HOME

24 Februari, 2023

Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

Ketika kita bekerja menggarap sesuatu secara sungguh-sungguh, pasti akan ada masa di mana kita terbentur dengan pertanyaan mendasar mengenai pekerjaan yang kita lakukan. Sebetulnya apa yang sedang kita kerjakan? Apa maknanya bagi kita? Apa artinya pekerjaan ini bagi masyarakat? Apakah hal yang kita lakukan memberikan manfaat pada umat manusia?

Begitu juga dengan seorang seniman atau publik seni pada umumnya. Pada suatu titik mereka akan bertanya mengenai sebetulnya apa yang sedang mereka lakukan? bahkan apa sebenarnya yang dimaksud dengan seni itu sendiri. Pada kondisi inilah biasanya insting berfilsafat akan tumbuh.

Bisa jadi pada satu titik seorang seniman akan lumpuh dalam berkarya karena merasa pekerjaan yang dilakukannya tidak memiliki arti. Mungkin ia juga akan beralih profesi pada pekerjaan lain yang benefit finansialnya lebih baik. Namun, dalam masa yang penuh akan keraguan dan pertanyaan ini, bisa jadi kita menemukan hal yang sebenarnya ingin kita geluti. Misalnya, bisa jadi sebetulnya kita lebih menerima seni sebagai ilmu terapan yang akan mengantarkan kita menjadi seorang desainer.

Dengan mengetahui betul apa yang sebenarnya kita lakukan, maka kita akan lebih yakin dan tidak ragu dalam menggarap apa pun yang sedang kita geluti. Hasilnya pun akan lebih maksimal dan lebih menggambarkan karakteristik utuh dari apa yang kita yakini sebagai seni.

Tentunya, buah pemikiran mengenai seni ini amatlah banyak dan sangat luas cakupannya. Berbagai pemikiran, pertanyaan, keraguan, dan pesimis ini adalah akar dari segala ilmu yang kini telah tumbuh subur di segala bidang. Apa yang sedari tadi kita pikirkan, pertimbangkan, dan pertanyakan tak lain dan tak bukan adalah filsafat. Spesifiknya, filsafat seni dalam aplikasinya pada kehidupan sehari-hari.

Filsafat Seni

Filsafat seni adalah kajian masalah umum dan mendasar mengenai “apa itu seni?” secara sistematis melalui metode-metode ilmiah untuk mendapatkan pemahaman serta kebijaksanaan yang lebih baik dari berbagai pemahaman dan sesuatu yang telah disetujui saat ini.

Intinya, melalui filsafat seni kita terus berusaha untuk mencari tahu mengenai seni baik dari sisi intrinsik (filsafat seni sebagai filsafat) maupun sisi ekstrinsiknya (bersangkutan dengan masyarakat, dsb). Beberapa pertanyaan yang dapat tersirat dari filsafat seni meliputi: “Apakah seni itu harus selalu indah?”, “Apakah seni harus memiliki nilai guna?”, “Bagaimana kaitan sains dengan seni? apakah seni memiliki manfaat untuk manusia?”, dsb.

Filsafat adalah bidang ilmu yang harus dibarengi dengan pemahaman penuh pada dasar-dasar logika dan rasio yang digunakan untuk mempertanyakan dan mempersoalkan hakekat dasar dari suatu bidang. Di sini hanya akan dibahas berbagai pengetahuan umum dan mendasar perihal filsafat seni, tidak akan ada pertanyaan kontroversial ataupun pengolahan ide radikal.

Filsafat seperti pedang bermata dua, tanpa mengerti cara menggunakannya kita dapat melukai jendela pemikiran kita sendiri, atau yang lebih buruk: tidak akan mendapatkan apa-apa. Di bawah ini adalah tautan artikel yang menjelaskan pengertian, ciri, serta contoh filsafat yang dapat digali terlebih dahulu sebelum kita menyelami filsafat seni lebih jauh.

Manfaat Filsafat Seni

Kebanyakan orang hanya terbawa oleh arus dan menerima pendapat pengertian seni seperti yang telah mereka dengar dan alami sehari-hari. Cara berpikir analog/mekanis seperti itu akan mengakibatkan karya seni menjadi seragam dalam suatu zaman. Dengan demikian kita tidak akan mampu mengadakan perkembangan terhadap dunia seni. Pertanyaan filosofis tentang seni akan membuat kita menjadi kritis, sehingga mampu memberikan perubahan dan perkembangan bagi budaya seni.

