HADIS TENTANG NIKAH MUT‘AH (KAWIN KONTRAK)
A. Latar Belakang
Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an
menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam kehidupan
sehari-harinya. Selain al-Qur’an, Sunnah Rasulullah juga diyakini
sebagai sumber kedua setelahnya. Al-Qur’an yang sebagian ayatnya bersifat
universal membutuhkan penjelasan yang hanya bisa dilakukan oleh Rasulullah
sebagai penerima wahyu dari Allah SWT.
Sunnah sendiri meiliki manfaat yang
besar terhadap al-Qur’an adakalanya ia sebagai sebagai bayan tasyri’, tafsir,
takhshish dan lain sebagainya. Maka kandungan Sunnah sama halnya dengan
al-Qur’an yang berisikan seluruh ajaran agama dan kehidupan. Salah satu masalah
yang muncul adalah tentang nikah mut’ah atau dikenal dengan kawin kontrak.
Sebagian orang masih mempercayai akan diperbolehkannya melakukan hal tersebut.
Sebagian yang lain mengaharamkannya. Hal ini dikarenakan bermacam-macamnya
hadis yang disabdakan oleh Rasul. Oleh karenanya penulis mencoba menjelaskan
hadis-hadis yang bermuatan nikah mutah baik itu yang menginzinkan maupun yang
melarang. Harapannya adalah untuk mengklasifikasin hadis-hadis yang nasikh dan
mansukh sehingga ditemukan titik temu dari permasalahan ini.
B. Hadis
tentang Nikah Mut‘ah (kawin kontrak)
1. Definisi
nikah mut‘ah (kawin kontrak)
Kata nikah
dalam KBBI (Kamus Besar Bahsa Indonesia) dikatakan sebuah perjanjian antara
laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri (dengan resmi), perkawinan.[1]
sedangkan kata kawin adalah perjodohan
laki-laki dan perempuan menjadi suami istri;
nikah. Kawin kontrak sendiri diarrtikan perkawinan dengan jangka waktu
tertentu.[2]
kontrak sendiri memiliki arti perjanjian secara tertulis antara dua pihak dalam
suatu urusan misalnya perdagangan, sewa menyewa, dsb.[3]
Abu Hafsh
dalam bukunya Panduan Lengkap Nikah dari A sampa Z, mengatakan bahwa
nikah memiliki arti al-d}ummu (persetubuhan). Hal ini berlaku mutlak
baik itu akad atau persetubuhan tanpa akad. Pada dasarnya, kata nikah yang
diambil dari Bahasa Arab memiliki arti al-wat}’u (persetubuhan) dan
perkawinan disebut nikah karena menjadi sebab adanya persetubuhan.
[4]
Ibnu Qudamah
berkata: “nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan.[5]
Al-Qad}i berkomentar: “yang paling mirip dengan prinsip kami bahwa pernikahan
pada hakikatnya berkenaan dengan akad dan persetubuhan sekaligus.” Hal ini
didasarkan pada firman Allah SWT:
wur (#qßsÅ3Zs? $tB yxs3tR Nà2ät!$t/#uä ÆÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# wÎ) $tB ôs% y#n=y 4 ¼çm¯RÎ) tb$2 Zpt±Ås»sù $\Fø)tBur uä!$yur ¸xÎ6y ÇËËÈ
dan janganlah kamu kawini wanita-wanita
yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan
(yang ditempuh).
Kata nikah
berasal dari bahasa Arab nikahun yang merupakan masdar atau asal
kata kerja nakaha. Sinonimnya tazawwja kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia dengan perkawinan. Kata “nikah” telah dibakukan menjadi
bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial, kata pernikahan diperganukan
dalam berbagai upacara perkawinan. Di samping itu, kata “pernikahan” tampak
lebih etis dan agamis dibandingkan dengan kata “perkawinan” lebih cocok untuk
makhluk selain manusia.[6]
Kebiasaan
lain dalam masyarakat kita adalah pemisahan pemisahan arti kata “nikah” dengan
“kawin”. Nikah dimaksudkan untuk perkawinan manusia, sedangkan kawin ditujukan
untuk bintang. Kadang-kadang kata nikah atau kawin sama-sama ditujukan kepada
orang, tetapi dengan pengertian yang berbeda. Kawin dilartikan sebagai
melakukan hubungan seksual di luar nikah, sedangkan nikah diartikan sebagai
akad. Pemakaian yang masyhur untuk kata nikah adalah tertuju kepada akad. Makna
yang demikianlah yang dimaksud dalam syariat. Ayat-ayat al-Qur’an menunjukkan
bahwa kata nikah adalah akad perkawinan.[7]
Nikah atau jima’
sesuai dengan makna linguistiknya, berasal dari kata “al-wat}”
yaitu bersetubuh atau bersenggama. Nikah adalah akad yng mengandung pembolehan
untuk melakukan hubungan seks dengan lafadz an-nikah atau at-tajwiz
artinya bersetubuh, Dengan pengertian menikahi perempuan makna hakikatnya menggauli
istri dan kata munakahat diartikan saling menggauli.[8]
Menurut
Abdurrahman al-Jaziri mendefinisikan nikah sebagai sebuah janji suci antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga bahagia. Definisi yang
dipaparkan oleh Abdurrahman al-Jaziri ini memperjelas bahwa makna perkawinan
adalah perjanjian. Makna yang demikian mengandung arti adanya kemauan bebas
antara kedua belah pihak yang saling berjanji yang didasarkan pada aspek suka
saling suka.[9]
2. Hadis tentang nikah mut‘ah
a. Hadis-hadis
tentang nikah mut’ah
Setelah
melakukan pencarian dalam kitab al-Mu‘jam al-Mufahras Li Alfadhi al-H}adith
al-Nabawi dengan menggunakan kata mata‘a, ditemukan banyak riwayah
dalam kutub al-sittah baik itu yang menggunakan kata al-mut‘ah ataupun
istimta‘.[10]
Dibawah ini penulis cantumkan riwayat-riwayat tentang nikah mut’ah dari
kutub al-sittah.
