mengejek, mengolok-olok, berbantah-bantahan, saling bermusuhan, berkhianat, mengejar kelebihan harta duniawi dan pangkat, dan sebab yang paling banyak menimbulkan kemarahan adalah pengelabuan orang yang bodoh dengan menyebut kemarahan itu sebagai kemberanian, kejantanan, harga diri dan semangat yang tinggi.  

·         Marah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela (yang diharamkan) dan ada yang diperbolehkan:

Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah Azza Wa Jalla, seperti marah karena Allah Subhanhu Wa Ta'ala terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Marah yang terpuji jika motivasinya karena Allah Subhanhu Wa Ta'ala tatkala aturan-aturan Allah dihinakan, sebagaimana firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala:

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوْسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلاً جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لاَيُكَلِّمُهُمْ وَلاَ يَهْدِيْهِمْ سَبِيْلاً اِتَّخَذُوْهُ وَكَانُوْا ظَالِمِيْنَ(148) وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيْهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوْا قَالُوْا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْلَنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ(149)وَلَمَّا رَجَعَ مُوْسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُوْنِي مِنْ بَعْدِي, أَعَجِلْتُمْ أَمْرَرَبِّكُمْ وَأَلْقَى اْلأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيْهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ, قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ اْلقَوْمَ اسْتَضْعَفُوْنِي وَكاَدُوْا َيقْتُلُوْنَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ اْلأَعْدَاءَ وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ اْلقَوْمِ اَّلظالِمِيْنَ(150)قَالَ رَبِّ اغْفِرْلِي وَِلأَخِي وَأَدْخِلْنَا بِرَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ(151)إِنَّ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا اْلعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي اْلحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِى اْلمُفْتَرِيْنَ (152)وَالَّذِيْنَ عَمِلُوْا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوْا ِمنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوْا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ(153)وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوْسَى اْلغَضَبَ أَخَذَ اْلألَوْاَحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِيْنَ هُمْ ِلرَبِّهِمْ يَرْهَبُوْنَ(154)

"Dan kaum Musa setelah kepergian Musa ke gunung Thur membuat dari perhiasan-perhiasan emas mereka anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa anak lembu itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat pula menunjukkan jalan kepada mereka?. Mereka menjadikannya sebagai sesembahan dan mereka adalah orang-orang yang zalim(148) Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa mereka telah sesat, merekapun berkata: "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberikan rahmat kepada kami dan tidak mengampuni kami maka kami menjadi orang-orang yang merugi (149)Tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia:Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu, Dan musapun melemparkan luh luh taurat itu dan memegang rambut kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: wahai anak ibuku sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir merka membunuhku. Sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku. Dan janganlah kamu memasukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang dzalim (150) Musa berkata:Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukanlah kami ke dalam rahmat-Mu dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara yang penyayang (151) Sesunguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu (sebagai sembahannya) kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan di dalam kehidupan dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan (152) Orang-orang yang mengerjakan kejahatan kemudian bertaubat setelah itu dan beriman, sesungguhnya tuhan-mu setelah taubat yang disertai dengan iman adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (153)Sesudah amarah Musa reda, lalu diambilnya kembali luh-luh taurat; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut pada Tuhan-Nya.(154)[1]      

jadi marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya  secara santun.[2]

·         Di antara marah yang tercela adalah marah karena fanatisme terhadap suku.

·         Marah yang diperbolehkan adalah marah yang bukan pada maksiat kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala sebagaimana firman-Nya:

وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذلِكَ لَمِنْ عَزْمِ ْالأُمُوْرِ

"Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, maka sesungguhnya hal demikian itu termasuk keteguhan yang kuat".[3]

·         Di antara obat marah adalah niat yang benar dengan berharap kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala semoga Dia menghilangkan kemarahan yang ada pada dirinya.

·         Berdo'a kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala semoga Dia menjauhkan dirinya sifat marah ini.

·         Ingatlah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah dipancing untuk marah, yaitu ketika seorang badui menarik selendang dari leher beliau, walau demikian beliau tidak memaki dan membencinya.

·         Melatih jiwa untuk tidak marah.

