HOME

01 Maret, 2023

Jelaskan Kronologi Pengharaman Riba’ Sesuai Dengan Ayat-Ayat Tafsir Hukum Ekonomi Syariah

Jawaban:

Syekh Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya, al-Itqân fi UlûmiL Qurân (Kairo, Mathba’ah Al-Azhār, 1318H, halaman 114), menukil sebuah hadits riwayat Imam Bukhari, mengatakan bahwa ayat terakhir yang diturunkan oleh Allah adalah ayat tentang keharaman riba. Hadits yang sama juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam Baihaqi dengan menyandarkan sanad pada Umar bin Khathab radliyallahu ‘anhu. Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan hadits dengan sanad dari Abu Saīd al-Khudri, dan dari Said bin Jubair dan dari Ibnu ‘Abbâs. Sementara an-Nasai meriwayatkan hadits dari dua jalur sanad yaitu dari Ikrimah dan dari Ibnu ‘Abbâs radliyallahu ‘anhum. Semua riwayat hadits ini sepakat bahwa ayat terakhir yang diturunkan adalah ayat tentang riba, yaitu Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 278. Allah SWT berfirman:

 ياأيها الذين آمنوا اتقوا الله وذروا مابقي من الربا 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba!” (QS Al-Baqarah: 278)

 Ayat ini berisikan perintah meninggalkan riba. Yang artinya Allah SWT secara tegas menyatakan keharaman riba. Sayangnya, ayat ini belum sempat mendapatkan penjelasan secara rinci dari Nabi SAW hingga beliau wafat. Karena ketiadaan penjelasan secara detail dari beliau, maka isi dari ayat ini memiliki pengertian mutlak. Untuk itu, memerlukan nadhrun (penelitian) dari para ulama dan ahli fiqih tentang bentuk riba yang dimaksud.  Perlu diketahui bahwa, tahapan ayat yang berbicara soal hukum riba adalah menyerupai tahapan pengharaman khamr. Menurut Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghî dalam Tafsîr al-Marâghî (Kairo, Musthafa Bab al-Halabi, 1946, jilid III, halaman 49), ada empat tahapan pengharaman riba. Tahap pertama, Allah SWT hanya menunjukkan sisi negatif dari riba, sebagaimana dalam tafsir Surat ar-Rûm ayat 39 pada tulisan sebelumnya.  Tahap kedua, Allah SWT menunjukkan isyarat keharaman riba. Pada tahap ini Allah SWT mengecam praktik riba yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Asal-usul kecaman adalah ditekankan pada aspek kezaliman yang terjadi akibat praktik riba tersebut. Hal ini sebagaimana diungkap dalam QS An-Nisa’ ayat 160-161:

 فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًاوَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا 

Artinya: “Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Dan Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS an-Nisa: 160-161)

 Selanjutnya setelah mengecam praktik orang Yahudi ini, Allah SWT berfirman yang mengandung isyarat keharaman riba. Tahap ini merupakan tahap ketiga dari proses evolusi riba dalam Al-Qur’an. Ayat yang turun di dalam tahap ketiga ini adalah Surat Ali Imran ayat 130, sebagaimana telah diuraikan dalam tulisan terdahulu. Pada tahap terakhir dinyatakan keharaman riba secara mutlak, yaitu melalui firman Allah SWT pada Surat al-Baqarah ayat 278-280. 

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَاإِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَفَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَوَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba, jika kalian adalah orang-orang yang beriman. Maka jika kalian tidak meninggalkan, maka umumkanlah perang kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka jika kalian bertaubat, maka bagi kalian adalah pokok harta kalian. Tidak berbuat dhalim lagi terdhalimi. Dan jika terdapat orang yang kesulitan, maka tundalah sampai datang kemudahan. Dan bila kalian bersedekah, maka itu baik bagi kalian, bila kalian mengetahui.” (QS al-Baqarah: 278-280). 