1)
Al-Bukhari
بَابُ
نَهْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نِكَاحِ المُتْعَةِ
آخِرًا
5115 - حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا ابْنُ
عُيَيْنَةَ، أَنَّهُ سَمِعَ الزُّهْرِيَّ، يَقُولُ: أَخْبَرَنِي الحَسَنُ بْنُ
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، وَأَخُوهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ
أَبِيهِمَا، أَنَّ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ لِابْنِ عَبَّاسٍ:
«إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ المُتْعَةِ، وَعَنْ
لُحُومِ الحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ، زَمَنَ خَيْبَرَ»
5116 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ،
حَدَّثَنَا [ص:13] شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي جَمْرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ
عَبَّاسٍ: سُئِلَ عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ «فَرَخَّصَ» ، فَقَالَ لَهُ مَوْلًى
لَهُ: إِنَّمَا ذَلِكَ فِي الحَالِ الشَّدِيدِ، وَفِي النِّسَاءِ قِلَّةٌ؟ أَوْ
نَحْوَهُ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «نَعَمْ»
5117 - حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، قَالَ عَمْرٌو،
عَنِ الحَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، وَسَلَمَةَ بْنِ
الأَكْوَعِ، قَالاَ: كُنَّا فِي جَيْشٍ، فَأَتَانَا رَسُولُ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُمْ أَنْ
تَسْتَمْتِعُوا فَاسْتَمْتِعُوا»
5119
- وَقَالَ ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ: حَدَّثَنِي إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ،
عَنْ أَبِيهِ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَيُّمَا
رَجُلٍ وَامْرَأَةٍ تَوَافَقَا، فَعِشْرَةُ مَا بَيْنَهُمَا ثَلاَثُ لَيَالٍ،
فَإِنْ أَحَبَّا أَنْ يَتَزَايَدَا، أَوْ يَتَتَارَكَا تَتَارَكَا» فَمَا أَدْرِي
أَشَيْءٌ كَانَ لَنَا خَاصَّةً أَمْ لِلنَّاسِ عَامَّةً، قَالَ أَبُو عَبْدِ
اللَّهِ: «وَبَيَّنَهُ عَلِيٌّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ مَنْسُوخٌ»
4615 - حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ، حَدَّثَنَا خَالِدٌ، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ:
" كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ
مَعَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: أَلاَ نَخْتَصِي؟ فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ، فَرَخَّصَ
لَنَا بَعْدَ ذَلِكَ أَنْ نَتَزَوَّجَ المَرْأَةَ بِالثَّوْبِ " ثُمَّ
قَرَأَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ
اللَّهُ لَكُمْ} [المائدة: 87]
4216 - حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ قَزَعَةَ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ،
عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، وَالحَسَنِ، ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِمَا، عَنْ عَلِيِّ [ص:136] بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَهَى
عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الحُمُرِ
الإِنْسِيَّةِ»
2)
Riwayat Muslim
11 - (1404) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ نُمَيْرٍ
الْهَمْدَانِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، وَوَكِيعٌ، وَابْنُ بِشْرٍ، عَنْ
إِسْمَاعِيلَ، عَنْ قَيْسٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ، يَقُولُ: " كُنَّا
نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَيْسَ لَنَا
نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: أَلَا نَسْتَخْصِي؟ فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ، ثُمَّ رَخَّصَ
لَنَا أَنْ نَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ إِلَى أَجَلٍ "، ثُمَّ قَرَأَ
عَبْدُ اللهِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا
أَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ}
[المائدة: 87] ،
(1404) وحَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا
جَرِيرٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ، بِهَذَا الْإِسْنَادِ، مِثْلَهُ.
وَقَالَ: ثُمَّ قَرَأَ عَلَيْنَا هَذِهِ الْآيَةَ، وَلَمْ يَقُلْ: قَرَأَ عَبْدُ
اللهِ،
12 - (1404) وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ،
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ، بِهَذَا الْإِسْنَادِ، قَالَ: كُنَّا
وَنَحْنُ شَبَابٌ، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا نَسْتَخْصِي؟ "
وَلَمْ يَقُلْ: نَغْزُو
13 - (1405) وحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ،
قَالَ: سَمِعْتُ الْحَسَنَ بْنَ مُحَمَّدٍ، يُحَدِّثُ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ، وَسَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ، قَالَا: خَرَجَ عَلَيْنَا مُنَادِي رَسُولِ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَذِنَ لَكُمْ أَنْ تَسْتَمْتِعُوا» يَعْنِي
مُتْعَةَ النِّسَاءِ
14 - (1405) وحَدَّثَنِي أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامَ الْعَيْشِيُّ،
حَدَّثَنَا يَزِيدُ يَعْنِي ابْنَ زُرَيْعٍ، حَدَّثَنَا رَوْحٌ يَعْنِي ابْنَ
الْقَاسِمِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ، عَنِ الْحَسَنِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ
سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ، وَجَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانَا فَأَذِنَ لَنَا فِي الْمُتْعَةِ»
15 - (1405) وحَدَّثَنَا الْحَسَنُ الْحُلْوَانِيُّ، حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، قَالَ: قَالَ عَطَاءٌ: قَدِمَ
جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ مُعْتَمِرًا، فَجِئْنَاهُ فِي مَنْزِلِهِ، فَسَأَلَهُ
الْقَوْمُ عَنْ أَشْيَاءَ، ثُمَّ ذَكَرُوا الْمُتْعَةَ، فَقَالَ: «نَعَمْ،
اسْتَمْتَعْنَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ»
16 - (1405) حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ، قَالَ:
سَمِعْتُ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ، يَقُولُ: «كُنَّا نَسْتَمْتِعُ بِالْقَبْضَةِ
مِنَ التَّمْرِ وَالدَّقِيقِ، الْأَيَّامَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَبِي بَكْرٍ، حَتَّى نَهَى عَنْهُ عُمَرُ، فِي
شَأْنِ عَمْرِو بْنِ حُرَيْثٍ»
17 - (1405) حَدَّثَنَا حَامِدُ بْنُ عُمَرَ الْبَكْرَاوِيُّ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ يَعْنِي ابْنَ زِيَادٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ أَبِي
نَضْرَةَ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، فَأَتَاهُ آتٍ،
فَقَالَ: ابْنُ عَبَّاسٍ وَابْنُ الزُّبَيْرِ اخْتَلَفَا فِي الْمُتْعَتَيْنِ،
فَقَالَ جَابِرٌ: «فَعَلْنَاهُمَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، ثُمَّ نَهَانَا عَنْهُمَا عُمَرُ، فَلَمْ نَعُدْ لَهُمَا»
18 - (1405) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ،
حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ،
حَدَّثَنَا أَبُو عُمَيْسٍ، عَنْ إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
«رَخَّصَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ أَوْطَاسٍ، فِي
الْمُتْعَةِ ثَلَاثًا، ثُمَّ نَهَى عَنْهَا»
19 - (1406) وحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا
لَيْثٌ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ سَبْرَةَ،
أَنَّهُ قَالَ: أَذِنَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِالْمُتْعَةِ، فَانْطَلَقْتُ أَنَا وَرَجُلٌ إِلَى امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي عَامِرٍ،
كَأَنَّهَا بَكْرَةٌ عَيْطَاءُ، فَعَرَضْنَا عَلَيْهَا أَنْفُسَنَا، فَقَالَتْ:
مَا تُعْطِي؟ فَقُلْتُ: رِدَائِي، وَقَالَ صَاحِبِي: رِدَائِي، وَكَانَ رِدَاءُ
صَاحِبِي أَجْوَدَ مِنْ رِدَائِي، وَكُنْتُ أَشَبَّ مِنْهُ، فَإِذَا نَظَرَتْ
إِلَى رِدَاءِ صَاحِبِي أَعْجَبَهَا، وَإِذَا نَظَرَتْ إِلَيَّ أَعْجَبْتُهَا،
ثُمَّ قَالَتْ: أَنْتَ وَرِدَاؤُكَ يَكْفِينِي، فَمَكَثْتُ مَعَهَا ثَلَاثًا،
ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَنْ كَانَ
عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنْ هَذِهِ النِّسَاءِ الَّتِي يَتَمَتَّعُ، فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهَا»
20 - (1406) حَدَّثَنَا أَبُو كَامِلٍ فُضَيْلُ بْنُ حُسَيْنٍ
الْجَحْدَرِيُّ، حَدَّثَنَا بِشْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُفَضَّلٍ، حَدَّثَنَا عُمَارَةُ
بْنُ غَزِيَّةَ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ، أَنَّ أَبَاهُ، «غَزَا مَعَ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتْحَ مَكَّةَ» ، قَالَ: "
فَأَقَمْنَا بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ - ثَلَاثِينَ بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ -
فَأَذِنَ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُتْعَةِ
النِّسَاءِ، فَخَرَجْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ قَوْمِي، وَلِي عَلَيْهِ فَضْلٌ فِي
الْجَمَالِ، وَهُوَ قَرِيبٌ مِنَ الدَّمَامَةِ، مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنَّا بُرْدٌ،
فَبُرْدِي خَلَقٌ، وَأَمَّا بُرْدُ ابْنِ عَمِّي فَبُرْدٌ جَدِيدٌ، غَضٌّ، حَتَّى
إِذَا كُنَّا بِأَسْفَلِ مَكَّةَ - أَوْ بِأَعْلَاهَا - فَتَلَقَّتْنَا فَتَاةٌ
مِثْلُ الْبَكْرَةِ الْعَنَطْنَطَةِ، فَقُلْنَا: هَلْ لَكِ أَنْ يَسْتَمْتِعَ
مِنْكِ أَحَدُنَا؟ قَالَتْ: وَمَاذَا تَبْذُلَانِ؟ فَنَشَرَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنَّا
بُرْدَهُ، فَجَعَلَتْ تَنْظُرُ إِلَى الرَّجُلَيْنِ، وَيَرَاهَا صَاحِبِي تَنْظُرُ
إِلَى عِطْفِهَا، فَقَالَ: إِنَّ بُرْدَ هَذَا خَلَقٌ، وَبُرْدِي جَدِيدٌ غَضٌّ،
فَتَقُولُ: بُرْدُ هَذَا لَا بَأْسَ بِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ - أَوْ مَرَّتَيْنِ -
ثُمَّ اسْتَمْتَعْتُ مِنْهَا، فَلَمْ أَخْرُجْ حَتَّى حَرَّمَهَا رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "
(1406)
وحَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ سَعِيدِ بْنِ صَخْرٍ الدَّارِمِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو
النُّعْمَانِ، حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ، حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ غَزِيَّةَ،
حَدَّثَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ:
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ
إِلَى مَكَّةَ، فَذَكَرَ بِمِثْلِ حَدِيثِ بِشْرٍ، وَزَادَ قَالَتْ: وَهَلْ
يَصْلُحُ ذَاكَ؟ وَفِيهِ: قَالَ: إِنَّ بُرْدَ هَذَا خَلَقٌ مَحٌّ
21 - (1406) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ
نُمَيْرٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ،
حَدَّثَنِي الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ، أَنَّ أَبَاهُ، حَدَّثَهُ،
أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «يَا
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الِاسْتِمْتَاعِ مِنَ
النِّسَاءِ، وَإِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنْ
كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخَلِّ سَبِيلَهُ، وَلَا تَأْخُذُوا مِمَّا
آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا» ،
(1406) وَحَدَّثَنَاهُ أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا
عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ، بِهَذَا
الْإِسْنَادِ، قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَائِمًا بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ، وَهُوَ يَقُولُ: بِمِثْلِ حَدِيثِ ابْنِ
نُمَيْرٍ
22 - (1406) حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، أَخْبَرَنَا
يَحْيَى بْنُ آدَمَ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ
بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ:
«أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُتْعَةِ عَامَ
الْفَتْحِ، حِينَ دَخَلْنَا مَكَّةَ، ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا
عَنْهَا»
23 - (1406) وحَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي
رَبِيعَ بْنَ سَبْرَةَ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ سَبْرَةَ بْنِ مَعْبَدٍ، «أَنَّ
نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ فَتْحِ مَكَّةَ أَمَرَ
أَصْحَابَهُ بِالتَّمَتُّعِ مِنَ النِّسَاءِ» ، قَالَ: «فَخَرَجْتُ أَنَا
وَصَاحِبٌ لِي مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ، حَتَّى وَجَدْنَا جَارِيَةً مِنْ بَنِي
عَامِرٍ كَأَنَّهَا بَكْرَةٌ عَيْطَاءُ، فَخَطَبْنَاهَا إِلَى نَفْسِهَا
وَعَرَضْنَا عَلَيْهَا بُرْدَيْنَا، فَجَعَلَتْ تَنْظُرُ فَتَرَانِي أَجْمَلَ مِنْ
صَاحِبِي، وَتَرَى بُرْدَ صَاحِبِي أَحْسَنَ مِنْ بُرْدِي، فَآمَرَتْ نَفْسَهَا
سَاعَةً ثُمَّ اخْتَارَتْنِي عَلَى صَاحِبِي، فَكُنَّ مَعَنَا ثَلَاثًا، ثُمَّ
أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِفِرَاقِهِنَّ»
24 - (1406) حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ، وَابْنُ نُمَيْرٍ،
قَالَا: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنِ
الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ»
25 - (1406) وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ،
حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ مَعْمَرٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنِ الرَّبِيعِ
بْنِ سَبْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى يَوْمَ الْفَتْحِ عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ»
26 - (1406) وحَدَّثَنِيهِ حَسَنٌ الْحُلْوَانِيُّ، وَعَبْدُ بْنُ
حُمَيْدٍ، عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ، حَدَّثَنَا أَبِي، عَنْ
صَالِح، أَخْبَرَنَا ابْنُ شِهَابٍ، عَنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ،
عَنْ أَبِيهِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ؛ «أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ زَمَانَ الْفَتْحِ - مُتْعَةِ النِّسَاءِ -
وَأَنَّ أَبَاهُ كَانَ تَمَتَّعَ بِبُرْدَيْنِ أَحْمَرَيْنِ»
27 - (1406) وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، أَخْبَرَنَا
ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ
بْنُ الزُّبَيْرِ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، قَامَ بِمَكَّةَ،
فَقَالَ: «إِنَّ نَاسًا أَعْمَى اللهُ قُلُوبَهُمْ، كَمَا أَعْمَى أَبْصَارَهُمْ،
يُفْتُونَ بِالْمُتْعَةِ» ، يُعَرِّضُ بِرَجُلٍ، فَنَادَاهُ، فَقَالَ: إِنَّكَ
لَجِلْفٌ جَافٍ، فَلَعَمْرِي، لَقَدْ كَانَتِ الْمُتْعَةُ تُفْعَلُ عَلَى عَهْدِ
إِمَامِ الْمُتَّقِينَ - يُرِيدُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -
فَقَالَ لَهُ ابْنُ الزُّبَيْرِ: «فَجَرِّبْ بِنَفْسِكَ، فَوَاللهِ، لَئِنْ
فَعَلْتَهَا لَأَرْجُمَنَّكَ بِأَحْجَارِكَ» ، قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: فَأَخْبَرَنِي
خَالِدُ بْنُ الْمُهَاجِرِ بْنِ سَيْفِ اللهِ، أَنَّهُ بَيْنَا هُوَ جَالِسٌ
عِنْدَ رَجُلٍ، جَاءَهُ رَجُلٌ فَاسْتَفْتَاهُ فِي الْمُتْعَةِ، فَأَمَرَهُ بِهَا،
فَقَالَ لَهُ ابْنُ أَبِي عَمْرَةَ الْأَنْصَارِيُّ: مَهْلًا، قَالَ: مَا هِيَ؟
وَاللهِ، لَقَدْ فُعِلَتْ فِي عَهْدِ إِمَامِ الْمُتَّقِينَ، قَالَ: ابْنُ أَبِي
عَمْرَةَ «إِنَّهَا كَانَتْ رُخْصَةً فِي أَوَّلِ الْإِسْلَامِ لِمَنِ اضْطُرَّ
إِلَيْهَا، كَالْمَيْتَةِ، وَالدَّمِ، وَلَحْمِ الْخِنْزِيرِ، ثُمَّ أَحْكَمَ
اللهُ الدِّينَ وَنَهَى عَنْهَا» قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَأَخْبَرَنِي رَبِيعُ بْنُ
سَبْرَةَ الْجُهَنِيُّ، أَنَّ أَبَاهُ قَالَ: «قَدْ كُنْتُ اسْتَمْتَعْتُ فِي
عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةً مِنْ بَنِي
عَامِرٍ بِبُرْدَيْنِ أَحْمَرَيْنِ، ثُمَّ نَهَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الْمُتْعَةِ» ، " قَالَ ابْنُ شِهَابٍ: وَسَمِعْتُ رَبِيعَ
بْنَ سَبْرَةَ، يُحَدِّثُ ذَلِكَ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَأَنَا جَالِسٌ
"
28 - (1406) وحَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ، حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ، عَنِ ابْنِ أَبِي عَبْلَةَ، عَنْ
عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، قَالَ: حَدَّثَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ
الْجُهَنِيُّ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ، وَقَالَ: «أَلَا إِنَّهَا حَرَامٌ مِنْ يَوْمِكُمْ هَذَا
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ كَانَ أَعْطَى شَيْئًا فَلَا يَأْخُذْهُ»
29 - (1407) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى، قَالَ: قَرَأْتُ
عَلَى مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، وَالْحَسَنِ، ابْنَيْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِمَا، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ،
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ مُتْعَةِ
النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ» ،
(1407) وَحَدَّثَنَاهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ
الضُّبَعِيُّ، حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ، عَنْ مَالِكٍ، بِهَذَا الْإِسْنَادِ،
وَقَالَ: سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، يَقُولُ لِفُلَانٍ: إِنَّكَ رَجُلٌ
تَائِهٌ، نَهَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ
حَدِيثِ يَحْيَى بْنِ يَحْيَى، عَنْ مَالِكٍ
30 - (1407) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَابْنُ
نُمَيْرٍ، وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ، جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ، قَالَ
