Filsafat pendidikan
adalah muara ide dari berbagai kebutuhan utama pendidikan seperti landasan
pendidikan, pendekatan pengajaran, model pembelajaran, dan berbagai aspek lain
yang dibutuhkan untuk melanjutkan saga keilmuan pendidikan. Seperti filsafat
pada umumnya, filsafat ini juga mempertanyakan berbagai kemungkinan yang telah
ada, lalu mempertanyakan kebenarannya agar dapat memutuskan kebenaran baru
dalam menggiati keilmuan ini.
Dahulu,
filsafat pendidikan sempat masuk menjadi salah satu mata kuliah yang akan
dipelajari pada program studi pendidikan jenjang sarjana. Namun, belakangan
mata kuliah ini ditiadakan dan secara eksklusif baru diberikan ketika mahasiswa
menempuh pendidikan pasca sarjana. Alasannya? Karena dianggap terlalu berat.
Kini filsafat pendidikan seakan menjadi eksklusif hanya dibawakan pada program
pasca-sarjana.
Padahal,
filsafat sebetulnya tidak serumit itu. Hanya saja filsafat memang harus
dilakukan secara sistematis. Konsepsi keilmuan biasanya dapat diklasifikasikan
dengan: pengertian, jenis, tujuan, dsb. Namun karena filsafat pendidikan pada
dasarnya adalah cabang filsafat, terminologi dan metode filsafat yang digunakan
juga harus jelas.
Misalnya,
bagaimana hakikat, pengertian atau dasar dari filsafat itu sendiri harus
diungkap melalui landasan ontologisnya terlebih dahulu. Ketika seseorang
mencari tahu ontologi, maka leburlah semua konsentrasinya; ontologi adalah
salah satu bidang filsafat yang paling sukar, karena hal umum yang sederhana
pun akan diberikan pertanyaan bertubi-tubi dari segala arah yang bahkan tidak
memiliki keterkaitan sedikit pun.
Sebetulnya hal
semacam itulah yang biasanya terjadi dan membuat filsafat tampak lebih rumit.
Padahal, inti dari ontologi adalah bagaimana kita merumuskan apa, mengapa dan
yang seperti apa wujud pasti sesuatu hal itu? Tidak harus mengetahui lebih
dalam terlebih dahulu mengenai apa itu ontologi. Pahami saja dahulu salah satu
definisi dasarnya, belakangan kita dapat mempelajarinya lebih lanjut. Oleh
karena itu pembahasan mengenai filsafat pendidikan akan dimulai dengan
pengertian umumnya terlebih dahulu. Untuk menentukan definisi operasional yang
akan kita gunakan dalam mempelajari filsafat pendidikan.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan (Amka, 2019, hlm. 22). Sederhana bukan? Namun, sayangnya dalam
filsafat lagi-lagi kita tidak dapat menggeneralisir suatu hal sesederhana itu.
Filsafat itu apa? Pendidikan itu apa? Masalah-masalah pendidikan itu yang
bagaimana?
Pengertian
tersebut dapat kita rumuskan dari telaah kedua kata yang membentuk frasanya
sendiri. Filsafat adalah kajian kritis terhadap pemikiran yang telah diamini
kebenarannya. Sementara itu, pendidikan adalah usaha untuk mewujudkan
pembelajaran yang dapat diikuti secara baik oleh peserta didik dalam
mengembangkan potensi dirinya.
Melalui
penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat pendidikan adalah kajian
kritis terhadap pemikiran dan sikap yang telah dan/atau akan dibuat melalui
pencarian dan analisis konsep paling mendasar untuk menciptakan pertimbangan
yang lebih baik dan sesuai dalam skop pendidikan yang berusaha untuk mewujudkan
pembelajaran yang dapat diikuti oleh peserta didik dalam mengembangkan potensi
dirinya dari segi keilmuan, kepribadian, dan nilai positif lainnya.
Pertanyaan
selanjutnya adalah masalah-masalah pendidikan itu yang seperti apa? Melalui
simpulan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sesuatu yang dipertanyakan
dalam filsafat adalah pertimbangan dalam skop pendidikan. Tentunya berbagai
pertimbangan dan konsep-konsep tersebut sudah ditentukan dalam pendidikan. Apa
saja? Misalnya: tujuan pendidikan, model pembelajaran, kurikulum, dsb.