Ada beberapa pokok isi kandungan dari ayat ini, yaitu: 

  1. Allah SWT memerintahkan kaum mukmin agar meninggalkan apa yang tersisa dari transaksi riba. Maksud dari apa yang tersisa di sini adalah sisa tagihan yang belum terlunasi dan awalnya dilakukan dengan jalan ribawi.
  2. Jika tidak mau meninggalkan menagih sisa transaksi riba itu, maka dikobarkanlah perang dengan Allah dan Rasul-Nya.
  3. Perintah mengambil pokok harta yang dipinjamkan sehingga tidak boleh saling berbuat dhalim antara yang menghutangi dan yang dihutangi.
  4. Bershadaqah adalah lebih baik dari memungut sisa riba dan mengambil harta orang lain dengan jalan dhalim. Yang menarik dan perlu dikaji dari ayat ini adalah, berarti Surat Ali Imran ayat 130 tidak berbicara soal pengharaman riba. Ayat ini hanya menunjukkan bahwa ada bagian dari mengambil ziyadah (tambahan harta) itu yang tidak mutlak haram. Faktanya, QS al-Baqarah ayat 278-280 sebagai ayat terakhir yang diturunkan, masih berbicara soal sedekah. Sedekah dalam beberapa tempat di Al-Qur’an memiliki arti yang sama dengan zakat. Dalam ayat tentang riba ini, maka makna sedekah memiliki arti yang sama dengan makna zakat pada QS. Ar-Rûm: 39 sebagaimana telah dibahas pada waktu yang lalu.  Inilah sebabnya, para ulama dari kalangan madzahib al-arba’ah (mazhab empat) meneliti kembali, pengertian riba yang dilarang dan riba yang diperbolehkan itu. 



  • Tulis kembali ayat di bawah ini dan Jelaskan tafsir ayatnya : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (278) فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ (279)

 

Penafsirannya:

Allah berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk bertakwa kepada-Nya sekaligus melarang mereka mengerjakan hal-hal yang dapat mendekatkan kepada kemurkaan-Nya dan menjauhkan dari keridhaan-Nya, di mana Dia berfirman: yaa ayyuHal ladziina aamanut taqullaaHa (“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah.”) Maksudnya, takutlah kalian kepada-Nya dan berhati-hatilah, karena Dia senantiasa mengawasi segala sesuatu yang kalian perbuat.

Wa dzaruu maa baqiya minar ribaa (“Dan tinggalkan sisa riba [yang belum dipungut].”) Artinya, tinggalkanlah harta kalian yang merupakan kelebihan dari-pokok yang harus dibayar orang lain, setelah datangnya peringatan ini.

In kuntum mu’miniin (“Jika kalian orang-orang yang beriman.”) Yaitu, beriman kepada syariat Allah, yang telah ditetapkan kepada kalian, berupa penghalalan jual beli, pengharaman riba, dan lain sebagainya.

Ayat ini merupakan peringatan keras dan ancaman yang sangat tegas bagi orang yang masih tetap mempraktekkan riba setelah adanya peringatan tersebut.

Ibnu Juraij mencentakan, Ibnu Abbas mengatakan bahwasanya ayat: fa illam taf’aluu fa’dzanuu biharbim minallaaHi wa rasuuliHi (“Maka jika kalian tidak mengerjakan [meninggalkan riba], maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.”) Maksudnya ialah, yakinilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.

Sedangkan menurut All bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, mengenai finnan Allah: fa illam taf’aluu fa’dzanuu biharbim minallaaHi wa rasuuliHi (“Maka jika kalian tidak mengerjakan [meninggalkan riba], maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian.”) Maksudnya, barangsiapa yang masih tetap melakukan praktek riba dan tidak melepaskan diri darinya, maka wajib atas imam kaum muslimin untuk memintanya bertaubat, jika ia mau melepaskan diri darinya, maka keselamatan baginya, dan jika menolak, maka ia harus dipenggal lehernya.

Setelah itu Allah swt. Berfirman: wa in tubtum falakum ru-uusu amwaalikum laa tadhlimuuna walaa tudhlimuun (“Dan jika kalian bertobat [dari pengambilan riba], maka bagi kalian pokok harta kalian. Kalian tidak menganiaya dan tidak [pula] dianiaya.”) Maksudnya, kalian tidak berbuat zhalim dengan mengambil pokok harta itu: walaa tudhlamuun; (“Dan tidak pula dianiaya.”) Maksudnya, karena pokok harta kalian dikembalikan tanpa tambahan atau pengurangan (yaitu: memperoleh kembali pokok harta).