زُهَيْرٌ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنِ
الْحَسَنِ، وَعَبْدِ اللهِ، ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِمَا،
عَنْ عَلِيٍّ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ
نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ»
32 - (1407) وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، وَحَرْمَلَةُ بْنُ
يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ
شِهَابٍ، عَنِ الْحَسَنِ، وَعَبْدِ اللهِ، ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ
أَبِي طَالِبٍ، عَنْ أَبِيهِمَا، أَنَّهُ سَمِعَ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ
يَقُولُ لِابْنِ عَبَّاسٍ: «نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمُرِ
الْإِنْسِيَّةِ»
3)
Abu Daud
2072 - حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْوَارِثِ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: كُنَّا
عِنْدَ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ، فَتَذَاكَرْنَا مُتْعَةَ النِّسَاءِ
[ص:227]، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ: يُقَالُ لَهُ رَبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ: أَشْهَدُ
عَلَى أَبِي أَنَّهُ حَدَّثَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ «نَهَى عَنْهَا فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ»
2073 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ فَارِسٍ،
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ
رَبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ «حَرَّمَ مُتْعَةَ النِّسَاءِ»
4)
Al-Tirmizhi
1121 - حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ، عَنْ الزُّهْرِيِّ، عَنْ [ص:422] عَبْدِ اللَّهِ، وَالحَسَنِ، ابْنَيْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِمَا، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «نَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ،
وَعَنْ لُحُومِ الحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ» وَفِي البَاب عَنْ
سَبْرَةَ الجُهَنِيِّ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ.: «حَدِيثُ عَلِيٍّ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»
، «وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَغَيْرِهِمْ» وَإِنَّمَا رُوِيَ عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ شَيْءٌ مِنَ الرُّخْصَةِ فِي المُتْعَةِ، ثُمَّ رَجَعَ عَنْ قَوْلِهِ
حَيْثُ أُخْبِرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «، وَأَمْرُ
أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ عَلَى تَحْرِيمِ المُتْعَةِ، وَهُوَ قَوْلُ
الثَّوْرِيِّ، وَابْنِ المُبَارَكِ، وَالشَّافِعِيِّ، وَأَحْمَدَ، وَإِسْحَاقَ»
1122 - حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ: حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ عُقْبَةَ، أَخُو قَبِيصَةَ بْنِ عُقْبَةَ قَالَ: حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُبَيْدَةَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
كَعْبٍ، عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: " إِنَّمَا كَانَتِ المُتْعَةُ فِي
أَوَّلِ الإِسْلَامِ، كَانَ الرَّجُلُ يَقْدَمُ البَلْدَةَ لَيْسَ لَهُ بِهَا
مَعْرِفَةٌ فَيَتَزَوَّجُ المَرْأَةَ بِقَدْرِ مَا يَرَى أَنَّهُ يُقِيمُ
فَتَحْفَظُ لَهُ مَتَاعَهُ، وَتُصْلِحُ لَهُ شَيْئَهُ، حَتَّى إِذَا نَزَلَتِ
الآيَةُ: {إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ} [المؤمنون:
6] "، قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: «فَكُلُّ فَرْجٍ سِوَى هَذَيْنِ فَهُوَ حَرَامٌ»
5)
Al-Nasa’i
3365 - أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، قَالَ: حَدَّثَنَا
يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ،
عَنْ الْحَسَنِ، وَعَبْدِ اللَّهِ، ابْنَيْ مُحَمَّدٍ، عَنْ أَبِيهِمَا، أَنَّ
عَلِيًّا، بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلًا لَا يَرَى بِالْمُتْعَةِ بَأْسًا، فَقَالَ:
إِنَّكَ تَائِهٌ، إِنَّهُ «نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عَنْهَا، وَعَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الْأَهْلِيَّةِ يَوْمَ خَيْبَرَ»
3366 - أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ، وَالْحَارِثُ بْنُ
مِسْكِينٍ، قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ وَاللَّفْظُ لَهُ، قَالَ:
أَنْبَأَنَا ابْنُ الْقَاسِمِ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ، وَالْحَسَنِ، ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ أَبِيهِمَا، عَنْ
عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ: «أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ لُحُومِ
الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ»
3367 - أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، وَمُحَمَّدُ بْنُ
بَشَّارٍ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى، قَالُوا: أَنْبَأَنَا عَبْدُ
الْوَهَّابِ، قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ، يَقُولُ: أَخْبَرَنِي مَالِكُ
بْنُ أَنَسٍ، أَنَّ ابْنَ شِهَابٍ، أَخْبَرَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ، وَالْحَسَنَ
ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، أَخْبَرَاهُ أَنَّ أَبَاهُمَا مُحَمَّدَ بْنَ
عَلِيٍّ، أَخْبَرَهُمَا، أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ خَيْبَرَ
عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ» قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى: يَوْمَ حُنَيْنٍ، وَقَالَ:
هَكَذَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ، مِنْ كِتَابِهِ
3368 - أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ، قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ
الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ الْجُهَنِيِّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أَذِنَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمُتْعَةِ، فَانْطَلَقْتُ أَنَا
وَرَجُلٌ إِلَى امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي عَامِرٍ فَعَرَضْنَا عَلَيْهَا أَنْفُسَنَا،
فَقَالَتْ: مَا تُعْطِينِي؟ فَقُلْتُ: رِدَائِي، وَقَالَ صَاحِبِي: رِدَائِي،
وَكَانَ رِدَاءُ صَاحِبِي أَجْوَدَ مِنْ رِدَائِي، وَكُنْتُ أَشَبَّ مِنْهُ،
فَإِذَا نَظَرَتْ إِلَى رِدَاءِ صَاحِبِي أَعْجَبَهَا، وَإِذَا نَظَرَتْ إِلَيَّ
أَعْجَبْتُهَا، ثُمَّ قَالَتْ: أَنْتَ وَرِدَاؤُكَ يَكْفِينِي، فَمَكَثْتُ مَعَهَا
ثَلَاثًا، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:
«مَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْ هَذِهِ النِّسَاءِ اللَّاتِي يَتَمَتَّعُ، فَلْيُخَلِّ
سَبِيلَهَا»
6)
Riwayat Ibnu Majah
1961 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَ: حَدَّثَنَا
بِشْرُ بْنُ عُمَرَ قَالَ: حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، وَالْحَسَنِ، ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ، عَنْ
أَبِيهِمَا، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «نَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ، وَعَنْ
لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ»
1962 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ:
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ عُمَرَ، عَنِ
الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّ الْعُزْبَةَ قَدِ اشْتَدَّتْ عَلَيْنَا، قَالَ: «فَاسْتَمْتِعُوا
مِنْ هَذِهِ النِّسَاءِ» ، فَأَتَيْنَاهُنَّ فَأَبَيْنَ أَنْ يَنْكِحْنَنَا إِلَّا
أَنْ نَجْعَلَ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُنَّ أَجَلًا، فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «اجْعَلُوا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُنَّ
أَجَلًا» ، فَخَرَجْتُ أَنَا وَابْنُ عَمٍّ لِي، مَعَهُ بُرْدٌ وَمَعِي بُرْدٌ،
وَبُرْدُهُ أَجْوَدُ مِنْ بُرْدِي، وَأَنَا أَشَبُّ مِنْهُ، فَأَتَيْنَا عَلَى
امْرَأَةٍ، فَقَالَتْ: بُرْدٌ كَبُرْدٍ، فَتَزَوَّجْتُهَا، فَمَكَثْتُ عِنْدَهَا
تِلْكَ اللَّيْلَةَ، ثُمَّ غَدَوْتُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَائِمٌ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْبَابِ، وَهُوَ يَقُولُ: «أَيُّهَا
النَّاسُ، إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الِاسْتِمْتَاعِ، أَلَا وَإِنَّ
اللَّهَ قَدْ حَرَّمَهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ
مِنْهُنَّ شَيْءٌ فَلْيُخْلِ سَبِيلَهَا، وَلَا تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ
شَيْئًا»
1963 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ قَالَ:
حَدَّثَنَا الْفِرْيَابِيُّ، عَنْ أَبَانَ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي بَكْرِ
بْنِ حَفْصٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: لَمَّا وَلِيَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ: «إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَذِنَ لَنَا فِي الْمُتْعَةِ ثَلَاثًا، ثُمَّ حَرَّمَهَا، وَاللَّهِ لَا أَعْلَمُ
أَحَدًا يَتَمَتَّعُ وَهُوَ مُحْصَنٌ إِلَّا رَجَمْتُهُ بِالْحِجَارَةِ، إِلَّا
أَنْ يَأْتِيَنِي بِأَرْبَعَةٍ يَشْهَدُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ أَحَلَّهَا
بَعْدَ إِذْ حَرَّمَهَا»
b. Kualitas
hadis-hadis nikah mut’ah
Penulis
melakukan penelitian pada beberapa riwayat diatas karena hadis-hadis yang
diriwayatkan dalam kutub al-sittah tidak memiliki makna yang sama. Maksudnya
adalah beberapa riwayat tersebut berisi tentang nikah mut’ah ketika perang
Khaibar, fath} al-Makkah (penaklukkan kota Mekah), perang Aut}as, haji
wada’. Oleh karenanya, penulis hanya meneliti dari beberapa riwayat yang bisa
mewakili tema-tema tersebut.
1)
Riwayat al-Bukhari nomer indeks 4615
a) Rawi pertama
‘Abd Allah, wafat pada tahun 32 H, ia seorang sahabat.[11]
b) Qais ibn ‘Auf,
wafat tahun 84 H, Abu H}atim ibn H}ibban berkata dia thiqah.[12]
c) Isma‘il ibn
Hurmuz (w. 146), menurut Abu H}atim ia thiqah.[13]
d) Khalid ibn ‘Abd
Allah (w. 182), menurut Abu H}atim al-Razi dia thiqah, s}ah}ih} al-H}adith.[14]
e) ‘Amr ibn ‘Aun
(w. 225), menurut Abu H}atim al-Razi ia thiqah, h}ujjatun.[15]
f) Al-Bukhari
2) riwayat
al-Tirmizhi nomer indeks 1122
a) Ibnu ‘Abbas (w.
68) dia seorang sahabat
b) Muh}ammad ibn
Ka‘ab m. 38 w. 118, Abu Zur‘ah al-Razi berkomentar dia thiqah
c) Musa ibn
‘Ubaidah (w. 152) Abu Ah}mad al-H}akim berkomentar laisa bi al-qawi, Abu
H}atim al-Razi berkomentar munkar al-h}adith
d) Sufyan
al-Thauri m. 97 w. 161 , Abu H}atim al-Razi berkomentar faqih h}afidh.
e) Sufyan ibn
‘Uqbah, al-Dhahabi berkomentar dia s}aduq, Yah}ya ibn Ma‘in berkomentar la
ba’sa bih
f) Mah}mud ibn
Ghailan w. 239, Abu H}atim al-Razi berkomentar thiqah
g) Al-Tirmizhi
3) Riwayat Muslim
nomer indeks 1407
a) ‘Ali ibn Abi
T}alib w. 40, sahabat
b) Muh}ammad ibn
‘Ali m. 8 w. 73, Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
c) Al-H}asan ibn
Muh}ammad ibn ‘Ali w. 100 Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah faqih
‘Abd Allah ibn
Muh}ammad ibn ‘Ali w. 98 Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
d) Ibn Shihab
al-Zuhri m. 52 w. 124, Abu H}atim al-Razi faqih
e) Malik m. 89 w.
179 Abu H}atim al-Razi thiqah
f) Yah}ya ibn
Yah}ya m. 142 w. 226 Abu Zur’ah al-Razi thiqah
g) Muslim
4) Riwayat Muslim
nomer indeks 18 (1405)
a) Salamah w. 174
sahabat
b) Iyas ibn
Salamah w. 119 Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
c) Abu ‘Umays w.