 

Beberapa terapi syara' untuk mengobati marah:

  1. Berlindung  (kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala) dari godaan syaitan yang terlaknat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Shord, beliau berkata: Aku duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan di hadapannya ada dua orang yang saling mencela, salah satu dari kedua orang tersebut telah memerah wajahnya dan urat lehernya tegang, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنِّي َلأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ:أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ

 "Aku mengetahui satu kalimat seandainya dia ucapkanniscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada dirinya, seandainya ia membaca: (أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ ) "Aku berlindung pada Allah dari syaitan" niscaya hilanglah amarahnya)". [4] [5]

  1. Diam tidak berbicara.
  2. Apabila mampu meninggalkan tempat itu maka berdirilah lalu pergi.
  3. Bersikap tenang, yaitu duduk apabila sedang berdiri, atau tidur terlentang bilamana sedang duduk. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

  إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ, فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ اْلغَضَبَ وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

"Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih beleum mereda maka hendaklah dia berbaringlah" [6]

Perawi hadits ini adalah Abu Dzar radhiallahu anhu, beliau menceritakan sebuah peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya: Bahwasannya ia telah mengambil air minum untuk dituangkan pada telaga miliknya, kemudian sekelompok orang datang dan berkata: "Siapakah orang yang mampu mendatangkan air untuk Abu Dzar sambil menghitung rambut kepalanya?". Seorang laki-laki menjawab: "Saya", maka datanglah lelaki tersebut dan mengambil air dari telaga itu, namun dia meleburkannya, merusaknya, atau menghancurkannya. Maksudnya adalah Abu Dzar meminta pertolongan dari lelaki tersebut untuk memberi minum untanya dari telaga itu, namun tiba-tiba orang itu berlaku buruk terhadapnya dan menyebabkan telaga itu hancur. ketika itu Abu Dzar berdiri kemudian duduk selanjutnya berbaring. Dikatakan kepadanya wahai Abu Dzar kenapa engkau duduk kemudian berbaring? Dia menjawab bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ….. kemudian beliau membacakan hadits diatas   

  1. Berwudlu, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

َالْغَضَبُ جَمْرَةٌ مِنْ َنارٍ فَاطْفِؤُوْهَا ِبالْوُضُوْءِ        

 "Marah itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu".[7]

  1. Melaksanakan sholat, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah Atsar:" Penghapus setiap perselisihan adalah dua raka'at (shalat sunnah)".[8]
  2.  Menjaga wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu" Bahwa seorang lelaki berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

أَوْصِنِي قَالَ:لاَ تَغْضَبْ, فَرَدَّدَ ذَلِكَ مِرَارًا قَالَ لاَ تَغْضَبْ

"Berilah aku wasiat beliau berkata: "Janganlah marah" Beliau mengulangi wasiat itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan: "Janganlah marah".[9]

  1. "Janganlah marah maka bagimu adalah surga".[10] Jika engkau mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang  yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menjauhi sebab-sebab munculnya amarah baik bagaimana menahan amarah dan menolaknya, makahal ini sebagai tindakan yang paling besar yang membantu seseorang dalam memadamkan api kemarahan, juga mendapat pahala yang besar, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ َكظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَاِدرٌ عَلىَ أَنْ يُنَفِّذَهُ, دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلىَ رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَ هُ مِنَ اْلحُوْرِ مَا شَاءَ

"Barang siapa yang menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah azza wa jalla akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya".[11]

9.      Mengetahui derajat yang tinggi dan kedudukan istimewa yang akan diberikan kepada orang yang bisa menahan dirinya dari marah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ وَإِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ اْلغَضَبِ

"Bukanlah kuat itu dengan mengalahkan musuh saat bergulat, akan tetapi kuat itu adalah orang yang bisa menguasai dirinya tatkala marah".[12]

Dari Anas radhiallahu anhu bercerita bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melewati sekelompok kaum yang saling bergulat, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya: Apakah ini? mereka menjawab: "Dia pegulat yang ulung tidaklah seorangpun yang bergulat dengannyakecuali dia mengalahkannya kemudian beliau berkata:Tidakkah aku tunjukkan pada kalian yang lebih orang yang lebih kuat darinya, yaitu seorang yang dizalimi namun dia menahan kemarahanya kemudian dia mengalahkan orang yang menzaliminya dan mengalahkan syaitan diri serta mengalahkan syaitan saudaranya".[13] 

10.  Mengikuti petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika marah. Dari Anas radhiallahu anhu berkata: Aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, saat itu beliau memakai kain dari Najran  yang kasar pinggirnya kemudian seorang badui' datang menghampirinya dan menarik kain itu dengan tarikan yang sangat kuat,  sampai aku melihat pada leher Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di mana tarikan itu sampai membekas karena kuatnya tarikan tersebut, kemudian ia berkata: "Wahai Muhammad perintahkanlah (kepada kaummu untuk membagikan kepadaku harta dari Allah yang ada di padamu, kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam meliriknya sambil tersenyum lalu beliau memerintahkan untuk diberikan bagian tertentu baginya" [14] Dan di antara petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah menjadikan amarah tersebut hanya karena Allah Subhanhu Wa Ta'ala yaitu bilamana tuntunan Allah Subhanhu Wa Ta'ala dilanggar inilah marah yang terpuji.