Maka dari itu, seorang seniman pada akhirnya harus memiliki filsafat seninya sendiri dan mampu mengaplikasikan pada karyanya agar dapat memberikan perkembangan bagi budaya seni. Karena itulah pemahaman pada filsafat seni sangatlah penting.

Tanpa pemahaman yang baik pada filsafat seorang seniman hanya mampu mengepul informasi dari berbagai teori filsafat lalu menjadikannya sebagai sikap hidup berkeseniannya. Misalnya seorang seniman yang banyak membaca berbagai literasi sosialis akan menggunakan prinsip-prinsip teori tersebut terhadap karyanya dan memberikan pesan moral positif. Hal tersebut memang tidak apa-apa, justru bagus, seniman tersebut memberikan kontribusi nyata bagi budaya seni.

Sayangnya hal tersebut justru kurang bersimpangan dengan filsafat. Seseorang yang mengepul informasi yang telah ada lalu mengaplikasikannya adalah seorang teknokrat, bukan filsuf. Walaupun pengalaman dan dedikasi seorang teknokrat sangat baik, tetapi ada kebutuhan yang belum dipenuhi untuk perkembangan seni itu sendiri; pemikiran baru yang tumbuh dari filsuf seni. Karenanya berfilsafat tetap dibutuhkan untuk menghadirkan pesona baru bagi karya seni yang digarap.

Filsafat Seni dan Estetika

Awalnya hubungan filsafat dan seni selalu dikaitkan dengan estetika. Hal itu terdengar sangat masuk akal bagi nalar kita, karena estetika adalah filsafat yang mempertanyakan keindahan. Tetapi hari ini dunia seni telah sadar bahwa seni tidak harus selalu indah. Terdapat banyak komponen lain dari nilai/output yang diberikan oleh karya seni selain kecantikannya. Maka dari itu diperlukan suatu bidang khusus selain estetika untuk mempersoalkan hakekat seni; filsafat seni.

Estetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni, sementara filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau definisi seni itu sendiri. Jadi, boleh dikatakan perbedaan yang paling signifikan dari estetika dan filsafat seni adalah objek materialnya. Beberapa perbedaan lainnya dibahas pada table dibawah ini

Pokok Bahasan

Filsafat Seni 

Estetika

Ekspresi

Mengekspresikan gagasan dan perasaan

Tidak menggagaskan sesuatu

Komunikasi/ Pertanyaan

Seni menimbulkan pertanyaan maksud/tujuan dari seniman

Keindahan alam tidak dibuat oleh manusia

Aktivitas                   

Seni dapat meniru alam

Alam tidak dapat meniru seni

Kegunaan                 

Dapat memiliki manfaat praktis  dan indah (perkakas: belati, gelas, dll)

Tidak perlu manfaat praktis untuk menjadi indah

 

Pokok Bahasan Filsafat Seni

Dalam studi filosofis, persoalan selalu muncul dari pertanyaan. Pertanyaan filosofis dari dulu sampai sekarang masih tetap sama, yaitu sesederhana “Apakah seni itu?” pertanyaan yang selalu sama dan sederhana itu nyatanya memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda dan tidak pernah usai dari masa ke masa.

Dalam pertanyaan filosofis kita tidak akan hanya mempertanyakan dari satu sudut pandang/bagian. Seperti dalam dalam seni rupa kita tidak akan hanya mempersoalkan karya seni atau produk seni itu sendiri, tetapi juga aktivitasnya, keterlibatan pihak luar dalam proses hingga ke medan yang dilaluinya. Menurut Jakob Sumardjo (2000, hlm.29) terdapat enam pembahasan pokok dalam filsafat seni, yaitu:

1.         Benda seni

2.         Pencipta seni

3.         Publik seni

4.         Konteks seni

5.         Nilai-nilai seni

6.         Pengalaman seni

Benda Seni

Pokok persoalan seni tentunya diawali oleh wujud konkret yang terindera dan teralami oleh manusia. Tanpa lahirnya benda seni tidak akan muncul persoalan-persoalan seni diatas. Dalam pokok bahasan benda seni dibahas material seni dan atau medium seni. Seni terwujud berdasarkan medium tertentu baik indera pendengaran, pengelihatan, atau gabungan keduanya dan lain-lain. Setiap medium memiliki ciri khasnya sendiri dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Penggolongan tersebut akan melahirkan ilmu-ilmu seni khusus, seperti ilmu sastra, ilmu seni tari, ilmu seni teater, dan lain-lain.