151 Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
d) ‘Abd al-Wah}id
ibn Ziyad w. 176 Abu H}atim al-Razi thiqah
e) Yunus ibn
Muh}ammad w. 207 Abu H}atim al-Razi s}aduq
f) Abu Bakar ibn
Shaibah w. 235 Abu H}atim al-Razi thiqah
g) Muslim
5) Riwayat Muslim
nomer indeks 20 (1406)
a) Saburah
al-Juhni w. 41-60 sahabat
b) Al-Rabi‘ ibn
Saburah Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
c) ‘Umarah ibn
Ghaziyyah w. 140 Abu H}atim al-Razi s}aduq
d) Bishr, ibn
Mufad}d}al w. 187 Abu H}atim al-Razi thiqah
e) Abu Kamil
Fud}ail ibn H}ysain al-Jah}dari w. 237 Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah h}afiz}
f) Muslim
6) Riwayat Muslim
nomer indeks 21 (1406)
a) Saburah
al-Juhni w. 41-60 sahabat
b) Al-Rabi‘ ibn
Saburah Ibnu H}ajar al-‘Asqalani thiqah
c) ‘Abd al-‘Aziz
ibn ‘Umar w. 150 Abu H}atim al-Razi yaktubu hadithuhu
d) ‘Abd Allah ibn
Numair w. 199 AbuAbd Allah al-Hakim thiqah
e) Muh}ammad ibn
‘Abd Allah ibn Numair w. 234 Abu H}atim al-Razi thiqah
f) Muslim
a) Riwayat Abu Daud
nomer indeks 2027
a) Saburah
al-Juhni
b) Al-Rabi‘ ibn
Saburah
c) Ibnu Shihab
al-Zuhri
d) Isma‘il ibn
Umayyah w. 139 Abu H}atim al-Razi thiqah
e) ‘Abd al-Warith
w. 180 Abu H}atim al-Razi s}aduq
f) Musaddad w. 228
Abu H}atim al-Razi thiqah
g) Abu Daud
c. Sharh} (penjelasan)
Ibn H}ajar al-‘Asqalani dalam men-sharah} hadis-hadis
riwayat al-Bukhari yakni kitab Fath} al-Bari memberi penjelasan tentang
nikah mut’ah. Menanggapi kata akhiran (judul bab dalam kitab S}ah}ih}
al-Bukhari) dapat dipahami bahwa masalah mut’ah diperbolehkan, kemudian
dilarang pada akhirnya. Ada riwayat sahabat Ali yang meriwayatkan larangan
nikah mut’ah ini, bahkan diakhir riwayatnya ia berkomentar bahwa
diperbolehkannya nikah mut’ah ini telah dihapus (mansukh).[16]
Seperti yang
dikutip Ibnu H}ajar dari al-Nawawi bahwa diperbolehkannya nikah mut’ah dan
dilarangnya nikah mut’ah terjadi dua kali yakni diperbolehkan sebelum perang
khaibar kemudian diharamkan ketika perang khaibar. Dan diperbolehkan lagi
ketika penaklukkan kota Mekah yakni pada masa perang aut}as kemudian
diharamkan selamanya. Diperbolehkannya melakukan nikah mut’ah seperti yang
dijelaskan oleh Ibnu Mas‘ud yakni ketika perang dan sangat sulit untuk
membujang (tidak ada orang disisinya) maka diperbolehkan melakukan kawin
kontrak.[17]
Adapun riwayat Saburah dari ayahnya menyebutkan adanya
izin diperbolehkan melakukan mut’ah dan tidak adanya izin setelah adanya
larangan maka pernyataan Umar yang melarang nikah mut’ah sesuai dengan larangan
Rasulullah SAW. Mungkin Jabir dan orang-orang yang menukil darinya tidak
mendengar adanya larangan dari Nabi sampai adanya pernyataan larangan dari
Umar. Pernyataan Umar ini bisa bermakna bahwa tidak melarangnya Umar tersebut
bukanlah ijtihad tetapi pernyataannya tersebut disandarkan pada pernyataan
Rasulullah SAW sendiri.[18]
Adapun riwayat Ibnu Abbas yang menyatakan boleh
melakukan nikah mut’ah karena riwayat yang yang melarang nikah mut’ah belum
sampai kepadanya. Maka ketika sudah mendengar riwayat yang melarang nikah
mut’ah, ia langsung naik ke mimbar dan berkhutbah bahwa nikah mut’ah ini sama
halnya dengan diperbolehkan mengkonsumsi bangkai, darah, daging babi dan lain
sebagainya.[19]
Maksudnya adalah diperbolehkannya mengkonsumsi makanan haram itu ketika berada
dalam keadaan yang sulit dan sangat lapar dan tidak ada makanan selain sesuatu
yang haram maka, makanan haram ini bisa dikonsumsi dengan catatan hanya sekedar
menghilangkan rasa lapar. Hal serupa juga berlaku dalam masalah nikah mut’ah,
jadi diperbolehkannya nikah mut’ah jika memang keadaan darurat saja.
Hukum nikah mut’ah ini haram maka menjadi jelas bahwa
yang melakukan nikah mut’ah atau al-nikah} al-Muaqqat adalah batal.
Diperbolehkannya nikah mut’ah dalam Islam hanya jika darurat ketika masa
perang.[20]
Imam mazhahib arbi‘ah sepakat bahwa nikah mut’ah sama dengan al-nikah
al-muaqqat. Selain itu mereka juga sepakat baik ia melakukan perjanjian
secara terang-terangan atau sembunyi tetap batal.[21]
d. Tujuan pernikahan
Dilangsungkannya
sebuah pernikahan dalam Islam memiliki tujuan, diantaranya:[22]
1)
Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utamanya adalah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan
membodohkan martabat manusia yang luhur. Maka Islam memandang bahwa perkawinan merupakan
sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan.
2)
Untuk menegakkan rumah tangga yang islami
Disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq
(perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas
Allah SWT. Misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 229, 230. Kedua ayat ini
menunjukkan bahwa tujuan dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan
syari'at Islam dalam rumah tangganya.
Diantara
tujuan yang substansial dalam pernikahan adalah sebagai berikut:[23]
1)
Pernikahan bertujuan untuk menyalurkan kebutuhan seksualitas
manusia, dengan syarat yang di benarkan oleh Allah dan mengendalikan hawa nafsu
dengan cara yang terbaik yang berkaitan dengan peningkatan moralitas manusia
sebagai hamba Allah.
Tujuan utama
pernikahan adalah menghalalkan hubungan seksual yang bertujuan untuk
membersihkan moralitas. Sseperti yang diketahui oleh khalayak umum bahwa
sebelumnya manusia bagaikan binatang. Pergaulan bebas antara sesama jenis bukan
masalah yang tabu, melainkan merupakan
tontonan sehari-hari. Anehnya lagi, pada zaman modern ini, pergaulan bebas dan
seks tanpa ikatan pernikahan telah dibela mati-matian oleh kaum liberalis dan
sekuler yang mengukur perbuatn mereka dengan ukuran seni yang semata-mata
kebudayaan yang syarat dengan nafsu syahwat.
