HOME

24 Februari, 2023

Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran

 

Filsafat pendidikan adalah muara ide dari berbagai kebutuhan utama pendidikan seperti landasan pendidikan, pendekatan pengajaran, model pembelajaran, dan berbagai aspek lain yang dibutuhkan untuk melanjutkan saga keilmuan pendidikan. Seperti filsafat pada umumnya, filsafat ini juga mempertanyakan berbagai kemungkinan yang telah ada, lalu mempertanyakan kebenarannya agar dapat memutuskan kebenaran baru dalam menggiati keilmuan ini.

Dahulu, filsafat pendidikan sempat masuk menjadi salah satu mata kuliah yang akan dipelajari pada program studi pendidikan jenjang sarjana. Namun, belakangan mata kuliah ini ditiadakan dan secara eksklusif baru diberikan ketika mahasiswa menempuh pendidikan pasca sarjana. Alasannya? Karena dianggap terlalu berat. Kini filsafat pendidikan seakan menjadi eksklusif hanya dibawakan pada program pasca-sarjana.

Padahal, filsafat sebetulnya tidak serumit itu. Hanya saja filsafat memang harus dilakukan secara sistematis. Konsepsi keilmuan biasanya dapat diklasifikasikan dengan: pengertian, jenis, tujuan, dsb. Namun karena filsafat pendidikan pada dasarnya adalah cabang filsafat, terminologi dan metode filsafat yang digunakan juga harus jelas.

Misalnya, bagaimana hakikat, pengertian atau dasar dari filsafat itu sendiri harus diungkap melalui landasan ontologisnya terlebih dahulu. Ketika seseorang mencari tahu ontologi, maka leburlah semua konsentrasinya; ontologi adalah salah satu bidang filsafat yang paling sukar, karena hal umum yang sederhana pun akan diberikan pertanyaan bertubi-tubi dari segala arah yang bahkan tidak memiliki keterkaitan sedikit pun.

Sebetulnya hal semacam itulah yang biasanya terjadi dan membuat filsafat tampak lebih rumit. Padahal, inti dari ontologi adalah bagaimana kita merumuskan apa, mengapa dan yang seperti apa wujud pasti sesuatu hal itu? Tidak harus mengetahui lebih dalam terlebih dahulu mengenai apa itu ontologi. Pahami saja dahulu salah satu definisi dasarnya, belakangan kita dapat mempelajarinya lebih lanjut. Oleh karena itu pembahasan mengenai filsafat pendidikan akan dimulai dengan pengertian umumnya terlebih dahulu. Untuk menentukan definisi operasional yang akan kita gunakan dalam mempelajari filsafat pendidikan.

Pengertian Filsafat Pendidikan

Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan (Amka, 2019, hlm. 22). Sederhana bukan? Namun, sayangnya dalam filsafat lagi-lagi kita tidak dapat menggeneralisir suatu hal sesederhana itu. Filsafat itu apa? Pendidikan itu apa? Masalah-masalah pendidikan itu yang bagaimana?

Pengertian tersebut dapat kita rumuskan dari telaah kedua kata yang membentuk frasanya sendiri. Filsafat adalah kajian kritis terhadap pemikiran yang telah diamini kebenarannya. Sementara itu, pendidikan adalah usaha untuk mewujudkan pembelajaran yang dapat diikuti secara baik oleh peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya.

Melalui penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah kajian kritis terhadap pemikiran dan sikap yang telah dan/atau akan dibuat melalui pencarian dan analisis konsep paling mendasar untuk menciptakan pertimbangan yang lebih baik dan sesuai dalam skop pendidikan yang berusaha untuk mewujudkan pembelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya dari segi keilmuan, kepribadian, dan nilai positif lainnya.

 

Pertanyaan selanjutnya adalah masalah-masalah pendidikan itu yang seperti apa? Melalui simpulan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang dipertanyakan dalam filsafat adalah pertimbangan dalam skop pendidikan. Tentunya berbagai pertimbangan dan konsep-konsep tersebut sudah ditentukan dalam pendidikan. Apa saja? Misalnya: tujuan pendidikan, model pembelajaran, kurikulum, dsb.

Rumusan di atas diperkuat oleh pendapat Widodo (2015, hlm. 1) yang menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah suatu pendekatan dalam memahami dan memecahkan persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan, seperti dalam menentukan tujuan pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, manusia, masyarakat, dan kebudayaan yang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan itu sendiri.

Selanjutnya, sebagai pertimbangan dan penelusuran lebih mendalam untuk memastikan kebenaran topik ini, mari kita simak berbagai pengertian filsafat pendidikan menurut para ahli.

Pengertian Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli

Al-Syaibani

Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur dan menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan (Al-Syaibani dalam Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 19).