Dalam persoalan benda seni biasanya akan dipermasalahkan apakah suatu karya seni merupakan peniruan kenyataan/alam (mimesis) atau seni merupakan ekspresi jiwa manusia. Dalam rekaman sejarah, debat tentang pokok persoalan tersebut telah dimulai sejak Plato dan Aristoteles dan tak pernah usai hingga sekarang. Persoalan subjektivitas dalam seni (ekspresi) dan objektivitas (mimesis) berlangsung di lingkungan penciptaan (seniman) dan pengamatan (evaluasi kritikus). Benda seni juga mungkin akan mempermasalahkan analisis bentuk da isi seni. Perdebatan yang terjadi dalam konteks ini juga tidak kalah sengit.

Pencipta Seni

Persoalan seni dan seniman menyangkut masalah kreativitas dan ekspresi. Apa itu kreativitas? Apa yang dimaksud ekspresi, dan apa bedanya dengan representasi? Gender juga dapat menjadi pertanyaan, apakah seniman seni berjenis kelamin wanita berbeda dengan seniman lelaki? Pribadi seniman juga akan dipermasalahkan, karena biasanya akan menimbulkan gaya atau style yang berbeda dari setiap individu.

Publik Seni

Seni adalah bentuk komunikasi antar pencipta dan apresiatornya. Seni tidak dapat disebut seni tanpa pengakuan masyarakat seni dan atau dengan masyarakat umumnya. Seniman disebut seniman oleh masyarakat karena status yang diperjuangkannya. Seni itu publik, maka persoalan-persoalan komunikasi, nilai-nilai masyarakat menjadi persoalan seni juga. Apresiasi, insitusi, jarak estetik, empati tidak selalu mencakup seluruh masyarakat, terkadang mungkin ada beberapa pihak yang tidak setuju untuk menerima produk seni. Maka dipersoalkan juga karakteristik masyarakat melalui kajian sosiologi, psikologi dan antropologi seni.

Nilai Seni

Benedetto Croce berpendapat bahwa karya seni atau benda seni tidak pernah ada, sebab seni itu terdapat pada jiwa setiap penanggapnya. Disini dibacarakan nilai-nilai seni yang diciptakan sendiri oleh penanggap seni terhadap sesuatu yang diperlakukannya sebagai benda seni. Disitulah persoalan seni paling rumit dibicarakan dalam pembicaraan mendasar tentangnya. Persoalan seni sebetulnya adalah persoalan nilai-nilai tadi sehingga dalam bidang filsafat kajian seni dikategorikan dalam kelompok kajian tentang nilai, sejajar dengan etika dan logika.

Pengalaman Seni

Seni bukan hanya masalah komunikasi belaka, seni tidak hanya menyampaikan informasi. Komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai berkualitas, baik kualitas perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri. “Singkat kata, komunikasi seni adalah komunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan nalar, emosi, dan intuisi.”(Jakob Sumardjo, 2000, hlm. 31). Seperti Croce pada nilai seni ada juga yang berpendapat bahwa hakikat itu ada pada pengalaman, bukan benda atau nilai. Memasuki pengalaman seni berarti merasakan pengalaman sejenis dengan pengalaman saat kita sedang merasa terancam bahaya, puas saat memakan masakan yang enak atau euphoria saat memenangkan kontes tertentu.

Simpulan

Persoalan seni ternyata melibatkan berbagai pokok tinjauan, satu sama lain berikatan. Masing-masing pokok seni dapat bersanding dengan baik atau bertentangan. Persoalan benda seni akan melibatkan pembicaraan tentang nilai-nilai dan pengalaman seni yang diperoleh, sedangkan persoalan nilai-nilai akan berkaitan dengan public seni dan konteks sosial-budaya.