Rumusan di atas
diperkuat oleh pendapat Widodo (2015, hlm. 1) yang menyatakan bahwa filsafat
pendidikan adalah suatu pendekatan dalam memahami dan memecahkan
persoalan-persoalan yang mendasar dalam pendidikan, seperti dalam menentukan
tujuan pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran, manusia, masyarakat, dan
kebudayaan yang tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan itu sendiri.
Selanjutnya,
sebagai pertimbangan dan penelusuran lebih mendalam untuk memastikan kebenaran
topik ini, mari kita simak berbagai pengertian filsafat pendidikan menurut para
ahli.
Pengertian
Filsafat Pendidikan Menurut Para Ahli
Al-Syaibani
Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur dan menjadikan filsafat
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan
(Al-Syaibani dalam Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 19).
John Dewey
merupakan suatu
pembentukan kemampuan dasar yang fundamental yang menyangkut daya pikir maupun
daya perasaan menuju tabiat manusia (Dewey dalam Jalaluddin & Idi, 2015,
hlm. 20).
Randal Curren
Adalah
penerapan serangkaian keyakinan-keyakinan filsafat dalam praktik pendidikan
(Curren dalam Chambliss, 2009, hlm. 324).
Kneller
Filsafat
pendidikan merupakan penerapan filsafat formal dalam lapangan pendidikan
(Kneller, 1971, hlm.5).
Hasan Langgulung
Adalah
penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang
disebut dengan pendidikan (dalam Zaprulkhan, 2012, hlm.303 ).
Jalaluddin
& Idi
Filsafat
pendidikan dapat diartikan sebagai kaidah filosofi dalam pendidikan yang menggambarkan
aspek-aspek pelaksanaan filsafat secara umum dan fokus terhadap pelaksanaan
prinsip dan keyakinan dasar dari filsafat untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan secara praktis (Jalaluddin & Idi, 2015, hlm. 18-21).
Landasan /
Sistematika Filsafat Pendidikan
Filsafat
membentuk dan memberikan asumsi-asumsi dasar bagi setiap ilmu pengetahuan,
tidak terkecuali pendidikan. Saat filsafat membahas ilmu alam, maka diperoleh
filsafat ilmu alam. Ketika filsafat mempertanyakan konsep dari hukum, maka
terbentuklah filsafat hukum, dan ketika filsafat mengkaji permasalahan
pendidikan, maka terciptalah cabang filsafat ini (Kneller, 1971, hlm.4).
Lalu apa saja
yang menjadi landasan atau yang membentuk sistematika filsafat ini? Terdapat
tiga landasan yang membentuk filsafat pendidikan, yakni: landasan ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Berikut adalah pemaparannya.
Ontologi
Filsafat Pendidikan
Ontologi adalah
bagian dari metafisika yang bersifat spekulatif, membahas hakikat “yang ada”
secara universal. Ontologi berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan
yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Ontologi mempersoalkan
hakikat yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera belaka.
Pernyataan di
atas diperkuat oleh pendapat Rukiyati dan Purwastuti (2015, hlm.10),
Sebenarnya, ontologi adalah bagian dari metafisika, sederhananya metafisika
dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat atau bagian pengetahuan manusia
yang bersangkutan dengan pertanyaan mengenai hakikat “ada” yang terdalam.
Semenjak
hadirnya pemikiran empiris (pengetahuan yang harus terbuktikan dan teralami
secara nyata) banyak yang menyepelekan metafisika. Padahal, pemikiran empiris
muncul dari asumsi-asumsi yang dihasilkan oleh ontologi (metafisika).
Einstein
menyadari hal ini melalui ucapan ikoniknya yang berkata “imagination is more
important than knowledge”. Meskipun pemikiran empiris adalah kuda pacu yang
diandalkan hari ini, hal tersebut tidak akan tercipta tanpa spekulasi-spekulasi
dari pemikiran ontologis.
Lalu di mana
posisi ontologi pada filsafat ini? Landasan ontologis memberikan dasar bagi
pendidikan mengenai pemikiran tentang “Yang Ada”, misalnya pemikiran tentang
Tuhan, manusia, dan alam semesta. Corak pendidikan yang akan dilaksanakan
sangat dipengaruhi oleh pandangan tentang “Yang Ada” yang telah ditentukan
melalui ontologi.