John Dewey

merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental yang menyangkut daya pikir maupun daya perasaan menuju tabiat manusia (Dewey dalam Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 20).

Randal Curren

Adalah penerapan serangkaian keyakinan-keyakinan filsafat dalam praktik pendidikan (Curren dalam Chambliss, 2009, hlm. 324).

Kneller

Filsafat pendidikan merupakan penerapan filsafat formal dalam lapangan pendidikan (Kneller, 1971, hlm.5).

Hasan Langgulung

Adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang disebut dengan pendidikan (dalam Zaprulkhan, 2012, hlm.303 ).

Jalaluddin & Idi

Filsafat pendidikan dapat diartikan sebagai kaidah filosofi dalam pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan filsafat secara umum dan fokus terhadap pelaksanaan prinsip dan keyakinan dasar dari filsafat untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan secara praktis (Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 18-21).

Landasan / Sistematika Filsafat Pendidikan

Filsafat membentuk dan memberikan asumsi-asumsi dasar bagi setiap ilmu pengetahuan, tidak terkecuali pendidikan. Saat filsafat membahas ilmu alam, maka diperoleh filsafat ilmu alam. Ketika filsafat mempertanyakan konsep dari hukum, maka terbentuklah filsafat hukum, dan ketika filsafat mengkaji permasalahan pendidikan, maka terciptalah cabang filsafat ini (Kneller, 1971, hlm.4).

Lalu apa saja yang menjadi landasan atau yang membentuk sistematika filsafat ini? Terdapat tiga landasan yang membentuk filsafat pendidikan, yakni: landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Berikut adalah pemaparannya.

Ontologi Filsafat Pendidikan

Ontologi adalah bagian dari metafisika yang bersifat spekulatif, membahas hakikat “yang ada” secara universal. Ontologi berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Ontologi mempersoalkan hakikat yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera belaka.

Pernyataan di atas diperkuat oleh pendapat Rukiyati dan Purwastuti (2015, hlm.10), Sebenarnya, ontologi adalah bagian dari metafisika, sederhananya metafisika dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan pertanyaan mengenai hakikat “ada” yang terdalam.

Semenjak hadirnya pemikiran empiris (pengetahuan yang harus terbuktikan dan teralami secara nyata) banyak yang menyepelekan metafisika. Padahal, pemikiran empiris muncul dari asumsi-asumsi yang dihasilkan oleh ontologi (metafisika).

Einstein menyadari hal ini melalui ucapan ikoniknya yang berkata “imagination is more important than knowledge”. Meskipun pemikiran empiris adalah kuda pacu yang diandalkan hari ini, hal tersebut tidak akan tercipta tanpa spekulasi-spekulasi dari pemikiran ontologis.

Lalu di mana posisi ontologi pada filsafat ini? Landasan ontologis memberikan dasar bagi pendidikan mengenai pemikiran tentang “Yang Ada”, misalnya pemikiran tentang Tuhan, manusia, dan alam semesta. Corak pendidikan yang akan dilaksanakan sangat dipengaruhi oleh pandangan tentang “Yang Ada” yang telah ditentukan melalui ontologi.

Contoh praktisnya adalah terciptanya kurikulum pendidikan agama untuk pendidikan agama. Tercipta kurikulum pendidikan vokasi untuk menyelenggarakan pendidikan keterampilan. Mengapa? Karena secara ontologis telah diketahui dari awal bahwa pemikiran filsafat itu tujuan pendidikannya berdasarkan “Yang Ada” untuk agama, atau “Yang Ada” untuk vokasi.

Epistemologi Pendidikan

Epistemologi berarti mempersoalkan sumber dan usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya (Amka, 2019, hlm.37).

Objek telaahnya sendiri adalah untuk mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakannya dengan lain. Intinya, objek telaahnya berkenaan dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu mengenai sesuatu hal.

Landasan epistemologis memberikan dasar filsafat bagi teori dan praktik pendidikan dalam hal cara memperoleh pengetahuan. Pendidikan itu sangat erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka pandangan mengenai sumber dan jenis pengetahuan akan sangat berpengaruh terhadap kurikulum dan model atau metode pembelajaran (pengajaran).

Aksiologi Filsafat Pendidikan

Apa kegunaan ilmu yang dihasilkan dari pendidikan bagi kita? Ilmu pengetahuan memang telah memberikan manfaat yang besar. Misalnya, bagaimana teori atom dapat digunakan untuk menciptakan energi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dibalik itu teori ini pula yang membuat kita mampu untuk menciptakan bom atom yang menjadi malapetaka bagi dunia.