Semua pemaparan di atas memperlihatkan bahwa persoalan seni bukanlah persoalan yang mudah dijawab. Dengan menggunakan pokok bahasan tersebut kita dapat mulai mempertanyakan pertanyaan filosofis kita sendiri dengan cara yang lebih tertata dan melanjutkan atau mendebat apa yang telah ditemukan pemikir seni sebelumnya.

Referensi

1.       Sumardjo, Jakob. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

2.      Graham, Gordon. (1997). Philosophy of the Arts. Repository KNC India, Diakses tanggal 2018-01-22, http://www.knc.edu.in/wp-content/uploads/2016/07/P…

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap

 

Metode filsafat adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu berdasarkan objek formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran khas untuk berfilsafat. Mudahnya, metode filsafat adalah panduan, dan cara berpikir untuk berfilsafat.

Metode filsafat ini terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan filsafat sendiri. Meskipun disebut perkembangan, bukan berarti penemuan terbaru adalah metode yang terbaik. Dalam dunia filsafat yang spekulatif tidak ada metode terbaik, yang ada adalah metode tepat guna. Tepat digunakan untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau kembali kepada efektivitas filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut.

Metode filsafat amatlah penting untuk dipilih sebelum kita berfilsafat. Kesalahan memilih metode akan menghasilkan kebenaran atau kebijaksanaan yang tidak pas. Misalnya, jika kita menggunakan metode yang lebih cocok untuk ilmu pengetahuan dalam berfalsafah mengenai suatu kepercayaan, maka kita akan terbentur dengan bukti objektif yang kemungkinan besar tidak dimiliki oleh suatu kepercayaan. Terdapat metode khusus untuk menyelami suatu kepercayaan melalui filsafat.

Oleh karena itu, mempelajari metode filsafat merupakan langkah awal pula dalam mempelajari filsafat secara menyeluruh. Berikut ini adalah beberapa metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah zamannya.

Metode Filsafat

Berikut adalah 10 contoh metode filsafat yang dapat digunakan sebagai pijakan dalam berfilsafat.

Metode Kritis

Plato dan Sokrates adalah filosof (filsuf/philosopher) yang menggunakan dan mengembangkan metode ini. Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam hermeneutika (interpretasi asas-asas metodologis) yang menjelaskan keyakinan dan berbagai pertentangannya.

Caranya adalah dengan bertanya, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya. Keyakinan atau filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik.

Metode Filsafat Intuitif

Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual. Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan keaslian fitrah manusia.

Bukan berarti pula bahwa logika harus dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika. Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba untuk dilakukan.

Metode ini dapat membongkar sesuatu yang selama ini tidak tampak di permukaan. Analoginya, saat kita memikirkan mengenai esensi yang didapat dari suatu permainan judi, maka kita akan melihat objek dari permainan tersebut bukan? yakni hadiahnya yang begitu besar. Padahal, sejatinya yang menyebabkan permainan itu adiktif adalah rasa penasaran ketika kalah dan rasa puas ketika menang.

Jika kita hanya melihatnya secara objektif, maka kita tidak akan mampu melihat bahwa “objek” sebenarnya dari judi adalah perasaan manusia. Menang atau kalah, subjektivitas kitalah yang dipermainkan dan selalu berujung dalam kekalahan.

Metode Skolastik

Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247) merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai pengguna metode  ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang erat dengan metode mengajar.

Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan membacakan atau mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan tersebut akan diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi.

Segala pro dan kontra kemudian dihimpun dan dibandingkan. Melalui proses ini, yang disebut “lectio” diharapkan tercapai suatu pemahaman baru yang lebih baik. Namun, jika tidak berhasil, maka akan dilanjutkan ke tahap “disputatio” atau perdebatan.

Metode Filsafat Matematis

Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via inventionis).

Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau mencari hal nyata yang telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala kelebihan logika, analisa geometris dan aljabar serta menghindari kelemahannya.

Metode Empiris-Eksperimental

Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih dipercaya ketimbang rasio.

David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode dekrates adalah metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan bukti kebenaran empiris yang sejati.