Contoh
praktisnya adalah terciptanya kurikulum pendidikan agama untuk pendidikan agama.
Tercipta kurikulum pendidikan vokasi untuk menyelenggarakan pendidikan
keterampilan. Mengapa? Karena secara ontologis telah diketahui dari awal bahwa
pemikiran filsafat itu tujuan pendidikannya berdasarkan “Yang Ada” untuk agama,
atau “Yang Ada” untuk vokasi.
Epistemologi
Pendidikan
Epistemologi
berarti mempersoalkan sumber dan usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari
dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang
dianugerahkan kepada manusia. Kajian epistemologi membahas tentang bagaimana
proses mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan
agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa
kriterianya (Amka, 2019, hlm.37).
Objek telaahnya
sendiri adalah untuk mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang, bagaimana
kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakannya dengan lain. Intinya, objek
telaahnya berkenaan dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu mengenai sesuatu
hal.
Landasan
epistemologis memberikan dasar filsafat bagi teori dan praktik pendidikan dalam
hal cara memperoleh pengetahuan. Pendidikan itu sangat erat kaitannya dengan
ilmu pengetahuan, maka pandangan mengenai sumber dan jenis pengetahuan akan
sangat berpengaruh terhadap kurikulum dan model atau metode pembelajaran
(pengajaran).
Aksiologi
Filsafat Pendidikan
Apa kegunaan
ilmu yang dihasilkan dari pendidikan bagi kita? Ilmu pengetahuan memang telah
memberikan manfaat yang besar. Misalnya, bagaimana teori atom dapat digunakan
untuk menciptakan energi yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, dibalik itu teori ini pula yang membuat kita mampu untuk menciptakan bom
atom yang menjadi malapetaka bagi dunia.
Pertanyaan ke
mana arah pengetahuan dan pendidikan itulah yang menjadi objek pertanyaan utama
aksiologi. Untuk apa pengetahuan itu akan digunakan? Bagaimana hubungannya
dengan etika dan moral? Bagimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah
dengan kaidah moral?
Aksiologi
merupakan cabang filsafat yang membahas teori-teori nilai dan berusaha menggambarkan
apa yang dinamakan dengan kebaikan dan perilaku yang baik (Rukiyati &
Purwastuti, 2015, hlm.29). Di dalamnya terdapat etika dan estetika.
Etika adalah
kajian filsafat yang mempersoalkan perilaku manusia terhadap nilai dan moral.
Estetika adalah filsafat yang berkaitan dengan kajian keindahan. Keduanya akan
berkaitan, karena sesuatu yang indah cenderung akan terasa lebih beretika,
begitu pun sebaliknya. Setidaknya, begitulah sebelum filsafat seni kembali
mempertanyakannya.
Dalam ranah
pendidikan, landasan aksiologis memberikan dasar-dasar filsafat dalam hal nilai
dan moral yang melandasi teori pendidikan dan menjadi acuan dalam praktik
pendidikan. Karena, pendidikan tanpa nilai dan moral yang positif, pendidikan
justru dapat memberikan hal yang negatif. Pendidikan haruslah diimbangi dengan
adalah adanya pemberi, penerima, tujuan, dan cara yang baik, dalam konteks yang
positif.
Ruang Lingkup
Filsafat Pendidikan
Secara umum
filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari keseluruhan
sikap dan kepercayaan yang telah dijunjung tinggi, lalu mempertanyakan .
Meskipun skopnya luas, ketika bertemu pendidikan, maka terdapat beberapa
rumusan utama. Berikut adalah beberapa kajian utama filsafat ini menurut
Rukiyati & Purwastui (2015, hlm. 21).
1)
Merumuskan
secara tegas sifat hakiki pendidikan
2) Merumuskan hakikat manusia sebagai subjek dan objek
pendidikan.
3) Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat
pendidikan, agama dan kebudayaan.
4) Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan
dan teori pendidikan.
5) Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi),
filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem pendidikan)
6) Merumuskan sistem nilai dan norma atau isi moral
pendidikan yang menjadi tujuan pendidikan
Tujuan Filsafat
Pendidikan
Tujuan filsafat
pendidikan dapat ditinjau dari tujuan filsafat dan pendidikan itu sendiri.
Filsafat diantaranya memiliki tujuan untuk mengkritisi suatu kepercayaan dan
sikap yang telah dijunjung tinggi,
mendapatkan gambaran keseluruhan, analisis logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep.
Sementara itu
teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan
prinsip-prinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat, merumuskan metode
praktik pendidikan atau proses pendidikan yang menerapkan serangkaian kegiatan
berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara pendidik dengan peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan
pendidikan sendiri tergantung dari kebutuhan. Bisa jadi tujuan pendidikan
adalah tujuan pendidikan nasional (mencetak generasi penerus bangsa yang baik),
instruksional (khusus terhadap keterampilan tertentu), hingga ke tujuan
pendidikan institusional (pendidikan militer, dokter, akademisi, dsb).
Selain itu,
menurut Amka (2019) tujuan filsafat pendidikan meliputi:
1)
Dengan
berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik, dan membangun
diri sendiri.
2) Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir
sendiri.
3) Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan
pandangan yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu
kesatuan.
4) Hidup seseorang dipimpin oleh pengetahuan yang
dimiliki oleh seseorang tersebut, sebab itu mengetahui pengetahuan-pengetahuan
terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
5) Bagi seorang pendidik, filsafat mempunyai kepentingan
istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya yang mengenai manusia, seperti misalnya ilmu mendidik.
Manfaat
Filsafat Pendidikan
Seseorang yang
sedang menuntut ilmu pendidikan dituntut untuk memikirkan masalah-masalah
hakiki mengenai pendidikan. Pemikiran mengenai masalah-masalah pendidikan baik
dalam lingkup luas maupun mengerucut akan lebih terasah melalui filsafat
pendidikan. Hal tersebut membuat pelajar atau praktisi pendidikan lebih kritis
dalam memandang persoalan pendidikan.
Disamping itu
filsafat ini juga akan membuat pelajar untuk merenungkan masalah hakiki
pendidikan yang secara otomatis akan memperluas cakrawala berpikir dan menjadi
lebih arif dalam memahami persoalan pendidikan. Filsafat pendidikan akan
menuntut pelajar untuk berpikir reflektif menggunakan kebebasan intelektual
yang bertanggung jawab (sistematis).
Selain itu,
menurut Amka (2019, hlm. 26) filsafat (pendidikan) memiliki manfaat sebagai
berikut:
1)
Filsafat
menolong mendidik.
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk
melihat dan memecahkan persoalanpersoalan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas.
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri.
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita
sendiri (terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,
seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.
Aliran Filsafat
Pendidikan
Ada banyak
aliran filsafat yang tumbuh seiring dengan perkembangan zaman. Berikut adalah
aliran-aliran filsafat pendidikan yang telah dikenal luas oleh para ahli
pendidikan.
Perenialisme
Merupakan
aliran filsafat pendidikan yang melihat ke belakang, percaya bahwa
kebijaksanaan abadi dari spiritualisme, tradisi, dan agama berbagi satu satu
kebenaran metafisik yang universal di mana semua pengetahuan, ajaran dan nilai
yang baik telah tumbuh.
Essensialisme
Essensialisme
merupakan aliran yang ingin kembali pada kebudayaan-kebudayaan warisan sejarah
yang telah terbukti keunggulannya dan kebaikannya bagi kehidupan manusia.
Essensialisme percaya bahwa pendidikan yang baik dan benar terdiri dari
pembelajaran keterampilan dasar (membaca, menulis, berhitung), seni, dan ilmu
pengetahuan. Semua hal tesebut telah terbukti berguna untuk manusia di masa
lalu, sehingga terdapat keyakinan bahwa hal inilah akan berguna pula pada
kehidupan di masa yang akan datang (Gutek dalam Rukiyati & Purwastuti,
2015, hlm.44). Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang dapat memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Jalaludin
& Idi, 2015, hlm.100).