 

Ibnu Mardawaih meriwayatkan, Imam asy-Syafi’i memberitahu kami, dari Sulaiman bin `Amr, dari ayahnya, ia menceritakan, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya setiap riba dari riba jahiliyah itu sudah dihapuskan. Maka bagi kalian pokok harta [modal] kalian. Kalian tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

Dia berfirman: wa in kaana dzuu ‘usratin fanadhiratun ilaa maisaratin wa an tashaddaquu khairul lakum in kuntum ta’lamuun (“Dan jika [orang yang berhutang itu] dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan [sebagian atau semua utang] itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.”)

Allah memerintahkan agar bersabar jika orang yang meminjam dalam kesulitan membayar hutang, yang tidak memperoleh apa yang untuk membayar. Tidak seperti yang terjadi di kalangan orang-orang Jahiliyah. Di mana salah seorang di antara mereka mengatakan kepada peminjam, Jika sudah jatuh tempo: “Dibayar atau ditambahkan pada bunganya.”



·         Mengapa Allah swt begitu tegas dan keras terhadap Pengharaman Riba’.

Imam ar-Razi memaparkan sebab-sebab mengapa Islam melarang transaksi riba. Di antaranya ada 4 alasan yang menjadikan transaksi riba dilarang dalam Islam.

Pertama, merampas kekayaan orang lain. Dengan melakukan riba, tentunya kita telah melakukan penambahan dalam proses pembayarannya. Misal satu rupiah ditukar dengan dua rupiah, satu kilo ditukar dengan dua kilo, atau dalam takaran Arab satu wasaq ditukar dengan dua wasaq. Jenis transaksi seperti ini sangatlah dilarang oleh Islam, sebab akan merugikan salah satu pihak. Begitupun dalam peminjaman utang yang disertai riba. Si peminjam dikenai batas waktu untuk membayar, namun ada penambahan di setiap pembayaran tanpa melalui kesepakatan. Hal tersebut akan mencekik si peminjam di kemudian hari. Imam ar-Razi menentang praktik seperti ini sebab keuntungan yang diperoleh kreditor tidak masuk akal, sebab seharusnya kreditor menginvestasikan uangnya untuk dikembangkan dalam usaha-usaha yang dapat mendatangkan keuntungan, namun kenyataannya ia tidak menginvestasian modalnya tersebut, namun meminjamkannya dengan menuntut pembayaran lebih.

Kedua, merusak moralitas. Kita telah banyak menyaksikan kehancuran dan kebobrokan yang disebabkan oleh uang. Dari mulai perebutan kekuasaan sampai kasus suap-menyuap. Hati nurani sebagai cerminan jiwa yang paling murni dari keutuhan seseorang dapat runtuh dengan uang yang sudah merasukinya. Orang yang sudah gila harta, dan melakukan riba akan sangat tega merampas apa saja yang dimiliki oleh si peminjam, kaya maupun miskin. Padahal ada satu pertimbangan khusus yang mesti dipehatikan bagi si peminjam, yaitu jika dia kesulitan maka boleh utangnya ditangguhkan

Ketiga, melahirkan kebencian dan permusuhan. Bila egoisme akan harta telah merasuk di jiwa seseoang, maka tidak mustahil akan terjadi permusuhan dan kebencian, terutama antara si kaya dan si miskin.

Keempat, yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Keadaan seperti ini dapat kita pahami terutama saat kebijakan uang semakin ketat atau dapat disebut tight money policy. Dalam keadaan seperti ini, si kaya akan memeroleh suku bunga yang sangat tinggi, sementara dikarenakan mahal, maka si miskin pun bertambah miskin karena kesulitan untuk meminjam dan membuka usaha.

Empat hal ini yang menjadikan riba dilarang dalam Islam, terlepas dari perbedaan dan perdebatan terkait hal-hal apa yang termasuk dan dikategorikan sebagai riba.


PROSES PENYELESAIAN MEDIASI DI PENGADILAN


A.      Tahap “Pramediasi”

Tahap pertama dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Pramediasi”. Tahap ini, secara berurutan, meliputi:

1.         Pertama-tama, pendaftaran perkara gugatan ke Pengadilan Negeri;

2.         Lalu, penetapan Majelis Hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri;

3.         Pada sidang pertama, Hakim mewajiban para pihak untuk terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan memberikan penjelasan mengenai prosedur Mediasi;

4.         Dalam sidang yang sama, Hakim mewajibkan para pihak untuk menentukan Mediator yang mereka pilih selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah sidang pertama;