Metode ini adalah metode yang hingga kini banyak dilakukan untuk mendalami ilmu pengetahuan. Hal tersebut karena ilmu pengetahuan tidak cukup untuk digeluti oleh logika dan rasio saja. Kita harus melakukan eksperimen sehingga mampu membuktikannya secara empiris yang berarti teralami, terlihat, nyata, tervalidasi oleh data, bukan asumsi atau spekulasi.

Metode Transendental

Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel Kant (1724-1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan empirisme.

Dari satu sisi, ia mempertahankan objektivitas, univesalitas dan keniscayaan suatu pengertian. Di sisi lain, ia juga menerima pendapat bahwa pengertian berasal dari fenomena yang tidak dapat melampaui batas-batasnya.

Kant menempatkan kebenaran bukan pada konsep tunggal, tetapi dalam pernyataan dan kesimpulan lengkap. Ia membedakan dua jenis pengertian:

1.         Pengertian analistis, yakni pengertian  yang selalu bersifat apriori, misalnya dalam ilmu pasti;

2.        Pengertian sintesis, pengertian ini dibagi menjadi dua yakni: aposteriori singular yang dasar kebenarannya pengalaman subjektif seperti ungkapan “Saya merasa panas”, dan apriori yang merupakan pengertian universal dan pasti seperti ungkapan “Suhu udara hari ini panasnya mencapai 34 derajat celcius”.

Intinya, metode ini menerima nilai objektif ilmu-ilmu positif, sebab terbukti telah menghasilkan kemajuan hidup sehari-hari. Ia juga menerima nilai subjektif agama dan moral sebab memberikan kemajuan dan kebahagiaan.

Dengan catatan syarat paling minimal yang mutlak harus dipenuhi dalam subjek supaya objektifitasnya memungkinan. Seperti efek placebo obat yang sebetulnya tidak dapat menyembuhkan, namun membuat seseorang percaya ia akan sembuh karena telah meminumnya.

Di dalam pengertian dan penilaian metode ini terjadi kesatuan antara subjek dan objek, kesatuan antara semua bentuk. Hal ini menuntut adanya kesatuan kesadaran yang disebut “transcendental unity of apperception”.

Metode Dialektis

Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan ‘Hegelian Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas.

Kemudian membuat suatu anti tesis atau bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut akan menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk mendapatkan hakikat yang lebih baik lagi.

Metode Fenomenologis

Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena adalah data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi dilakukan dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:

1.         Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial.

2.        Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti perasaan, keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi eidetis.

3.        Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende zum subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya penampakan diri sendiri. Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek disisihkan.

Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya seperti kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika menemukan hal baru. Ia akan mengobservasinya dan melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari dan mengenalnya, termasuk meremas dan menendang kucing liar yang ia temukan di halaman belakang rumah. Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).

Metode Filsafat Eksistensialisme

Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan Merleau-Point. Para tokoh eksistensialis tidak menyetujui tekanan Husserl pada sikap objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas manusialah yang pertama-tama dianalisa.

Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak dapat “mengada” tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktivitas individu dalam suatu kelompok dan kepentingan tertentu. Beberapa sifat eksistensialis ialah:

1.         Subjektivitas individualis yang unik, bukan objek dan bukan umum.

2.        Keterbukaan terhadap manusia dan dunia lain: internasionalitas dan praksis bukan teori saja.

3.        Pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia, bukan observasi.

4.        Kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap.

5.        Segi tragis dan kegagalan.

Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai fenomenologi yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti.

Setiap ungkapan, baik awam maupun ilmiah, berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah. Melalui analisa ungkapan pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali pengalaman yang lebih fundamental.

Metode Analitika Bahasa

Wittgenstein adalah tokoh dominan dalam metode ini. Ia mempelajari filsafat dengan alasan yang kemungkinan sama dengan kebanyakan orang. Ia penasaran dengan filsafat yang begitu membingungkan. Setelah melakukan penelitian, ia menemukan bahwa kebingungan ini banyak disebabkan oleh bahasa filosofis yang rancu dan kacau.