Pertanyaan ke mana arah pengetahuan dan pendidikan itulah yang menjadi objek pertanyaan utama aksiologi. Untuk apa pengetahuan itu akan digunakan? Bagaimana hubungannya dengan etika dan moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai dan berusaha menggambarkan apa yang dinamakan dengan kebaikan dan perilaku yang baik (Rukiyati & Purwastuti, 2015, hlm.29). Di dalamnya terdapat etika dan estetika.

Etika adalah kajian filsafat yang mempersoalkan perilaku manusia terhadap nilai dan moral. Estetika adalah filsafat yang berkaitan dengan kajian keindahan. Keduanya akan berkaitan, karena sesuatu yang indah cenderung akan terasa lebih beretika, begitu pun sebaliknya. Setidaknya, begitulah sebelum filsafat seni kembali mempertanyakannya.

Dalam ranah pendidikan, landasan aksiologis memberikan dasar-dasar filsafat dalam hal nilai dan moral yang melandasi teori pendidikan dan menjadi acuan dalam praktik pendidikan. Karena, pendidikan tanpa nilai dan moral yang positif, pendidikan justru dapat memberikan hal yang negatif. Pendidikan haruslah diimbangi dengan adalah adanya pemberi, penerima, tujuan, dan cara yang baik, dalam konteks yang positif.

Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan

Secara umum filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari keseluruhan sikap dan kepercayaan yang telah dijunjung tinggi, lalu mempertanyakan . Meskipun skopnya luas, ketika bertemu pendidikan, maka terdapat beberapa rumusan utama. Berikut adalah beberapa kajian utama filsafat ini menurut Rukiyati & Purwastui (2015, hlm. 21).

1)      Merumuskan secara tegas sifat hakiki pendidikan

2)     Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek pendidikan.

3)     Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan.

4)     Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan dan teori pendidikan.

5)     Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)

6)     Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan

Tujuan Filsafat Pendidikan

Tujuan filsafat pendidikan dapat ditinjau dari tujuan filsafat dan pendidikan itu sendiri. Filsafat diantaranya memiliki tujuan untuk mengkritisi suatu kepercayaan dan sikap yang telah dijunjung tinggi,  mendapatkan gambaran keseluruhan, analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.

Sementara itu teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat, merumuskan metode praktik pendidikan atau proses pendidikan yang menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.

Tujuan pendidikan sendiri tergantung dari kebutuhan. Bisa jadi tujuan pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional (mencetak generasi penerus bangsa yang baik), instruksional (khusus terhadap keterampilan tertentu), hingga ke tujuan pendidikan institusional (pendidikan militer, dokter, akademisi, dsb).

Selain itu, menurut Amka (2019) tujuan filsafat pendidikan meliputi:

1)      Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik, dan membangun diri sendiri.

2)     Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.

3)     Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan.

4)     Hidup seseorang dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut, sebab itu mengetahui pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.

5)     Bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia, seperti misalnya ilmu mendidik.

Manfaat Filsafat Pendidikan

Seseorang yang sedang menuntut ilmu pendidikan dituntut untuk memikirkan masalah-masalah hakiki mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai masalah-masalah pendidikan baik dalam lingkup luas maupun mengerucut akan lebih terasah melalui filsafat pendidikan. Hal tersebut membuat pelajar atau praktisi pendidikan lebih kritis dalam memandang persoalan pendidikan.

Disamping itu filsafat ini juga akan membuat pelajar untuk merenungkan masalah hakiki pendidikan yang secara otomatis akan memperluas cakrawala berpikir dan menjadi lebih arif dalam memahami persoalan pendidikan. Filsafat pendidikan akan menuntut pelajar untuk berpikir reflektif menggunakan kebebasan intelektual yang bertanggung jawab (sistematis).

Selain itu, menurut Amka (2019, hlm. 26) filsafat (pendidikan) memiliki manfaat sebagai berikut:

1)      Filsafat menolong mendidik.

2)     Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalanpersoalan dalam kehidupan sehari-hari.

3)     Filsafat memberikan pandangan yang luas.

4)     Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri.

5)     Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.

Aliran Filsafat Pendidikan

Ada banyak aliran filsafat yang tumbuh seiring dengan perkembangan zaman. Berikut adalah aliran-aliran filsafat pendidikan yang telah dikenal luas oleh para ahli pendidikan.

Perenialisme

Merupakan aliran filsafat pendidikan yang melihat ke belakang, percaya bahwa kebijaksanaan abadi dari spiritualisme, tradisi, dan agama berbagi satu satu kebenaran metafisik yang universal di mana semua pengetahuan, ajaran dan nilai yang baik telah tumbuh.