5.         Kemudian, jika para pihak sudah menentukan Mediator yang mereka pilih atau Ketua Majelis Hakim telah menunjuk Mediator Hakim atau Mediator Pegawai Pengadilan, Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan yang memuat perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator;

6.         Terakhir, Mediator yang sudah ditetapkan menentukan hari dan tanggal pertemuan Mediasi.

B.       Tahap “Mediasi”

Tahap kedua dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Mediasi”. Tahap ini, secara berurutan, meliputi:

1.        Pertama-tama, para pihak menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain dan Mediator selambat-lambatnya 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal terbitnya “penetapan perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator”;

2.        Kemudian, mediasi berlangsung dengan batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terbitnya “penetapan perintah untuk melakukan Mediasi dan menunjuk Mediator” (penetapan yang sama seperti dalam nomor 1);

Dalam tahap “Mediasi” ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Para Pihak, yakni:

1.        Mediasi Bersifat Konfidensial

Pada dasarnya, proses Mediasi bersifat tertutup, kecuali jika Para Pihak menghendaki lain. Tertutupnya mediasi dimaksudkan untuk menjaga kerahasiaan terkait sengketa Para Pihak. Pihak-pihak yang diperkenankan untuk turut menghadiri pertemuan Mediasi hanyalah:

a. Mediator;

b. Pihak Penggugat;

c. Kuasa Hukum Penggugat;

d. Pihak Tergugat;

e. Kuasa Hukum Tergugat; dan

f. atas persetujuan Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya, Mediator dapat menghadirkan seorang atau lebih Ahli, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, atau Tokoh Adat.

Bagaimana dengan Panitera Pengganti? Panitera Pengganti tidak diperkenankan untuk menghadiri pertemuan Mediasi karena sifat kerahasiaan Mediasi, tetapi Panitera Pengganti wajib untuk selalu berkoordinasi dengan Mediator terkait penentuan jadwal dan tahapan Mediasi.

2.        Para Pihak Wajib Menghadiri Mediasi secara Langsung Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh Kuasa Hukumnya. Para Pihak boleh saja tidak menghadiri pertemuan Mediasi secara langsung, tetapi ketidakhadirannya itu harus didasarkan pada alasan yang sah, yakni:

a. kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan

Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;

b. di bawah pengampuan;

c. mempunyai tempat tinggal, kediaman, atau kedudukan di luar negeri; atau

d. menjalankan tugas negara, tuntutan profesi, atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.

Pertanyaan pertama, bolehkah Para Pihak yang tidak dapat hadir tersebut diwakili kehadirannya oleh Kuasa Hukum? Dalam hal Para Pihak berhalangan hadir berdasarkan alasan sah sebagaimana dimaksud di atas, Kuasa Hukum dapat mewakili Para Pihak untuk melakukan Mediasi dengan menunjukkan surat kuasa khusus yang memuat kewenangan Kuasa Hukum untuk mengambil keputusan. Pertanyaan kedua, bolehkah Para Pihak “menghadiri” pertemuan Mediasi dengan menggunakan Konferensi Video (Video Conference) seperti Skype, WhatsApp, Zoom, dan lain sebagainya? Jawabannya adalah “boleh”. PERMA No. 1 Tahun 2016 mengatur bahwasanya kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio-visual jarak jauh yang memungkinkan semua pihak saling melihat dan mendengar secara langsung dianggap sebagai kehadiran secara langsung.

3.        Para Pihak Wajib Beriktikad Baik Dalam menempuh Mediasi, Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau Kuasa Hukumnya dapat dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan:

a. tidak hadir setelah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

b. menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan sah;

c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa alasan sah;

d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau

e. tidak menandatangani konsep Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.

Pertanyaannya, adakah konsekuensi bagi pihak yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi? Konsekuensi bagi pihak yang tidak beriktikad baik dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni:

a. Konsekuensi bagi Penggugat

Penggugat yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi menerima konsekuensi berupa:

1) gugatannya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard) oleh Hakim Pemeriksa Perkara; dan

2) dihukum membayar biaya Mediasi dan biaya perkara.

b. Konsekuensi bagi Tergugat

Tergugat yang tidak beriktikad baik dalam menjalani proses Mediasi menerima konsekuensi berupa: dihukum membayar biaya Mediasi. Jika Mediasi dinyatakan “tidak berhasil mencapai kesepakatan” atau “tidak dapat dilaksanakan” karena Tergugat tidak beriktikad baik, pemeriksaan perkara tetap berlanjut. Pihak Tergugat tersebut hanya membayar biaya Mediasi, tidak perlu dihukum membayar biaya perkara jika:

1) Pihak Tergugat dimenangkan dalam putusan; atau

2) perkaranya berupa perkara perceraian di lingkungan peradilan agama.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana jika kedua belah pihak secara bersamasama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator? Dalam kondisi tersebut, gugatan dinyatakan tidak diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa adanya penghukuman membayar Biaya Mediasi.29 Selain hal-hal yang telah disebutkan di atas, tidak adanya iktikad baik juga dapat mengakibatkan “Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan” atau “Mediasi tidak dapat dilaksanakan” yang akan dijelaskan tersendiri pada tahap “Hasil Mediasi”.

C.      Tahap “Hasil Mediasi”

Tahap akhir dari proses penyelesaian sengketa perdata melalui Mediasi adalah “Hasil Mediasi”. Dalam tahap ini, Mediator melaporkan hasil dari Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara tentang hasil dari Mediasi. Mendasarkan pada macam hasil mediasi yang dapat diperoleh, tahap “Hasil Mediasi” dapat dibedakan menjadi:

1. Mediasi Berhasil

Apabila “Mediasi Berhasil”, Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan “Kesepakatan Perdamaian”. Dalam hal terjadinya “Mediasi Berhasil”, Para Pihak memiliki 2 (dua) pilihan, yakni:

a. Kesepakatan Perdamaian Dikukuhkan/Dikuatkan

Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian. Agar hal tersebut dapat dilakukan, Kesepakatan Perdamaian yang diajukan tidak boleh memuat ketentuan yang:

1) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;

2) merugikan pihak ketiga; atau

3) tidak dapat dilaksanakan.

Apabila Kesepakatan Perdamaian yang diajukan sudah memenuhi syarat tersebut, Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari sidang untuk membacakan Akta Perdamaian. Perlu menjadi perhatian, Kesepakatan Perdamaian yang dikukuhkan/dikuatkan dalam Akta Perdamaian tunduk pada ketentuan keterbukaan informasi di Pengadilan.

b. Kesepakatan Perdamaian Tidak Dikukuhkan/Dikuatkan

Para Pihak dapat memilih untuk tidak mengukuhkan/menguatkan Kesepakatan Perdamaian yang sudah mereka buat. Konsekuensi dari pilihan tersebut adalah: Kesepakatan Perdamaian mereka itu wajib memuat Pencabutan Gugatan. Pilihan ini lebih menguntungkan jikalau Para Pihak berkehendak agar hasil dari Mediasi tidak terpublikasi.

2. Mediasi Berhasil Sebagian

Suatu Mediasi bisa saja menghasilkan kesepakatan bersama yang “tidak utuh”, ada satu atau beberapa poin yang tidak disepakati bersama. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat timbul dari kondisi tersebut dapat dibagi menjadi:

a. Kesepakatan Perdamaian dengan Sebagian Pihak/Subjek

Dalam hal proses Mediasi mencapai kesepakatan antara Penggugat dan sebagian pihak Tergugat, Penggugat mengubah gugatan dengan tidak lagi mengajukan pihak Tergugat yang tidak mencapai kesepakatan sebagai pihak lawan. Kesepakatan Perdamaian yang timbul dari kondisi tersebut dibuat dan ditandatangani oleh:

1) Penggugat;

2) sebagian pihak Tergugat yang mencapai kesepakatan; dan

3) Mediator.

Terhadap Kesepakatan Perdamaian tersebut dapat dimohonkan pengukuhan/penguatan dengan Akta Perdamaian dengan syarat:

1) Akta Perdamaiannya tidak boleh menyangkut aset, harta kekayaan, dan/atau kepentingan pihak yang tidak mencapai kesepakatan; dan

2) Kesepakatan Perdamaian yang diajukan untuk dikukuhkan/dikuatkan dalam Akta Perdamaian tidak boleh memuat ketentuan yang:

a) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;

b) merugikan pihak ketiga; atau

c) tidak dapat dilaksanakan.

b. Mediasi Dinyatakan Tidak Berhasil

Dalam hal Penggugat lebih dari satu pihak dan sebagian Penggugat mencapai kesepakatan dengan sebagian atau seluruh pihak Tergugat, tetapi sebagian Penggugat yang tidak mencapai kesepakatan tidak bersedia mengubah gugatan, Mediasi dinyatakan tidak berhasil.

c. Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum

Dalam hal Para Pihak mencapai kesepakatan atas sebagian dari seluruh Objek Perkara/Tuntutan Hukum, Mediator menyampaikan Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum tersebut kepada Hakim Pemeriksa Perkara sebagai lampiran dari laporan Mediator. Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang dilampirkan tidak boleh memuat ketentuan yang:

1) bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;

2) merugikan pihak ketiga; atau

3) tidak dapat dilaksanakan.