Bagaimana seseorang bisa mengetahui benar salahnya suatu pendapat, sebelum ia mampu memastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk menyampaikan pertanyaan, pernyataan dan perbincangan itu adalah benar?

“Arti” bukanlah sesuatu yang berada “di belakang” bahasa; tidak ada arti “pokok”. Arti kata tergantung dari pemakaiannya, makna timbul dari penggunaan. Arti kata itu seluruhnya tergantung dari permainan bahasa (language games) yang sedang dimainkan.

Metode ini meneliti dan membedakan permainan-permainan bahasa itu untuk mendapatkan keyakinan yang lebih baik. Juga menetapkan peraturan masing-masing bahasa agar tidak terjadi kekeliruan logis dan kesalahpahaman yang disebabkan oleh kerancuan makna kata.

Referensi

Lubis, Nur A. Fadhil. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana Publishing. Tautan Informasi Buku

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu

 

Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mempertanyakan secara sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang berhubungan dalam masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat pada ilmu untuk mencapai pengetahuan yang ilmiah.

Intinya, filsafat ilmu adalah filsafat dengan pokok bahasan ilmu sebagai inti dari apa yang dipertanyakan mengenai kebenaran. Masalahnya, mudah untuk mengingat dan menjelaskan apa definisi dari filsafat ilmu namun terhitung cukup sulit untuk benar-benar memahami esensi apa yang dipelajari dalam filsafat ilmu.

Contoh nyatanya dijelaskan oleh Lacey (1996) yang membuat beberapa poin bahasan yang akan dieksplorasi dalam filsafat ilmu, poin-poin pokok bahasan tersebut adalah:

1)     Hakikat ilmu itu sendiri

2)     Tujuan dari ilmu

3)     Metode ilmu

4)     Bagian-bagian ilmu

5)     Jangkauan ilmu

6)     Hubungan ilmu dengan masalah kehidupan atau filosofi yang lain seperti: nilai, etika, moral dan kesejahteraan manusia

Untuk memperdalam pemahaman terhadap filsafat ilmu pula kita harus benar-benar paham apa yang dimaksud dengan filsafat.

Pengertian Filsafat

Filsafat adalah pemikiran dan kajian menyeluruh terhadap suatu pemikiran, kepercayaan, dan sikap yang sudah dijunjung tinggi kebenarannya melalui pencarian ulang dan analisis konsep dasar untuk menciptakan kebenaran, pertimbangan, dan kebijaksanaan yang lebih baik.

Filsafat secara harfiah berarti “mencintai kebijaksanaan”. Artinya, filsafat juga memiliki arti mencintai pencarian menuju penemuan kebijaksanaan atau kearifan. Mencintai kearifan di sini tentunya bermakna mencintainya dengan melakukan proses pencarian terhadap kearifan sekaligus makna mendasar produknya sendiri.

Di dalam proses pencarian tersebut, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip yang bersifat general. Prinsip yang bersifat umum ini harus dapat dipakai untuk menjelaskan segala sesuatu kajian atas objek filsafat yang dicari. Lebih jauh mengenai pengertian filsafat, dapat dibaca pada artikel di bawah ini:

Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh & Fungsi Menurut Para Ahli

Pengertian Ilmu

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alima yang berarti pengetahuan. Pemakaian kata ilmu dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata science dalam bahasa inggris. Science sendiri berasal dari bahasa Latin: Scio, Scire yang artinya juga pengetahuan.

Ilmu adalah pengetahuan, namun ada berbagai macam pengetahuan, seperti: pengetahuan biasa dan pengetahuan ilmu. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan keseharian yang kita dapatkan dari berbagai sumber bebas dan belum tentu benar atau berdasarkan kenyataan. Sementara pengetahuan ilmu adalah pengetahuan yang pasti, eksak, berdasarkan kenyataan dan terorganisir.

Pengetahuan Ilmu

Ilmu harus disusun secara sistematis dan berdasarkan metodologi tertentu untuk berusaha mencapai suatu kesimpulan atau generalisasi. Ilmu terbagi menjadi tiga kategori pembentuknya, yaitu: hipotesis, teori, dalil hukum. Dalam suatu kajian ilmiah untuk membangun ilmu, jika data faktual yang terkumpul masih belum banyak atau belum cukup, maka peneliti baru membentuk hipotesis.

