Saat ini kita memasuki era
dimana segala sesuatu terhubung melalui teknologi informasi dan komunikasi
dengan segala kecanggihannya, seakan-akan dunia ini menjadi borderless
atau tanpa batas. Kita tidak lagi sulit jika ingin berteman dan berkomunikasi
dengan orang-orang yang berada di belahan bumi lain. Demikian besarnya manfaat
media informasi dan komunikasi sekarang ini.
Namun di sisi lain, ternyata
kemudahan-kemudahan itu mulai mengalihkan kehidupan kita dari dunia nyata ke
dunia maya. Banyak orang yang terlalu terlena dan nyaman dengan dunia maya,
sampai lupa bagaimana hidup di dunia nyata. Sehingga dia menjadi acuh tak acuh
kepada lingkungannya, membuat jarak semakin lebar dengan orang-orang yang dekat
dengannya. Di satu sisi dia bisa dekat dengan orang yang jauh, tapi di sisi
lain dia malah jauh dengan orang yang dekat. Semua itu bisa terjadi karena
adanya media sosial.
Hadirin yang kami hormati
Apakah kalian tahu Facebook?
Apakah kalian mengenal
Instagram?
Apakah kalian tahu Whatshaap?
Apakah kalian tahu Twitter?
Penggunaan media social sangat
besar dan berdampak pada dunia. Berdasarkan survey tahun 2021 mencatat bahwa
pengguna media social di dunia telah mencapai 4.66 miliar jiwa, naik sebesar
290% dari tahun 2015 silam, dimana
pengguna media social pada saat itu berkisar 1.55 miliar pengguna.
Di Indonesia pengguna media
social telah mencapai 190 juta pengguna atau sekitar 70% dari jumlah penduduk.
Berdasarkan survey dari kementrian komunikasi dan informatika Indonesia, ada
sekitar 129 juta penduduk Indonesia yang memiliki akun media social yang aktif
dan rata-rata menghabiskan waktu 3,5 jam perhari untuk konsumsi internet
melalui hanphone.
Hadirin yang dirahmati Allah...
Media sosial saat ini menjadi
fenomena di tengah-tengah masyarakat, terutama pada kalangan generasi muda.
Hampir semuanya memiliki akun media sosial sebagai bentuk eksistensi dalam
pergaulan sosialnya. Dengan melihat keaktifan para pengguna media sosial
tersebut membuktikan bahwa hampir seluruhnya menerima manfaat yang besar. Akan
tetapi, fenomena penggunaan media sosial ini juga menimbulkan banyak persoalan seperti
timbulnya fitnah, perpecahan, hoax, dan bahkan tidak sedikit juga yang mengarah
pada tindak kriminal.
Media soial merupakan hal yg
sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari kita saat ini. Dalam Islam sendiri
tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern, justru Islam sangat
mendukung kemajuan umatnya untuk melakukan penelitian dan bereksperimen dalam
bidang apapun termasuk dalam bidang teknologi. Selain banyak memuat tentang
pentingnya pengembangan sains, Al-Quran
juga dapat dijadikan sebagai inspirasi ilmu dan pengembangan wawasan berpikir,
sehingga mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam kehidupan. Hanya saja, untuk
menemukan hal tersebut, dibutuhkan kemampuan untuk menggalinya secara lebih
mendalam agar potensi alamiah yang diberikan Tuhan dapat memberikan
kemaslahatan sepenuhnya bagi keselarasan alam dan manusia
Islam sebagai agama yang
menuntun umatnya untuk selalu mengutamakan berbuat baik dalam setiap sisi
kehidupan memiliki batasan-batasan bagi umatnya dalam menggunakan media sosial
secara bijak dan tepat. Islam mendukung dengan tetap memperhatikan etika yang
mengawal moral dan akhlak pada jalur yang benar. Adapun Adab-adab bermedia
sosial dalam Islam antara lain :
1.