Meski sudah terdapat Kesepakatan Perdamain, karena sifatnya “sebagian”, Hakim Pemeriksa Perkara tetap melanjutkan pemeriksaan terhadap Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang belum berhasil disepakati oleh Para Pihak. Pada akhir pemeriksaan tersebut, Kesepakatan Perdamaian Sebagian Objek Perkara/Tuntutan Hukum yang sudah dilampirkan harus dimuat dalam pertimbangan dan amar putusan.

3. Mediasi Tidak Berhasil Mencapai Kesepakatan

Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:

a. Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3); atau

b. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e. Dalam hal terjadi “Mediasi Tidak Berhasil Mencapai Kesepakatan”, Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

4. Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan

Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:

a. melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:

1. tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;

2. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau

3. diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.

b. melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihak-pihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses Mediasi.

c. Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c. Dalam hal terjadi “Mediasi Tidak Dapat Dilaksanakan”, Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
  4. Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
  5. Contoh Simulasi Usaha ’’Kewirausahaan’’
  6. Proses Penyelesaian Mediasi Di Pengadilan
  7. Jelaskan Kronologi Pengharaman Riba’ Sesuai Dengan Ayat-Ayat Tafsir Hukum Ekonomi Syariah
  8. Apa yang saudara fahami dari ayat dibawah ini, yg konteksnya dengan Etika Bisnis Islam

CONTOH SIMULASI USAHA ’’KEWIRAUSAHAAN’’

A.      Pengertian Simulasi Usaha

Simulasi secara sederhana dapat diartikan sebagai proses peniruan. Simulasi adalah tiruan dari fasilitas atau proses dari suatu operasi, biasanya menggunakan komputer. Simulasi adalah suatu proses peniruan dari sesuatu yang nyata beserta keadaan sekelilingnya (state of affairs). Simulasi digunakan sebelum sebuah sistem dibangun, untuk mengurangi kemungkinan kegagalan dan untuk mengoptimalkan kinerja. Simulasi juga biasa dikenal sebagai metode oembelajaran yang menyajikan pelajaran dengan menggunakan situasi atau proses yang nyata. Hal ini berguna untuk memberikan respons dalam mengatasi masalah/situasi.

Sedangkan pengertian usaha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan dengan mengerahkan tenaga, fikiran, atau badan untuk mencapai sesuatu maksud. Usaha dapat juga sebagai 

Suatu bentuk usaha yang melakukan kegiatan secra tetap dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang diselenggarakan oleh perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum dan tidk berbentuk badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan disuatu daerah dalam suatu Negara

Dari definisi diatas yang paling penting kita pahami adalah “melakukan kegiatan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan”. Artinya kita harus mengetahui bagaimana mendapatkan peluang usaha yang berumur panjang, minimal usaha tersebut mampu mengembalikan modal investasi yang kita tanam ditambah keuntungan yang kita harapkan.

Jadi jika digabungkan pengertian simulasi usaha yaitu suatu usaha (tekad) dalam melakukan proses peniruan kegiatan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam bidang kewirausahaan. 

SIMULASI PENGOPERASIAN SATU OUTLET CAKE 

(Untuk Lokasi di luar mall dengan asumsi biaya operasional Rp. 2.500.000,-)

 

MODAL AWAL

(Peralatan, set up awal, dan bahan baku)

Jumlah Rp. 30.000.000,-

 

PENJUALAN BULANAN*

(Asumsi penjualan rata-rata 75 cup/hari, harga jual Rp. 8.500,-) Jumlah Rp. 19.125.000,-

 

BIAYA-BIAYA

Biaya sewa Rp. 800.000,-

Biaya tenaga kerja Rp. 2.100.000,-

Biaya Overhead Rp. 350.000,-

Licence Fee Rp. 83.500,-

Biaya Bahan Baku** Rp. 8.100.000,-

Jumlah Rp. 11.433.500,-

LABA

(Penjualan bulanan dikurangi biaya-biaya)

Jumlah Rp. 7.691.500,-

 

LAMA PENGEMBALIAN MODAL (Rol)***

(Modal awal dibagi laba/bulan)

3,9 Bulan 

 

* Besarnya penjualan bulanan ini baru diperhitungkan dari harga dasar minuman. Penjualan topping dan produk lainnya akan meningkatkan laba karena biaya-biaya yang dikeluarkan tetap sama.