Essensialisme

Essensialisme merupakan aliran yang ingin kembali pada kebudayaan-kebudayaan warisan sejarah yang telah terbukti keunggulannya dan kebaikannya bagi kehidupan manusia. Essensialisme percaya bahwa pendidikan yang baik dan benar terdiri dari pembelajaran keterampilan dasar (membaca, menulis, berhitung), seni, dan ilmu pengetahuan. Semua hal tesebut telah terbukti berguna untuk manusia di masa lalu, sehingga terdapat keyakinan bahwa hal inilah akan berguna pula pada kehidupan di masa yang akan datang (Gutek dalam Rukiyati & Purwastuti, 2015, hlm.44). Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang dapat memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Jalaludin & Idi, 2015, hlm.100).

Progressivisme

Bagi kaum progressif, tidak ada realitas yang absolut, kenyataan adalah pengalaman transaksional yang selalu berubah (progresif). Dunia selalu berubah dan dinamis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum-hukum ilmiah hanya bersifat probabilitas dan tidak absolut. Progressivisme percaya bahwa pengetahuan mengenai dunia ini hanyalah sebatas sebagaimana dunia ini dialami oleh manusia dan Itulah yang dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan (sains) untuk kita semua.

Rekonstruksionisme Sosial

Aliran ini menaruh perhatian yang besar pada hubungan antara kurikulum sekolah dan perkembangan politik, sosial, dan ekonomi suatu masyarakat. Rekonstruksionisme menganggap bahwa dunia dan moral manusia mengalami degradasi di sana-sini sehingga perlu adanya rekonstruksi tatanan sosial menuju kehidupan yang demokratis, emansipatoris dan seimbang. Keadaan yang timpang dan hanya menguntungkan salah satu belahan dunia harus diatasi dengan merekonstruksi pendidikan untuk memajukan peradaban. Untuk menjamin keberlangsungan hidup manusia dan untuk menciptakan peradaban yang lebih memuaskan, manusia harus menjadi insinyur sosial, yaitu orang yang mampu merancang jalannya perubahan dan mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara dinamis untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Pedagogi Kritis

Salah satu unsur pokok dari aliran ini adalah keharusan untuk memandang sekolah sebagai ruang publik yang demokratis. Sekolah didedikasikan untuk membentuk pemberdayaan diri dan sosial. Dalam arti ini, sekolah adalah tempat publik yang memberi kesempatan bagi peserta didik agar dapat belajar pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi yang sesungguhnya. Sekolah bukan sekedar perluasan tempat kerja atau sebagai lembaga garis depan dalam persaingan pasar internasional dan kompetisi asing.

Anarkisme Utopis: Ivan Illich

Illich, tokoh utama aliran ini, mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah perombakan/pembaharuan berskala besar dan segera di dalam masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib. Sistem persekolahan formal yang ada harus dihapuskan sepenuhnya dan diganti dengan sebuah pola belajar sukarela dan mengarahkan diri sendiri; akses yang bebas dan universal ke bahan-bahan pendidikan serta kesempatan-kesempatan belajar mesti disediakan, namun tanpa sistem pengajaran wajib (O’neil dalam Rukiyati & Purwastuti, 2015, hlm. 79).

Eksistensialisme

Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad 20 yang sangat mendambakan adanya otonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk mengaktualisasikan dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya adalah upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengungkungnya sehingga terwujudlah eksistensi manusia ke arah yang lebih humanis dan beradab. Beberapa pemikiran eksistensialisme dapat menjadi landasan atau semacam bahan renungan bagi para pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah pada keautentikan dan pembebasan manusia yang sesungguhnya.

Referensi

1)      Amka. (2019). Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

2)     Jalaluddin & Idi. (2015). Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat Dan Pendidikan Edisi Revisi. Malang: Rajawali Press.

3)     Rukiyati & Purwastuti, A. (2015). Mengenal Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

4)     Widodo, S.A. (2015). Pendidikan dalam Perspektif Aliran-Aliran Filsafat. Yogyakarta: Idea Press.

5)     Zaprulkhan. (2012). Filsafat Umum: Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

22 Februari, 2023

Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran


Logika berasal dari kata Yunani kuno “logos” yang berarti “kata”, “ucapan”, atau “alasan”. Dalam konteks ini, maksud dari “logos” dapat diartikan sebagai hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Kata logika untuk pertama kali muncul pada abad ke-1 sebelum masehi oleh seorang filsuf bernama Cicero. Namun demikian, pada masa itu logika masih bermakna “seni berdebat”. Baru pada sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi, Alexander Aphrodisias menggunakan kata “logika” dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya suatu pemikiran.

Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika dapat didefinisikan sebagai teori tentang penyimpulan yang sah.

 

Pengertian Logika

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logika episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu pengetahuan logika yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu di sini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Logika secara luas dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid.