Progressivisme
Bagi kaum
progressif, tidak ada realitas yang absolut, kenyataan adalah pengalaman
transaksional yang selalu berubah (progresif). Dunia selalu berubah dan
dinamis, sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum-hukum ilmiah hanya bersifat probabilitas
dan tidak absolut. Progressivisme percaya bahwa pengetahuan mengenai dunia ini
hanyalah sebatas sebagaimana dunia ini dialami oleh manusia dan Itulah yang
dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan (sains) untuk kita semua.
Rekonstruksionisme
Sosial
Aliran ini
menaruh perhatian yang besar pada hubungan antara kurikulum sekolah dan
perkembangan politik, sosial, dan ekonomi suatu masyarakat. Rekonstruksionisme
menganggap bahwa dunia dan moral manusia mengalami degradasi di sana-sini
sehingga perlu adanya rekonstruksi tatanan sosial menuju kehidupan yang
demokratis, emansipatoris dan seimbang. Keadaan yang timpang dan hanya
menguntungkan salah satu belahan dunia harus diatasi dengan merekonstruksi
pendidikan untuk memajukan peradaban. Untuk menjamin keberlangsungan hidup
manusia dan untuk menciptakan peradaban yang lebih memuaskan, manusia harus
menjadi insinyur sosial, yaitu orang yang mampu merancang jalannya perubahan
dan mengarahkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara dinamis untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Pedagogi Kritis
Salah satu
unsur pokok dari aliran ini adalah keharusan untuk memandang sekolah sebagai
ruang publik yang demokratis. Sekolah didedikasikan untuk membentuk
pemberdayaan diri dan sosial. Dalam arti ini, sekolah adalah tempat publik yang
memberi kesempatan bagi peserta didik agar dapat belajar pengetahuan dan
keahlian yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi yang sesungguhnya. Sekolah
bukan sekedar perluasan tempat kerja atau sebagai lembaga garis depan dalam
persaingan pasar internasional dan kompetisi asing.
Anarkisme
Utopis: Ivan Illich
Illich, tokoh
utama aliran ini, mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah
perombakan/pembaharuan berskala besar dan segera di dalam masyarakat, dengan
cara menghilangkan persekolahan wajib. Sistem persekolahan formal yang ada
harus dihapuskan sepenuhnya dan diganti dengan sebuah pola belajar sukarela dan
mengarahkan diri sendiri; akses yang bebas dan universal ke bahan-bahan
pendidikan serta kesempatan-kesempatan belajar mesti disediakan, namun tanpa
sistem pengajaran wajib (O’neil dalam Rukiyati & Purwastuti, 2015, hlm.
79).
Eksistensialisme
Eksistensialisme
menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad 20 yang sangat mendambakan
adanya otonomi dan kebebasan manusia yang sangat besar untuk mengaktualisasikan
dirinya. Dari perspektif eksistensialisme, pendidikan sejatinya adalah upaya
pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang mengungkungnya sehingga
terwujudlah eksistensi manusia ke arah yang lebih humanis dan beradab. Beberapa
pemikiran eksistensialisme dapat menjadi landasan atau semacam bahan renungan
bagi para pendidik agar proses pendidikan yang dilakukan semakin mengarah pada
keautentikan dan pembebasan manusia yang sesungguhnya.
Referensi
1)
Amka.
(2019). Filsafat Pendidikan. Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
2) Jalaluddin & Idi. (2015). Filsafat Pendidikan:
Manusia, Filsafat Dan Pendidikan Edisi Revisi. Malang: Rajawali Press.
3) Rukiyati & Purwastuti, A. (2015). Mengenal
Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
4) Widodo, S.A. (2015). Pendidikan dalam Perspektif
Aliran-Aliran Filsafat. Yogyakarta: Idea Press.
5) Zaprulkhan. (2012). Filsafat Umum: Sebuah Pendekatan
Tematik. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
- Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
- Filsafat: Pengertian, Ciri, Contoh, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
- Pengertian Logika, Objek Kajian, Jenis, Manfaat & Penalaran
- Filsafat Pendidikan: Pengertian, Sistematika, Tujuan & Aliran
- Filsafat Ilmu: Pengertian, Ruang Lingkup, Pengetahuan, Dan Ilmu
- Metode Filsafat – 10 Contoh, Dan Penjelasan Lengkap
- Filsafat Seni dan Estetika dilengkapi Uraian Pokok Bahasannya