11.  Mengetahui bahwasanya menahan amarah adalah ciri orang yang bertakwa, hal itu sebagaimana firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala:

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِيْنَ اْلغَيْظَ وَالْعَاِفيْنَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ اْلمُحْسِنِيْنَ

         "Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya secara sembunyi dan terang-terangan dan orang yang menahan kemarahan serta memaafkan manusia, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik".[15]

12.  Sadar ketika di ingatkan, sebagaimana dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu anhu: Sesungguhnya seseorang meminta izin pada Umar radhiallahu anhu maka dia mengizinkannya dan ia berkata: "Wahai Ibnul Khattab demi Allah engkau tidak memberiku dengan pemberian yang banyak, tidak juga berhukum kepada kami dengan adil, seketika itu Umar radhiallahu anhu marah sehingga dia hendak memukulnya, namun Al Harb bin Qais (seorang teman duduk Umar) berkata: Wahai Amirul mu'minin sesungguhnya Allah Subhanhu Wa Ta'ala telah berfirman kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam:                    خُذِ الْعَفْوَ وَاْمُرْ بِاْلعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاِهلِيْنَ

         "Jadilah engkau pmaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh".[16] 

         "Sebab, sesungguhnya dia termasuk orang yang bodoh, demi Allah Umar radhiallahu anhu tidak meremehkan ayat tersebut saat dibacakan kepadanya ayat tersebut dan dia teguh dalam tuntunan kitab Allah az za wajalla.[17]   

13.    Mengetahui akibat buruk sikap marah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al Qomah bin Wail dari bapaknya radhiallahu anhu beliau bercerita kepadanya: Aku duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seseorang membawa orang yang sedang diborgol lalu dia berkata: "Ya Rasulallah dia telah membunuh saudaraku kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada lelaki yang diborgol tersebut: "Apakah engkau telah membunuhnya?", "Ya saya membunuhnya".Jawabnya. Beliau berkata: "Bagaimana engkau membunuhnya?" Orang itu menjawab: "Aku bersamanya mengambil dedaunan dari pohon untuk makanan ternak, kemudian ia mencelaku hingga membuatku marah kemudian aku memukulnya dengan kapak tepat pada batang lehernya akhirnya dia mati, …… [18]  

14.    Mengambil sikap diam, hal ini sebagai mana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:  إِذاَ غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ"Apabila salah seorang d iantara kalian marah maka hendaklah dia diam".[19]

15.    Hal yang dapat menahan kemarahan adalah do'a dan dari do'a Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

أَسْأَلُكَ كَلِمَةَ اْلحَقِّ فِي اْلغَضَبِ وَالِّرِضَا

         "Ya Allah aku memohon kepadamu perkataan yang hak di waktu marah dan Ridho". [20]

16.    Mengingat ayat atau hadits yang menceritakan keagungan menahan kemarahan serta keutamaan memberikan maaf dan berbuat bijaksana.

17.    Menjauhkan dirinya dari akibat permusuhan dan dendam serta berfikir tentang keburukan rupanya tatkala dia marah.

18.    Selalu berdzikir kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala:

أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ اْلقُلُوْبِ

         "Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah maka hati tentram".[21] 

19.    Memberikan hak badan untuk beristirahat.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] QS. Al A'raf 148-154

[2]  Adab Ad Dunnya wa Ad Din hal. 250

[3]  QS. As Syura':43

[4]  Oleh karena itu sebagian ulama berpendapat bahwasanya bilamana seseorang sedang marah maka janganlah mengatakan kepadanya: Ingtlah Allah sebab hal tersebut terkadang menjadikan dia lebih buruk, disebutkan dalam akhir hadits ini bahwasanya seseorang diingatkan: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  dia menjawab: Aku tidak gila.

[5]  HR.Bukhari – Muslim, Al fath juz 6 hal 337, Al Kalam At Tayyib 227.