William Alston mendefinisikan logika sebagai studi mengenai penyimpulan, tepatnya usaha untuk menentukan kriteria-kriteria yang mampu membedakan penyimpulan yang valid dan yang tidak valid. (Surajiyo,  2019, hlm. 9). Sementara itu, Alfred Cryril Ewing (dalam Surajiyo, 2019, hlm. 9) berpendapat bahwa logika adalah Studi mengenai berbagai jenis proposisi dan keterhubungannya satu sama lain yang dapat menentukan kebenaran suatu penyimpulan.

Selanjutnya, Fudyartanta dalam Surajiyo (2019, hlm. 8) mengartikan logika sebagai ilmu yang mempelajari secara mendalam tentang kebenaran berpikir. Dengan kata lain, logika adalah ilmu mendasar dan meluas mengenai berpikir yang benar, supaya hasilnya juga benar/valid.

Sementara itu, menurut Hasbullah Bakry dalam Surajiyo (2019, hlm. 8) logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian hukum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa logika juga dapat mempelajari aturan-aturan dan cara berpikir yang dapat menyampaikan manusia kepada kebenaran dan logika mempelajari pekerjaan akal dipandang dari aspek benar atau salah.

Dari beberapa pandangan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa logika adalah studi yang mempersoalkan tata cara berpikir secara tepat dan teratur untuk menentukan kriteria-kriteria yang mampu menyimpulkan suatu penyimpulan yang valid atau yang tidak valid.

 

Objek Kajian Logika

Terdapat dua objek dari suatu kajian logika, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Objek material ini dapat menyangkut apa saja, baik yang konkret maupun hal yang abstrak. Misalnya, dalam ilmu psikologi (studi perilaku manusia) manusia itu sendiri adalah objek materialnya, sedangkan perilaku atau kegiatan akal budinya adalah objek formal.

Objek formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot. Contohnya, berpikir adalah objek material logika. Namun demikian, yang dimaksud dengan berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakan pengetahuan yang telah diperolehnya.

 

Macam-macam Logika

Terdapat beberapa jenis atau macam logika jika dilihat dari beberapa sudut pandang tertentu. Menurut The Liang Gie dalam Adib (2015, hlm. 102- 104) jenis-jenis logika adalah sebagai berikut.

1. Logika dalam pengertian sempit dan luas

Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

2. Logika Deduktif dan Induktif

Logika deduktif adalah cara berpikir dengan menggunakan premis-premis dari fakta yang bersifat umum ke khusus yang menjadi kesimpulannya. Sementara itu, logika induktif merupakan cara berpikir yang berdasarkan fakta-fakta yang bersifat (khusus) terlebih dahulu dipakai untuk penarikan kesimpulan (umum).

3. Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)

Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berfikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.

4. Logika Murni dan Terapan

Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang dimaksud. Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.

5. Logika Filsafati dan Matematik

Logika Filsafati merupakan ragam logika yang mempunyai hubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda.

 

Manfaat Logika

Sebetulnya, dari berbagai pemaparan mengenai pengertian, objek kajian, dan macam-macam logika, sudah dapat kita lihat bermacam manfaat yang dapat dihasilkan oleh logika. Untuk menyimpulkan ragam manfaat logika yang banyak tersebut secara umum, manfaat dari logika adalah sebagai berikut.

1.       Membantu setiap orang untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis;

2.      Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan obyektif;

3.      Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri;

4.      Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan (Surajiyo, 2019, hlm. 15).

 

Penalaran

Sebelumnya telah dibahas bahwa logika adalah ilmu yang berpangkal pada penalaran. Penalaran adalah proses dari akal manusia yang berusaha untuk menimbulkan suatu keterangan baru dari beberapa keterangan yang sebelumnya sudah ada. Penalaran dianggap sebagai konsep kunci yang menjadi pembahasan dalam logika. Penalaran adalah suatu corak pemikiran yang khas yang dimiliki manusia untuk memecahkan suatu masalah.

Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan manusia dengan hewan yaitu apabila terjadi asap berkabut, burung akan terbang untuk menghindari polusi udara yang memungkinkan dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tahu mengapa asap tersebut dapat terjadi? Bagaimana cara menghindarinya? Apa saja komponen-komponen yang terkandung di dalam asap tersebut? Apa saja penyakit yang dapat diakibatkan olehnya?

 

Jenis-jenis Penalaran

Terdapat dua jenis utama dari penalaran, yakni penalaran deduktif dan penalaran induktif. Berikut adalah pemaparan dari masing-masing jenis penalaran.

1. Penalaran deduktif

Penalaran deduktif adalah penalaran yang membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan apabila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah di antara suatu kelompok barang.

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola pikir yang dinamakan silogisme. Silogisme dibentuk oleh dua pernyataan yang disebut premis (premis mayor dan premis minor), yang diikuti dengan sebuah kesimpulan atau konklusi. Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian tiga buah pendapat yang terdiri dari dua pendapat dan satu kesimpulan.