 

** Biaya bahan baku diasumsikan sebesar Rp. 3.600,-/cup.

 

*** Jika asumsi penjualan 75 cup/hari tercapai.

 

http://cakeindonesia.com/simulasi-usaha.html

 

B.       Contoh Simulasi Usaha 

Proses pendirian perusahaan baru merupakan bagian yang paling sulit untuk dilaksanakan. Keanekaragaman teknik yang luas dapat digunakan untuk mendapatkan ide produk baru. Tidak penting bagaimana ide tersebut muncul, ide unik yang logis untuk produk atau jasa baru yang dievaluasi dengan baik merupakan hal terpenting agar berhasil memulai sebuah perusahaan baru. Melalui evaluasi ini, atau analisis peluang, seorang pengusaha harus ingat bahwa sebagian besar ide tidak memberikan dasar untuk perusahaan baru; sebaliknya, penting untuk menyaring dan mengidentifikasi ide-ide yang dapat memberikan dasar, sehingga ide-ide tersebut menjadi fokus pengusaha.

 

C.      Sumber-Sumber Ide Baru

Produk dan jasa harus dideskripsikan secara mendetail. Prototipe atau skema produk sangatlah bermanfaat untuk memahami semua aspek dan fitur produk secara mendalam. Semua produk kompetitif serta perusahaan yang kompetitif dalam lingkup pasar produk (jasa) harus diidenfikasi dan didaftar. Ide produk atau jasa yang baru harus dibandingkan dengan setidaknya tiga produk atau jasa kompetitif yang paling mirip dalam memenuhi kebutuhan pasar yang diidentifikasikan. Analisis yang dilakukan ini akan menghasilkan deskripsi mengenai bagaimana produk atau jasa tersebut dapat dijadikan sebagai acuan harga bawang awal

Beberapa sumber ide yang sering digunakan oleh para pengusaha adalah: pengusaha, produk dan jasa yang sudah ada, saluran distribusi, serta penelitian dan pengembangan.

Pelanggan

Para pengusaha yang potensial harus terus-menerus memperhatikan para pelanggan yang potensial. Perhatian ini dapat diwujudkan dalam bentuk pengawasan ide dan kebutuhan potensial secara informal atau pengaturan secara formal yang ditujukan bagi para pelanggan agar dapat memiliki kesempatan untuk mengungkapkan opini-opininya. Dibutuhkan juga perhatian untuk memastikan bahwa ide atau kebutuhan tersebut mewakili pasar yang cukup besar dalam mendukung sebuah perusahaan baru. Pentingnya peran pelanggan bagi kelangsungan hidup perusahaan seringkali diungkapkan oleh para pelaku bisnis dengan cara mengungkapkannya dalam bentuk pujian dan kebanggaan kepada pelanggaan.

Produk dan Jasa yang Sudah Ada 

Para pengusaha yang potensial juga harus membentuk metode formal untuk mengawasi dan mengevaluasi produk dan jasa yang kompetitif di pasar. Seringkali, analisis ini menemukan cara-cara untuk memperbaiki penawaran-penawaran yang mungkin mengahasilkan produk produk atau jasa baru, yang mempunyai daya tarik pasar serta penjualan dan potensi keuntungan yang lebih baik.

 

Saluran Distribusi

Anggota-anggota saluran distribusi juga merupakan sumber ide baru yang sangat baik karena kedekatan mereka dengan kebutuhan pasar. Anggota saluran juga membantu memasrkan produk-produk yang baru saja dikembangkan. Dari seorang pelayan toko disebuah toko serba ada yang besar, seorang pengusaha mengetahui penyebab kaus kakinya tidak terjual dengan baik adalah warnanya. Dengan memerhatikan saran tersebut dan melakukan perubahan warna yang menarik, perusahaannya menjadi salah satu penyuplai utama kaus kaki tanpa merek di salah satu negara bagian Amerika Serikat.