[6]  HR. Abu Daud no:4000

[7]  HR.Al Baihaqi dan sebagian ulama yang lain menghasankannya

[8]  HR.Silsilah hadits shahihah

[9]  HR. Bukhari Fath Al Bari juz 10 hal 456

[10]  Hadits shahih, shahih al Jami' no:7374 dan Ibnu Hajar menisbatkan hadits ini pada At Tabrani lihat Al Fath juz 4 hal 465 shahih at Targib no:2747

[11]  HR. Abu Daud  no:4777 dan yang lainnya dan dihasankan oleh Al Albani dalam shahih Al Jami' no:6518

[12]  HR.Bukhari Muslim dan Imam Ahmad juz 2 hal 236 shahih Al Adab 989

[13]  HR Al Bazzar dan Ibnu Hajar berkata:sanadnya hasan juz 10 hal 519 silsilah shahihah no:3295

[14]  HR Bukahri- Muslim,Fath Al Bari juz 1 hal 375

[15]  QS.Ali Imran:2:134

[16]  QS.Al A'raf:199

[17] HR.Bukhari juz 4 hal 403

[18]  HR.Muslim

[19]  HR. Imam Ahmad dalam kitab Al Musnad juz 1 hal 329 shahih al Jami' 693

[20]  Didalamnya ada Abu Bakr dia Ibnu Maryam dan itu da'if ( Al Albani)

[21]  QS.Ar Ra'ad:28  

ADAB BERSENDA GURAU

 


Berikut beberapa Adab-adab ketika sedang Bersenda Gurau;

·         Bercanda adalah perkataan yang dimaksudkan untuk melapangkan dada, dan tidak sampai menyakiti, bila menyakiti maka berubah menjadi mengejek.

·         Diriwayatkan bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bercanda, bahkan beliau becanda dengan saudara Anas bin Malik radhiallahu anhu dengan mengatakan: يَا أَبَا عُمَيْرُ ماَ فَعَلَ النُّغَيْرُ  'Wahai Abu Umair apa yang dilakukan burung kecil". [1]

Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bercanda dengan Anas bin Malik: "Wahai yang punya dua telinga".[2]

·         Bercanda juga dianjurkan di antara saudara dan sahabat sebab hal itu dapat membuat hati menjadi tenang.

·         Saat bercanda jangan sampai menuduh, menceritakan aib orang, tenggelam dalam canda yang dapat menurunkan harga diri, mengurangi kewibawaan pribadi, perkataan kotor yang dapat menimbulkan permusuhan, tidak memunculkan keributan dan tindakan bodoh, tidak memunculkan pengkhianatan dan tidak pula bermuatan kebohongan.

·         Di antara canda para shahabat radhiallahu anhum adalah saling melempar semangka, sementara dalam pentas realita mereka adalah para pejuang.

·         Di antara bercanda dan bermain yang tidak diperbolehkan sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayatkan Abdullah bin As Saib radhiallahu anhu dari Ayahnya dan dari kakeknya ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَأْخُذُ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ صَاحِبِهِ لاَعِبًا وَلاَ جِدًّا فَإِنْ أَخَذَ  أَحَدُكُمْ عَصَا صَاحِبِهِ فَلْيَرُدُّ إِلَيْهِ

"Janganlah seseorang diantara kalian mengambil harta saudaranya dengan main-main atau sengaja, Jika di antara kalian mengambil tongkat saudaranya maka hendaklah dia mengembalikannya".[3]

·         Tidak memperbanyak bersendra gurau, jika hal tersebut melewati batas sehingga terbentuk menjadi tabi’at pribadi, akhirnya menjatuhkan harga dirimu dan para penganggur mempermainkanmu.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang yang bersenda gurau:

o   Hendaknya senda gurau dilakukan pada waktunya yang sesuai.

o   Tidak tenggelam dan terlewat batas.                                                        

o   Tidak berbicara dengan perkataan yang buruk.

o   Tidak bersenda gurau dengan memperolok-olok agama.

o   Tidak bersendra gurau dengan orang-orang yang bodoh.

o   Hendaknya menjaga perasaaan orang lain.

o   Bersanda gurau dengan orang yang lebih tua dan alim dengan sesuatu yang pantas.

o   Tidak terbuai sampai tertawa terbahak-bahak.

o   Tidak memudharatkan diri sendiri.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] As Syamail Al Muhamadiyah 4813

[2] Misykat Al Mashabih 4813

[3] Shahih al Adab 180

ADAB TERTAWA

 


Berikut beberapa adab ketika sedang tertawa;

·         Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menciptakan tertawa, sebagaimana firmanNya:  وَأَنه ُُهوَ أَضحكَ وَأَبكى"Dialah dzat Allah yang menciptakan tertawa dan menangis". [1]

·         Tertawa adalah sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana disebutkan di dalam hadits:

يَضْحَكُ اللهُ إِلَى رَجُلَيْنِ يَقْتُلُ أَحَدُهُمَا ْالآخَرَ يَدْخُلاَنِ الْجَنَّةَ,يُقَاِتلُ هذَا فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيُقْـتَل, ثُمَّ يَتُوْبُ اللهُ عَلىَ اْلآخَرِ فَيُسَلِمَ فَيُقَاِتلَ فِي سَبِيْلِ اللهِ فَيَسْتَشْهِدَ