 

 

Contohnya penalaran atau llogika deduktif yang menggunakan silogisme adalah sebagai berikut.

Tahap

Penalaran

Premis mayor:

Semua buku besar dan tebal adalah mahal

Premis minor:

Buku 3 adalah besar dan tebal

Konklusi/Kesimpulan:

Jadi, buku 3 adalah mahal

 

2. Penalaran induktif

Penalaran induktif adalah penalaran yang membicarakan tentang penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan-pernyataan yang khusus. Kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan. Terdapat beberapa macam penalaran induktif, yakni sebagai berikut.

 

Penyimpulan secara kausal

Penyimpulan ini berusaha untuk menemukan sebab-sebab dari hal-hal yang terjadi. Bila telah diajukan suatu perangkat kejadian, maka haruslah diajukan pertanyaan: “Apakah yang menyebabkan kejadian-kejadian itu?” Misalnya, terjadi suatu wabah penyakit tipus: “Apakah yang menyebabkan timbulnya wabah tipus?”

 

Analogi

Penalaran secara analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama. Misalnya, kita dapat membandingkan seseorang yang sedang belajar sama halnya dengan saat kita bersepeda menaiki bukit. Saat menanjak kita harus mengeluarkan tenaga ekstra agar mampu menaikinya, namun setelah menemukan puncak maka kita akan melihat keindahan alam serta mendapatkan kemudahan dari turunan tanpa harus mengayuh sepeda ketika pulang.

 

Referensi

Adib, M. (2015). Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Edisi ke-3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Surajiyo. (2019). Dasar-dasar logika. Jakarta: Bumi Aksara.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

21 Februari, 2023

Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli


Filsafat adalah istilah populer yang sering disalahartikan menjadi hal rumit yang sulit untuk dimengerti dan tidak berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Seorang filsuf juga sering dianggap terlalu sibuk memikirkan persoalan mengawang-awang yang sulit dicerna dan tidak berguna.

Padahal, permasalahan pokok filsafat adalah persoalan yang pernah dipikirkan semua orang. Kita pasti pernah mempertanyakan, memikirkan, dan merenungkan kenapa ini harus begini, dan tidak boleh begitu, sedangkan itu harus begitu, tidak seharusnya begini.

Untuk apa saya kuliah? Kenapa saya memilih program studi ini? Mau jadi apa nanti? Mengapa ada orang yang sampai hati berbuat seperti ini? Apa keuntungan yang dia dapat dari perbuatan itu? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sebetulnya sudah menjadi objek pemikiran filosofis.

Oleh karena itu, sebetulnya kita semua secara tidak langsung sudah pernah berfilsafat, yaitu mengajukan pertanyaan filosofis, terlibat dalam perbincangan filosofis, dan memegang salah satu sudut pandang filosofis.

Bedanya, seorang filsuf melakukan semua itu dengan cara yang sistematis sehingga menghasilkan kadar keilmuan yang lebih tinggi dan terarah.

 

Pengertian Filsafat

Filsafat adalah suatu pemikiran dan kajian kritis terhadap kepercayaan dan sikap yang sudah dijunjung tinggi kebenarannya melalui pencarian dan analisis konsep dasar mengenai bidang kegiatan pemikiran seperti: prinsip, keyakinan, konsep dan sikap umum dari suatu individu atau kelompok untuk menciptakan kebijaksanaan dan pertimbangan yang lebih baik.

Seorang ahli filsafat, Karl Popper pernah berkata bahwa “Kita semua mempunyai filosofi yang masih menjadi misteri dan tugas pokok utama dari filsafat adalah untuk menyelidiki berbagai filosofi itu secara kritis”

Pernyataan Popper membawa pada opsi lain dari pengertian filsafat, yaitu pengertiannya sebagai objek, bukan kata kerja. Secara informal, filsafat dapat berarti sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima begitu saja tanpa pertanyaan lagi; dogmatik.

Misalnya ketika seorang public figure berkata: “Filosofi saya dalam berkarya adalah … (isi dengan berbagai alasan baik yang sudah umum diucapkan di sini)” atau sesederhana dan sedingin: “Saya memukul anak saya dengan niatan baik untuk mendidik”. Seorang filosof akan mempertanyakan kembali pemikiran spontan tersebut dengan metode yang sistematis, terarah, dan mendalam.

Pengertian secara Etimologi

Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata philein/philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Sehingga seorang filosof adalah pencinta, pendamba, atau pencari kebijaksanaan.