2) Tujuan pernikahan adalah mengangkat harkat dan martabat perempuan. Hal ini dikarenakan
pada masa jahiliyah kedudukan perempuan tidak lebih dari barang dagangan yang
setiap saat dapat diperjual belikan, bahkan anak-anak perempuan dibunuh
hidup-hidup karena dipandang tidak berguna secara ekonomi. Kehidupan perempuan
penuh dengan perlakuan diskriminatif. Kaum laki-laki dengan bebas menikmati
tubuh kaum wanita sekehendak hati, bahkan wanita hanyalah penghibur kehausan
seksual para prajurit yang baru pulang berperang di medan tempur.
3) Tujuan pernikahan adalah mereproduksi keturunan, agar manusia tidak
punah dan hilang ditelan sejarah. Agar pembicaraan makhluk manusia bukan
sekadar nostalgia atau kajian antropologis sebagaimana membicarakan binatang
purba dan manusia primitive yang seolah-olah tidak lebih dari dongeng masa
lalu.
Tujuan daripada nikah seperti yang dijelaskan oleh Saebani sesuai dengan apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an. Tujuan tersebut mengandung kebaikan terhadap keduanya baik sang istri maupun suami tetapi hal ini tidak ada dalam masalah nikah mut’ah. Kalau nikah mut’ah hanya menginginkan kesenangan semata tidak lebih. Oleh karena tujuannya telah keluar dari apa yang diinginkan oleh syari’ maka nikah mut’ah oleh ulama mazhab disepakati haram. Walaupun di masa kini terdapat sebab yang sama dengan saat diperbolehkannya nikah mut’ah tetap saja diharamkan melakukan nikah mut’ah.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- PANDANGAN ISLAM DALAM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN MENGHADIRINYA
- MENYEKOLAHKAN ANAK DI SEKOLAH NON ISLAM
- BOM BUNUH DIRI ATAU BOM MATI SYAHID
- RAMALAN CUACA MENURUT ISLAM
- HADIS-HADIS TENTANG NIKAH MUT'AH
- HADIS TENTANG SIKSA DAN NIKMAT KUBUR
- METODE MA‘AJIM DALAM ILMU HADIS
- MUSALSAL HADIST
C. Kesimpulan
Hadis-hadis yang menceritaan tentang
nikah mut’ah baik ketika perang khaibar, fathu makah, perang authas maupun haji
wada’ memiliki kualitas sahih meskipun ada seseorang perawi dari salahsatu
riwayat di anggap cacat oleh ulama kritikus.
Hukum nikah mut’ah ini memang
terjadi penghapusan (nasakh) duakali yakni diperbolehkan sebelum perang
khaibar kemudian dilarang, diperbolehkan lagi ketika perang autas atau fathu
makkah kemudian dilarang sampai hari kiamat seperti yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim.
Adapun riwayat Umar sebenarnya
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW hanya saja ada kemungkinan orang-orang yang
mendengarnya tidak pernah mendengar larangan Rasulullah SAW sebelumnya hingga
mereka mengira larangan tersebut dari Umar bukan dari Nabi SAW.
Sedangkan pernyatan ibnu Abbas
tentang diperbolehkannya menikah mut’ah dengan syarat adanya kemusykilan
membuat beberapa orang salah paham. Padahal yang dimaksud olehnya adalah
diperbolehkannya nikah mut’ah sama halnya dengan diperbolehkannya makan makanan
yang haram yakni hanya pada saat darurat saja. Dan ada kemungkinan larangan
dari Rasulullah belum sampai kepadanya.
Ulama Fikih yakni mazhahib
arbi‘ah sepakat menghukumi nikah mut’ah ini dengan haram maka jika terjadi
hal tersebut, pernikahannya batal.
DAFTAR PUSTAKA
‘Asqalani, (al) Ibnu H}ajar. Fath} al-Bari. juz. 9. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379.
H}anbali, (al) Abu Muh}ammad ibn Qudamah. al-Mughni Li ibn Qudamah. juz. 7. t.t: Mat}labah al-Qahirah, 1968.
Hakim, Rahmat. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Juzairi, (al) ‘Abd al-Rah}amn. al-Fiqh ‘ala al-Mazhahib al-Arbi‘ah, juz. 4. t.t: al-Maktabah al-Taufiqiyyah. 2012.
Kamal, Abu Hafsh Usamah bin. Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z. Terj. Ahmad Saikhu. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014.
Mizi, (al) Yusuf ibn ‘Abd al-Rah}man. Tahzhib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal. Juz. 16. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1980.
Syarifudin, Amir. Hukum Perkawinan islam di Indonesia. Jakarta: Perdana Media, t.th.
Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Munakahat. Bandung: CV Pustaka Setia. 2013.
Wensink, A. J. al-Mu‘jam al-Mufahras Li Alfadh al-H}adith al-Nabawi. juz. 6. Leiden: Maktabah Bribel, 1936.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1003.
[2] Ibid., 653-654.
[3] Ibid., 751.
[4] Abu Hafsh Usamah bin Kamal, Panduan Lengkap Nikah dari A sampai Z, Terj. Ahmad Saikhu (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014), 11.
[5] Abu Muhammad ibn Qudamah al-Hanbali, al-Mughni Li ibn Qudamah, juz. 7 (t.t: Maltabah al-Qahirah, 1968), 3.
[6] Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), 11
[7] Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 12
[8] Saebani, Fiqh Munakahat, 11
[9] Abdurrahman al-Jaziri, kitab Al-Fiqh ala Madzhahib al-Arba’ah Juz IV, (Mesir: dar al-Fikr, t.t),
[10] A. J. Wensink, al-Mu‘jam al-Mufahras Li Alfadh al-Hadith al-Nabawi, juz. 6 (Leiden: Maktabah Bribel, 1936), 166-167.
[11] Yusuf ibn ‘Abd al-Rahman al-Mizi, Tahzhib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal, Juz. 16 (Beirut: Muassasah al-Risalah), 121.
[12] Ibid., Juz 24, 10.
[13] Ibid., Juz 3, 69.
[14] Ibid., Juz, 8, 99.
[15] Ibid., Juz 22, 177.
[16] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, juz. 9 (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379), 167.
[17] Ibid., 170.
[18] Ibid., 172.
[19] ‘Abd al-Rahamn al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala al-Mazhahib al-Arbi‘ah, juz. 4 (t.t: al-Maktabah al-Taufiqiyyah, 2012), 93.
[20] Ibid.
[21] Ibid, 91.
[22] Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan islam di Indonesia (Jakarta: Perdana Media, t.th), 46.
[23] Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), 23.