"Allah Subhanahu Wa Ta’ala tertawa terhadap dua orang, dimana salah satunya membunuh yang lain dan mereka berdua masuk surga. Yaitu seseorang berjihad dijalan Allah kemudian dia terbunuh padanya, lalu Allah menerima taubat orang yang membunuh tersebut setelah masuk Islam, kemudian ia berjihad dijalan Allah dan akhirnya mati sahid".[2]

·         Memperbanyak ketawa adalah sifat tercela sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

وَالَّذِي نَفْسِي ِبيَدِهِ لَوْتَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا

"Demi Dzat yang diriku berada di tanganNya seandainya kalian mengetahui seperti apa yang aku ketahui, niscaya kalian pasti akan sedikit tertawa dan banyak menangis ".[3]

Juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

لاَ تُكْثِرُوْا الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكَ تُمِْيتُ اْلقَلْبَ

"Janganlah kalian banyak tertawa, sebab banyak tertawa menyebabkan hati  menjadi mati".[4] 

·         Para ulama memasukkan tertawa yang banyak tanpa sebab sebagai dosa kecil, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

إِيَاكَ وَكَثْرَةَ الضَّحِكَ فَإِنَّهُ يُمِيْتُ اْلقَلْبَ

"Berhati-hatilah dengan banyak tertawa sebab ia menyebabkan hati menjadi mati".[5] 

·         Terdapat riwayat tentang sifat tertawanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam: "Bahwasannya tertawa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (sama seperti) tersenyum".[6]

·         Terkadang tertawa menyebabkan kekufuran apabila tertawanya untuk mengejek apa-apa yang diturunkan Allah atau sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

·         Tidak diperbolehkan berbohong untuk ditertawakan oleh orang lain, hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:               وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

"Celaka bagi orang yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka baginya, maka celaka baginya".[7]

·         Disebutkan bahwasannya Nabi shallallahu alaihi wa sallam terkadang duduk dalam suatu majlis bersama para shahabatnya di mana mereka menceritakan suatu yang lucu dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hanya tersenyum dengannya.[8]

·         Sebagaimana yang diriwayatkan dari Samak bin Harb radhiallahu anhu ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir bin Samurah: Apakah engkau pernah duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam?”. Dia menjawab: “Ya, seringkali beliau tidak beranjak meninggalkan tempat sholatnya pada waktu shubuh atau pagi sampai matahari terbit, apabila matahari terbit maka beliau bangkit (untuk melaksanakan shalat) dan mereka bercakap-cakap tentang suatu peristiwa di zaman jahiliyyah maka mereka tertawa-tawa sedangkan beliau hanya tersenyum saja.

·         Terdapat jenis manusia yang pandai bersendagurau seperti yang terjadi di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, terdapat seseorang bernama Abdullah, digelari dengan keledai dan dia terkadang membuat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tertawa.

·         Hal-hal yang menyebabkan tertawa adalah (karena gembira apabila melihat sesuatu yang menggembirakan, tertawa karena marah, disebabkan oleh keheranan orang yang marah).

·         Syariat menuntun untuk menciptakan suasana yang menyebabkan tertawa pada saat bersenda gurau dengan istri terutama yang masih perawan sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Jabir tatkala ia menikah dengan seorang janda.

فَهَلاَّ جَاِريَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبَكَ وَتُضَاحِكَهَا وَتُضَاحِكَكَ

"Kenapa tidak menikahi seorang perawan, yang bisa mencandaimu dan engkau mencandainya serta engkau membuatnya tertawa begitu juga ia membuatmu tertawa".[9]

·         Meninggalkan senyum dan tertawa secara mutlak bukan termasuk sikap  orang yang berwibawa, pendiam dan bersungguh.

·         Tertawa yang mengeluarkan suara dapat merusak shalat. Sebagian ulama berkata: Ia tidak membuat shalat menjadi rusak sebab bukan perkataan, begitu juga tersenyum tidak merusak atau membatalkan shalat.

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] QS An Najm: 43

[2]  HR.Shohih Al Jami"

[3]  HR.Silsilah hadits shohihah

[4]  HR.Shohih At Targhib

[5]  HR. Shohih Al Jami"

[6]  HR.Shohih At Targibh

[7] HR.Abu Daud no:4990 dan dihasankan oleh Al Albani

[8] HR.Shohih An-Nasa'i

[9]  HR.Bukhari dengan memakai lafaz darinya dan Muslim

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...