Pengertian berdasarkan Makna Kata

Di dalam KBBI, filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Opsi definisi kedua yang diberikan dalam KBBI adalah “teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan, hingga ke ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology (cabang-cabang ilmu ini)”

Selanjutnya, dalam Webster’s Dictionary, Filosofi adalah semua pembelajaran eksklusif mengenai pedoman teknis; disiplin yang terdiri dari logika inti, estetika, etika, metafisik dan epistemology, yaitu pencarian mengenai pengertian umum tentang nilai dan realitas yang lebih spekulatif daripada observasi; analisis konsep dasar mengenai teori bidang kegiatan pemikiran; keyakinan, konsep, dan sikap paling umum dari individu atau kelompok; ketenangan emosi dan penilaian.

Secara makna kata, tampaknya tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan dari pengertian filsafat dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris. Namun apakah pengertian tersebut sesuai dengan para ahli filosofi yang telah menggeluti bidang ini dengan seksama?

Pengertian Filsafat menurut Para Ahli

Filsafat adalah ilmu yang sudah cukup berumur, kita dapat merujuk pada ahlinya dari tahun 384-322 sebelum masehi. Setiap ahli dari masa ke masa menghasilkan persepsi berbeda namun dalam medan makna yang menjurus ke arah yang sama pencariannya. Beberapa pengertian filsafat menurut para ahli akan disampaikan pada penjabaran berikut ini.

Aristoteles (384-322 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan praktis.

Plato (427-347 SM)

Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat.

Bertrand Russell (1967)

Filsafat adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terbaru, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, secara kritis dalam artian: setelah segala sesuatunya diselidiki, masalah apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan itu hingga kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan tersebut…. (Russell, 1967, hlm. 7).

Beerling (1968)

Filsafat adalah pemikiran-pemikiran yang bebas, diilhami oleh rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman. (Er zijn eigenlijksheidvragen dalam Filosofic als sciencefiction, 1968, hlm. 44).

Karl Popper  (1971)

Kita semua mempunyai filsafat yang masih menjadi misteri dan tugas pokok utama dari filsafat adalah untuk menyelidiki berbagai filsafat itu secara kritis, dimana filsafat yang telah dianut sebelumnya itu tidak diselidiki secara kritis. (dikutip dari perdebatan televisi, 14 Nopember 1971).

Immanuel Kant (1724-1804)

Immanuel Kant merumuskan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok pangkal dan puncak segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya empat persoalan yaitu:

1.         Metafisika, yaitu pertanyaan: Apa yang dapat kita ketahui?

2.         Etika, Apa yang seharusnya dilakukan?

3.         Agama, Sampai dimanakah harapan kita? hakikat manusia?

4.         Anthropologi, Apa hakikat manusia?

Poedjawijatna

Poedjawijatna berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.

Notonagoro

Notonagoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah; yang disebut hakikat.

Driyarkara

Filsafat adalah refleksi yang mendalam tentang penyebab ‘di sana dan melakukan’, refleksi dari realitas (reality) jauh ke dalam ‘mengapa’ penghabisan itu.

Dapat disimpulkan bahwa meskipun para ahli memiliki pandangan yang sedikit berbeda, namun definisi yang dituju masih dalam medan yang sama. Pada akhirnya, bertanya, dan mencari makna serta kebijaksanaan yang lebih tinggi dari yang sudah biasa menjadi perkara utama filsafat.

 

Ciri-Ciri Filsafat

Selain merunut pada pengertiannya, kita juga dapat memahami filsafat dengan lebih mudah jika kita dapat membedakannya melalui ciri-ciri filsafat. Menurut Nur A. Fadhil Lubis, filsafat memiliki tiga ciri utama, yakni:

1.         Universal (menyeluruh), yaitu pemikiran yang luas dan tidak aspek tertentu saja.

2.        Radikal (mendasar), yaitu pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental dan essensial.

3.        Sistematis, yaitu mengikuti pola dan metode berpikir yang runtut dan logis meskipun spekulatif.

Beberapa ahli lain menambahkan ciri-ciri lain, yaitu:

1.         Deskriptif, yaitu suatu uraian yang terperinci tentang sesuatu, menjelaskan mengapa sesuatu berbuat begitu.

2.        Kritis, yaitu mempertanyakan segala sesuatu (termasuk hasil filsafat), dan tidak menerima begitu saja apa yang terlihat sepintas, yang dikatakan dan yang dilakukan masyarakat.

3.        Analisis, yaitu mengulas dan mengkaji secara rinci dan menyeluruh sesuatu, termasuk konsep-konsep dasar yang dengannya kita memikirkan dunia dan kehidupan manusia.

4.        Evaluatif, yaitu dikatakan juga normatif, maksudnya upaya sungguhsungguh untuk menilai dan menyikapi segala persoalan yang dihadapi manusia. Penilaian itu bisa bersifat pemastian kebenaran, kelayakan dan kebaikan.