Penelitian dan Pengembangan

Sumber ide-ide baru yang paling besar adalah upaya-upaya “ penelitian dan pengembangan ” pengusaha itu sendiri, yang mungkin meruapakan usaha kerasa formal yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang saat ini atau laboraturium informal yang ada di ruang bawah tanah atau garasi. Seorang ilmuwan riset di perusahaan Fortune 500 mengembangkan resin plastik baru yang menjadi dasar dari sebuah produk baru, plastik yang dicetak menjadi palet mangkuk madular, seperti yang dilakukan oleh sebuah perusahaan baru dan ketika perusahaan Fortune tidak tertrik untuk mengembangkan ide tersebut.

 

D.      Metode – metode untuk menghasilkan ide 

Meskipun terdapat beragam sumber ide, muncul dengan sebuah ide yang berfungsi sebagai dasar untuk sebuah perusahaan baru masih dapat menimbulkan masalah. Seorang pengusaha dapat menggunakan beberapa metode untuk membantu menghasilkan dan menguji ide-ide baru. Seperti kelompok focus, tukar pikiran , dan analisis kumpulan masalah.

1. Kelompok fokus

Kelompok focus merupakan metode yang sangat bagus untuk menyaring ide-ide dan konsep-konsep awal. Hasil-hasilnya dapat dianalisis secara kuantitatif. Menjadikan kelompok focus sebuah metode yang bermanfaat untuk menghasilkan ide-ide produk baru. Metode ini dimulai dari seorang moderator memimpin sekelompok ruang. Melalui sebuah diskusi terbuka dan komprehensif daripada sekedar mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mencoba mendapatkan respons partisipan.

2. Tukar pikiran 

Saling membagi pemikiran, atau bahasa lain tukar pikiran sangat penting dilakukan agar semua proses dalam menjalankan usaha dapat berjalan dengan baik dan seimbang. Saran dan masukan dari kawan , anggota , anak buah , atau dari teman lain sangat penting. Metode ini memungkinkan distimulasinya orang-orang agar memperlihatkan kreativitas yang lebih baik melalui pertemuan dengan orang lain dan partisipasi pengalaman-pengalaman  kelompok yang terorganisasi. Walaupun sebagian besar ide tersebut dihasilkan dari kelompok yang tidak mempunyai dasar untuk pengembangan lebih lanjut, sebuah ide yang bagus terkadang muncul.

3. analisis kumpulan masalah 

Seringkali metode ini sangat efektif karena lebih mudah menghubungkan produk-produk yang dikenal dengan masalah- masalah yang diajukan dan menghasilkan ide produk baru bila dibandingkan dengan hanya menghasilkan sebuah ide produk yang sama sekali baru.  Analisis kumpulan masalah juga dapat digunakan untuk menguji sebuah ide produk baru.

Dengan membuka usaha atau berwirausaha, harga diri seseorang tidak turun tetapi seblaiknya menungkat, dari sisi penghasilan memliki usaha sendiri jelas dapat memberikan penghasilan yang lebih baik dibandingkan menjadi pegawai. Biasanya para wirausaha selalu memliki ide yang begitu banyak untuk menjalankan kegiatan usahanya. Telinga, mulut, mata, selalu memberikan inspirasi untuk menangkap setiap peluang yang ada, terpikir melihat atau mendengar sesuatu selalu menhadi ide untuk dijual. Motivasi untuk maju dan semakin besar akan selalu melekat dalam hati seorang pengusaha.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Pengertian Budaya, Unsur, Wujud, Dan Fungsi Menurut Para Ahli
  2. Ekonomi : Pengertian, Jenis: Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi
  3. Makalah Ayat-Ayat Yang Berkaitan Dengan Dasar Umum Bisnis Islam
  4. Makalah Tafsir Ayat Tentang Penjualan Jasa (Ijarah)
  5. Contoh Simulasi Usaha ’’Kewirausahaan’’
  6. Proses Penyelesaian Mediasi Di Pengadilan
  7. Jelaskan Kronologi Pengharaman Riba’ Sesuai Dengan Ayat-Ayat Tafsir Hukum Ekonomi Syariah
  8. Apa yang saudara fahami dari ayat dibawah ini, yg konteksnya dengan Etika Bisnis Islam

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...