Hipotesis adalah dugaan pemikiran berdasarkan sejumlah data tebatas yang belum cukup kuat. Hipotesis akan memberikan arah pada penelitian untuk menghimpun data yang dibutuhkan. Data yang telah dihimpun dan dinilai cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan pada hipotesis.

Apabila data yang telah dikumpulkan mampu memvalidasi hipotesis, maka hipotesis tersebut berubah menjadi tesis atau teori. Selanjutnya, jika teori mencapai generalisasi atau kesimpulan umum, maka teori tersebut berubah menjadi dalil atau hukum.

Tahapan terakhir adalah jika teori atau dalil dapat memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap di mana saja dan dalam konteks apa saja, maka ia akan menjadi hukum, seperti hukum Newton, dsb.

Alur sistem pembentukan ilmu : hipotesis, tesis, dalil, hukum.

Perlu menjadi catatan bahwa tidak semua ilmu dapat menjadi hukum. Hukum biasanya hanya berlaku pada ilmu eksak, misalnya hukum Newton. Dalam ilmu sosial atau humaniora, teori yang telah mencapai generalisasi atau kesimpulan umum hanya dapat menjadi semacam dalil yang paling kuat meskipun terkadang masih disebut sebagai hukum. Dalil tersebut juga dapat diverifikasi “kekuatan kebenarannya” dengan melihat seberapa banyak dalil tersebut dijadikan referensi oleh peneliti lain.

Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari bahasa Inggris yaitu: knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy, definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan salah satu pendapat ahli mengenai definisi tentang pengetahuan dibawah ini:

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu (mengetahui). Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu (Gazalba, 1973).

Pengetahuan adalah suatu proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Orang pragmatis, terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi, menurut Dewey pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka hal tersebut bukanlah pengetahuan.

Jenis pengetahuan

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:

1)       Pengetahuan biasa

Pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense atau nalar wajar; sesuatu yang masuk akal. Terkadang disebut sebagai good sense pula yang berarti pengetahuan yang diterima secara baik. Contohnya: semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena itu memang merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya. Terkadang terdapat beberapa pengetahuan biasa yang sebetulnya kurang tepat hingga tidak benar, namun sudah diterima apa adanya oleh masyarakat.

2)       Pengetahuan ilmu

Pengetahuan ilmu adalah ilmu sebagai terjemahan dari science yang pada prinsipnya adalah usaha untuk mengorganisasikan, mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari atau dugaan lain yang belum dibuktikan. Hal itu dilakukan untuk kemudian dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi atau subjektif, pemikiran logika diutamakan, netral dan menjunjung fakta.

3)       Pengetahuan filsafat

Pengetahuan filsafat adalah pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang kontemplatif dan spekulatif. Dalam konteks ini, pengetahuan filsafat menekankan pada universalitas kedalaman kajian mengenai Ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang mengerucut, sementara filsafat membahas hal yang lebih luas namun tetap mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup dilonggarkan kembali untuk menerima perubahan yang dianggap lebih positif.

4)       Pengetahuan agama

Merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak, absolut dan wajib diyakini oleh para penganutnya tanpa bukti empiris sekalipun.

Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan

Dari berbagai uraian di atas,  tampak timbul kerancuan antara pengertian pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut sering dianggap memiliki persamaan arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan. Hal itu diperumit dengan fenomena ilmu dan pengetahuan terkadang disatukan menjadi kata majemuk; ilmu pengetahuan.

Hal tersebut sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Namun, jika kedua kata ini berdiri sendiri akan tampak perbedaan antara keduanya. Dari asal katanya, dapat ketahui bahwa pengetahuan diambil dari bahasa inggris yaitu: knowledge, sementara ilmu diambil dari kata science dan peralihan dari bahasa arab: alima.

Untuk memperjelas pemahaman kita juga harus mampu membedakan antara pengetahuan yang sifatnya pra ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan pra ilmiah adalah pengetahuan yang belum memenuhi syarat-syarat ilmiah pada umumnya seperti:

1.         harus memiliki objek tertentu (objek formal dan materil)

2.         harus bersistem

3.         memiliki metode tertentu

4.         sifatnya umum

Sebaliknya, pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi syarat-syarat ilmiah. Pengetahuan pertama disebut sebagai pengetahuan biasa dan pengetahuan kedua disebut pengetahuan ilmiah seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya diatas.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan tersebut terlihat dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya. Namun dalam perkembangannya, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan.

Pengertian Filsafat Ilmu menurut Para Ahli

Ismaun (2001) merangkum beberapa pengertian filsafat ilmu menurut beberapa ahli, pendapat-pendapat para ahli tersebut adalah:

Robert Ackerman

Filsafat ilmu dalam satu sisi adalah suatu tinjauan kritis mengenai pendapat-pendapat ilmiah, dewasa ini, melalui perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat tertentu, tetapi filsafat ilmu juga jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

Lewis White Beck

Beck berpendapat bahwa filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran  ilmiah serta upaya untuk mencoba menemukan ilmu dan pentingnya upaya ilmiah ilmu secara keseluruhan.

Cornelius Benjamin

Flsafat ilmu adalah cabang pengetahuan  filsafat yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu,   khususnya: metode, konsep dan praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.

Michael V. Berry

Michael V. Berry berpendapat bahwa filsafat ilmu merupakan penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yaitu: metode ilmiah.

Peter Caws

Caws mengemukakan bahwa filsafat ilmu adalah salah satu bagian filsafat yang mencoba berupaya dan melakukan pencarian terhadap ilmu.

Psillos dan Curd (2008)

Psillos dan Curd berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah filsafat yang berhubungan dengan masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat di dalam ilmu.

Dalton dkk. (2007)

Filsafat ilmu mengacu pada keyakinan seseorang tentang esensi pengetahuan ilmiah, esensi metode dalam pencapaian pengetahuan ilmiah hingga ke hubungan antara ilmu dan perilaku manusia.

Rudner (1966)

Sementara itu Rudner berpendapat bahwa filsafat ilmu adalah salah satu bagian dari epistemologi yang merupakan filsafat yang berfokus pada kajian tentang karakteristik pengetahuan ilmiah.

Hanurawan (2012)

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang filsafat, khususnya dalam epistemologi, yang mempelajari hakikat pengetahuan ilmu.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Mempelajari filsafat memang terkadang akan menghilangkan fokus kita pada kajian utama yang ingin diketahui. Hal tersebut terjadi karena filsafat sendiri pada intinya selalu ingin mengetahui segala yang memayungi suatu hal dan menghasilkan generalisasi yang tentunya harus diambil dari berbagai arah.

Oleh karena itu, ruang lingkup dari suatu kajian filsafat amatlah penting untuk diketahui. Dalam kaitannya dengan filasafat ilmu, filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi atau filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, dengan ruang lingkup sebagai berikut.

1.        Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan   antara   obyek   tadi   dengan   daya   tangkap  manusia   yangmembuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)

2.        Bagaimana proses  yang  memungkinkan  ditimbanya   pengetahuan   yang   berupailmu?   Bagaimana   prosedurnya?   Hal-hal   apa   yang   harus   diperhatikan   agar menandakan   pengetahuan   yang   benar?   Apa saja   kriterianya?  Apa   yang   disebutkebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara,  teknik, sarana apa yang membantu kitadalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)

3.        Untuk apa   pengetahuan   yang   berupa  ilmu  itu   dipergunakan?  Bagaimana  kaitan antara   cara   penggunaan   tersebut   dengan   kaidah-kaidah   moral?   Bagaimana penentuan  obyek   yang   ditelaah  berdasarkan  pilihan-pilihan   moral   ?   Bagaimana kaitan  antara  teknik   prosedural  yang   merupakan  operasionalisasi   metode  ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis)

Referensi

1.      Salam, Burhanuddin. (2003). Logika Materiil : Filsafat ilmu pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta.

2.      Gazalba, Sidi. (1973). Sistematika filsafat; pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori nilai. Jakarta: Bintang Bulan.

3.      Hanurawan. (2012). Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: UNM.

4.      Ismaun. (2001). Filsafat Ilmu. Bandung: Penerbit UPI.

5.      Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: Penerbit IPB.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...