5.        Spekulatif, yaitu upaya akal budi manusia yang bersifat perekaan, penjelajahan dan pengandaian dan tidak membatasi hanya pada rekaman indera dan pengamatan lahiriah.

 

Contoh Pertanyaan Filsafat

Memahami melalui contoh pertanyaannya juga akan mempermudah pemahaman kita pada apa yang dimaksud dengan bidang ini. Berikut adalah beberapa contoh pertanyaan filosofis.

1.         Apakah teori atom ada gunanya dalam menjelaskan proses fotosintesis?

2.        Apakah kebudayaan selalu memberikan dampak positif?

3.        Apakah tanggungjawab moral sejalan dengan determinisme yang diperpegangi sebagian besar penelitian ilmu alam?

4.        Apakah wanita cantik itu harus selalu berkulit putih?

5.        Apakah seni harus selalu indah?

Lalu bagaimana cara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Tentunya dengan metode filsafat yang sistematis dan tepat.

 

Metode Filsafat

Seperti halnya dalam pengetahuan ilmiah, metode dan obyek formal bidang filsafat tidak dapat dipisahkan. Setiap cabang metode dapat menentukan obyek formalnya, memiliki metode dan logikanya sendiri, sesuai dengan obyek formal itu dan uraian teorinya. Intinya ada banyak metode yang dapat digunakan untuk berfilsafat berdasarkan pegangan teorinya masing-masing.

Misalnya berfilsafat dapat dilakukan dengan cara dialektis, yaitu dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas. Kemudian membuat bantahan dari pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut diambil simpulan atau jalan tengahnya untuk kemudian menjadi hakikat yang lebih baik dari sebelumnya.

Beberapa metode filsafat antara lain:

1.         Metode kritis

2.         Metode Intuitif

3.         Metode Skolastik

4.         Metode Matematis

5.         Metode Empiris-Eksperimental

6.         Metode Transendental

7.         Metode Dialektis

8.         Metode Fenomenologis

9.         Eksistensialisme

10.       Analitika Bahasa

 

Kegunaan & Manfaat

Filsafat adalah akar dari semua ilmu. Pernyataan itu akan memberikan banyak jawaban dari pertanyaan perihal kegunaan filsafat. Tanpa pertanyaan filosofis, tidak akan ada persoalan baru yang harus dipecahkan dan menjadi ilmu yang berguna bagi kehidupan manusia.

Masalah adalah salah satu pemicu terbesar dari perubahan. Tanpa masalah, suatu kelompok tidak akan mampu berkembang. Jika manusia terus mengangkat paham kolonialisme, maka perang tidak akan pernah berhenti di muka bumi.

Ya, pada masanya kolonialisme adalah paham yang dianggap tepat guna, sehingga semua peradaban terbesar di dunia berlomba-lomba untuk mengolonialisasi setiap ujung dunia yang belum terjamah oleh peradaban canggih.

Selain itu, mempermasalahkan hakikat persoalan dan mempertanyakan jawaban yang dikembangkan, akan membuat kita lebih arif dan bijaksana dalam mengarungi kehidupan dan memahami alam dunia.

Contoh manfaat lainnya adalah bagaimana filsafat ilmu membentuk ilmu pengetahuan yang berawal dari hipotesis semata, lalu berkembang menjadi tesis yang dapat dipertanggungjawabkan, hingga menjadi hukum yang terbukti memiliki fakta yang sama kapan pun, di mana pun dalam konteks apapun (contoh: hukum energi dalam fisika).

Tesis atau hukum tidak akan pernah terbentuk tanpa hipotesis yang merupakan kegiatan berfilsafat. Filosof memang tidak memberikan peranan secara langsung dalam menyelesaikan hal sehari-hari yang harus diperbaiki dan dikembangkan saat itu juga. Itu adalah tugas dari para teknokrat.

 

Teknokrat VS Filosof

Kepiawaian teknika dan spontanitas seorang teknokrat dalam memecahkan masalah sehari-hari memang sangat berguna dan bermanfaat bagi kehidupan kita. Tanpa mereka, roda kehidupan tidak akan berjalan. Namun, tanpa adanya seorang filsuf, langkah kemajuan manusia akan tersendat.

Tidak ada kontrol untuk kebenaran informasi yang dikepul dan diaplikasikan oleh para teknokrat. Apakah benar informasi tersebut masih relevan? Tidak adakah informasi lain yang lebih tepat guna? Apa efek sampingnya dalam menerapkan informasi yang sudah ada itu bagi kehidupan kita?

 

Referensi

1.       Lubis, Nur A. Fadhil. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Medan: Perdana Publishing. Tautan Informasi Buku

2.      Russell, Bertrand. (1967). The problems of philosophy. Oxford: Oxford University Press

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  4. Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
  5. Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
  6. Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
  7. Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
  8. Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...