Meluruskan
Niat
Dalam
Islam, niat merupakan hal paling pokok sehingga perbuatan yang baik, termasuk
ibadah bisa menjadi buruk dan berbuah dosa. Apalagi jika berniat dan berbuat
buruk. Rasulullah SAW bersabda:
إنَّمَا الأعمَال
بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى
اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Berkaca
pada hadis tersebut, maka sudah seharusnya setiap orang meluruskan niatnya
dalam menggunakan medsos. Apa sesungguhnya yang dicari dan ingin didapat dari
medsos. Terkait dengan hal ini tentu orang yang bersangkutan dan persaksian
Allah SWT saja yang dapat mengetahuinya. Orang lain dapat saja menangkap kesan
baik dari seseorang menyangkut setiap kata-kata, gambar, maupun video yang
diunggahnya, tetapi terselip saja maksud riya di dalamnya, maka akan merusak
keseluruhan perbuatannya itu.
2.
Menyebar
Kebaikan dan Mencegah Keburukan
Menjadi
seorang Muslim sesungguhnya banyak keuntungannya,
tetapi tidak sedikit pula tanggung jawabnya.
Dalam Q.S. Ali Imran [3]: 110, Allah SWT menyebutkan bahwa kaum Muslim adalah
umat terbaik, disebutkan:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ
آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kalian
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali
Imran [3]: 110)
Pada
ayat tersebut jelas sekali disebutkan bahwa syarat menjadi umat terbaik adalah
jika memenuhi tiga hal: menyuruh pada kebaikan, mencegah keburukan, dan
keduanya dilandasi atas dasar keimanan kepada Allah SWT. Ketiga tuntutan ini
harus dipraktikkan oleh setiap Muslim dalam beraktivitas di media sosial, jika
memang ingin masuk ke dalam kategori sebagai umat terbaik.
Dengan
kata lain, media sosial harus diupayakan
sebisa mungkin sebagai sarana pengumpul pahala, baik dengan cara menjalin
silaturahmi, lebih-lebih lagi menggunakannya sebagai sarana berdakwah untuk
mengajak orang pada kebaikan. Untuk itu hindari penggunaan media sosial untuk
menebar permusuhan, menjelekkan orang lain, menularkan kedengkian, menebar
fitnah, atau digunakan sebagai kegiatan stalking terhadap orang lain, terutama
yang bukan mahram.
3.
Tidak
Menghina dan Mengumbar Kebencian
Serangan
untuk menjelek-jelekan di media sosial atau menghina individu, kelompok, bahkan
agama tidak pernah sepi. Hal ini bisa disalurkan lewat gambar meme, video, dan
sebagainya. Seorang Muslim harus menjadi duta Islam yang baik dalam menyikapinya.
Alangkah baiknya dipikir masak-masak sebelum me-retweet, meng-share, atau
berkomentar mengenai sesuatu yang berpotensi menjadi polemik dan menebar
kebencian.
Ajaran
Islam menuntut seseorang untuk selektif dan teliti dalam menerima berita atau
kabar, serta tidak mudah percaya begitu saja sebelum mengetahui kebenarannya.
Hal ini ditegaskan di dalam Al-Qur’an
Surat Al-Hujurat [49]: 6:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ
جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًاۢ
بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 6)
Ketelitian
dan kehati-hatian harus menjadi etos setiap Muslim dalam beraktivitas di media
sosial. Hal ini mengingat sering kali banyak jebakan yang siap merangkap,
misalnya dengan meyakini sesuatu sebagai kebenaran sebelum mengetahui duduk
perkara sebenarnya, dan menyebarkannya secara viral. Jika ternyata berita atau
kabar tersebut tidak valid tentu akan semakin memperkeruh keadaan
Hadirin yang dimulyakan Allah….
Jika dulu ada istilah “Mulutmu harimaumu”, di era sosmed ini istilah itu bisa berubah menjadi “Jemarimu harimaumu”. Artinya apa yang kita post di media sosial harus kita pertanggungjawabkan. Setiap kali posting, harus dipikirkan dampak yang akan muncul dari postingan tersebut. Maka cukuplah posting hal-hal positif saja untuk meningkatkan nilai-nilai keislaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar