HOME

13 Februari, 2023

Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis

Pengertian Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran adalah proses untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan dalam menentukan sejauh mana dan bagaimana pembelajaran yang telah berjalan agar dapat membuat penilaian (judgement) dan perbaikan yang dibutuhkan untuk memaksimalkan hasilnya.

Definisi di atas didasari oleh pendapat Mahrens & Lehmann (1978 dalam Purwnto, 2013, hlm. 3) yang menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.

Istilah evaluasi pembelajaran sering disamaartikan dengan ujian. Meskipun sangat berkaitan, akan tetapi tidak mencakup keseluruhan makna evaluasi pembelajaran yang sebenarnya. Ujian atau tes hanyalah salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menjalankan proses evaluasi.

 

Beberapa Istilah Evaluasi Pendidikan

Untuk menghindari berbagai mispersepsi yang biasa terjadi dalam evaluasi, berikut adalah pengertian istilah atau terminologi yang biasa digunakan dalam evaluasi dan pengukuran, meliputi: tes, pengukuran (measurement), evaluasi, dan asesmen (assesment) menurut Mohrens (1984 dalam Asrul dkk, 2015, hlm. 3).

1.     Tes,

adalah istilah yang paling sempit pengertiannya dari keempat istilah lainnya, yaitu membuat dan mengajukan sejumlah pertanyaan yang harus dijawab. Sebagai hasil jawabannya diperoleh sebuah ukuran (nilai angka) dari seseorang.

2.     Pengukuran,

pengertiannya menjadi lebih luas, yakni dengan menggunakan observasi skala rating atau alat lain yang membuat kita dapat memperoleh informasi dalam bentuk kuantitas. Juga berarti pengukuran dengan berdasarkan pada skor yang diperoleh.

3.     Evaluasi,

adalah proses penggambaran dan penyempurnaan informasi yang berguna untuk menetapkan alternatif. Evaluasi bisa mencakup arti tes dan pengukuran dan bisa juga berarti di luar keduanya. Hasil Evaluasi bisa memberi keputusan yang profesional. Seseorang dapat mengevaluasi baik dengan data kuantitatif maupun kualitatif.

4.     Asesmen,

bisa digunakan untuk memberikan diagnosa terhadap problema seseorang. Dalam pengertian ia adalah sinonim dengan evaluasi. Namun yang perlu ditekankan di sini bahwa yang dapat dinilai atau dievaluasi adalah karakter dari seseorang, termasuk kemampuan akademik, kejujuran, kemampuan untuk mengejar, dsb.

Selain suatu proses untuk melihat kinerja pembelajaran, evaluasi juga berfungsi sebagai pembuat keputusan. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan (Cornbach dan Stufflebeam dalam Arikunto, 2016, hlm. 3).

 

Pengertian Evaluasi Pembelajaran Menurut Para Ahli

Lalu sebetulnya apa evaluasi itu? Berikut adalah beberapa pendapat ahli mengenai pengertian evaluasi pembelajaran.

Arikunto

Evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan dapat tercapai (Arikunto, 2016, hlm. 3).

Rina Febriana

Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi, dalam menilai (assessment) keputusan yang dibuat untuk merancang suatu sistem pembelajaran  (Febriana, 2019, hlm. 1).

Zainal Arifin

Menurut Arifin (2017, hlm. 2) evaluasi adalah suatu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran.

Ralph Tyler

Tyler dalam Arikunto (2016, hlm. 3) mendefinisikan bahwa evaluasi pembelajaran merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menemukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.

Norman E. Gronlund

Menurut Gronlund (1976) dalam (Purwanto, 2013, hlm. 3) evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.

Wringth

Wringht dkk berpendapat evaluasi pendidikan adalah penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa ke arah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam kurikulum (Wringth dkk dalam Purwanto, 2013, hlm. 3).

 

Kedudukan Evaluasi Dalam Pembelajaran

Lalu apa dan bagaimana sebetulnya kedudukan evaluasi dalam pembelajaran? Untuk mengetahuinya, kita dapat merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat 1 yang menyatakan bahwa “evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak berkepentingan, di antaranya terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan”.

Sehingga kedudukan evaluasi pendidikan mencakup semua komponen, proses pelaksanaan dan produk pendidikan secara total, dan di dalamnya setidaknya terakomodir tiga konsep, yakni: memberikan pertimbangan (judgement), nilai (value), dan arti (worth).

 

Tujuan Penilaian Hasil Belajar

Tujuan dari penilaian hasil belajar tentunya sama bersinggungan dengan tujuan evaluasi belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan faktor penting yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk benar-benar mengetahui tujuan evaluasi, agar hal yang ingin dicapai dalam proses evaluasi dapat terjadi. Tujuan evaluasi hasil belajar menurut Arifin (2017, hlm. 15) adalah sebagai berikut.

1.     Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan.

2.     Mengetahui kecakapan, motivasi, bakat, minat dan sikap peserta didik terhadap program pembelajaran.

3.     Mengetahui tingkat kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

4.     Mendiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

5.     Seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai dengan jenis pendidikan tertentu.

6.     Menentukan kenaikan kelas.

7.     Menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

 

Tujuan Evaluasi Pembelajaran

Selain itu, tujuan evaluasi dalam pembelajaran menurut  Nana Sudjana (2017, hlm. 4) adalah sebagai berikut.

1.     Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya.

2.     Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan.

3.     Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya.

4.     Memberikan pertanggungjawaban dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

 

Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Selain berbagai tujuan di atas, pentingnya evaluasi dalam pembelajaran dapat dilihat dari fungsi atau kegunaan yang dimilikinya. Menurut Arifin (2017, hlm. 15) fungsi atau kegunaan yang dimiliki oleh evaluasi pembelajaran adalah sebagai berikut.

1.     Fungsi formatif,

yakni untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran dan mengadakan program remedial jika diperlukan bagi peserta didik.

2.     Fungsi sumatif,

yaitu menentukan nilai kemajuan atau hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran tertentu, sebagai bahan untuk memberikan laporan kepada berbagai pihak, penentuan kenaikan kelas, dan penentuan lulus tidaknya peserta didik.

3.     Fungsi diagnostik,

yakni untuk memahami latar belakang meliputi latar psikologis, fisik, dan lingkungan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.

4.     Fungsi penempatan,

yaitu menempatkan peserta didik dalam situasi pembelajaran yang tepat (misalnya dalam menentukan program spesialisasi) sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.

 

Sementara itu fungsi evaluasi menurut Sudjana (2017, hlm. 3) dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yakni sebagai berikut.

1.     Alat untuk mengetahui tercapai-tidaknya tujuan instruksional.

2.     Umpan balik bagi perbaikan proses belajar-mengajar.

3.     Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya.

 

Prinsip Evaluasi

Dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan pasal 5, dijelaskan bahwa prinsip evaluasi atau penilaian hasil belajar antara lain adalah sebagai berikut.

1.     Sahih, yang berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang diukur.

2.     Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.

3.     Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

4.     Terpadu, berarti penilaian merupakan salah satu komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

5.     Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

6.     Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau dan menilai perkembangan kemampuan peserta didik.

7.     Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.

8.     Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.

9.     Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segimekanisme, prosedur, teknik, teknik, maupun hasilnya.

 

Pendekatan Evaluasi Pembelajaran

Dilihat dari komponen pembelajaran, pendekatan evaluasi dapat dibagi dua, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan sistem.

Pendekatan Tradisional

Menurut Arifin (2017, hlm. 85-86) pendekatan evaluasi tradisional berorientasi pada praktik evaluasi yang telah berjalan selama ini di sekolah yang ditujukan pada perkembangan aspek intelektual peserta didik. Aspek-aspek keterampilan dan pengembangan sikap kurang mendapatkan perhatian yang serius.

Dengan kata lain, peserta didik hanya dituntut untuk menguasai mata pelajaran. Kegiatan-kegiatan evaluasi juga lebih difokuskan pada komponen produk saja, sementara komponen proses cenderung diabaikan. Hasil kajian Spencer cukup memberikan gambaran betapa pentingnya evaluasi pembelajaran.

Pendekatan Sistem

Evaluasi pendekatan sistem adalah evaluasi yang dilakukan melalui sistem atau totalitas dari berbagai komponen yang saling berhubungan dan ketergantungan. Komponen evaluasi yang dimaksud meliputi komponen kebutuhan dan feasibility, komponen input, komponen proses, dan komponen produk  (Arifin, 2017, hlm. 86).

Stuffebeam menyingkatnya sebagai CIPP, yakni context, input, process, product. Komponen-komponen ini harus menjadi landasan pertimbangan dalam evaluasi pembelajaran secara sistematis. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya menyentuh komponen produk saja.

Mudahnya pendekatan ini tidak hanya mempertimbangkan penilaian kognitif atau penguasaan mata pelajaran saja. Namun melibatkan seluruh komponen yang ada, misalnya keaktifan, afeksi, karakter, atau berbagai komponen lain yang dibutuhkan dalam suatu pembelajaran.

 

Jenis Evaluasi dalam Pembelajaran

Membicarakan jenis evaluasi sebetulnya sangatlah bergantung dari pembeda atau dikotomi apa yang digunakan dalam membedakan jenisnya. Namun, pada umumnya evaluasi dalam pembelajaran biasa dibagi dari segi teknik terlebih dahulu. Kemudian, masing-masing teknik akan memiliki penilaian dan alat penilaian yang berbeda pula.

Menurut (Arikunto, 2016, hlm. 41) Teknik evaluasi dibagi menjadi dua, yakni teknik tes dan teknik non-tes. Berikut adalah penjelasannya.

Evaluasi Tes

Tes merupakan suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain, tes bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasanbatasan. Tes mempunyai fungsi ganda, yaitu untuk mengukur peserta didik dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran.

Menurut Heaton (dalam Arifin, 2017, hlm. 118) membagi tes menjadi empat bagian, yakni tes prestasi belajar, tes penguasaan, tes bakat, dan tes diagnostik. Untuk melengkapi pembagian jenis tes tersebut, Brown menambahkan satu jenis tes lagi yang disebut tes penempatan. Masing-masing penjelasan mengenai jenis tes tersebut sama saja dengan penjelasan fungsi evaluasi yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.

Evaluasi jenis tes sendiri dapat dibagi setidaknya menjadi dua jenis, yakni: tes uraian (esai), dan tes objektif. Berikut adalah pemaparannya.

Tes Bentuk Uraian (Esai)

Disebut bentuk uraian, karena menuntut peserta didik untuk menguraikan, mengorganisasikan dan menyatakan jawaban dengan kata-katanya sendiri dalam bentuk, teknik, dan gaya yang berbeda satu dengan lainnya. Dilihat dari luas atau sempitnya materi yang dinyatakan, bentuk tes uraian dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni sebagai berikut.

Uraian Terbatas

Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-pokok penting yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.

Uraian Bebas

Peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru tetap harus mempunyai acuan dan patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik nanti.

Tes Objektif

Tes objektif adalah pengukuran yang berdasarkan pada penilaian atas kemampuan siswa dengan soal menjelaskan jawaban yang benar atau yang salah soal dengan bobot nilai yang tetap. Dalam tes ini subjektivitas guru ketika melakukan pemberian nilai tidak ikut ambil bagian atau ikut berpengaruh. Terdapat beragam macam tes objektif meliputi beberapa jenis di bawah ini.

1.     Tes Pilihan Alternatif

Bentuk tes pilihan alternatif ditandai oleh butir soal yang diikuti oleh dua penilaian. Dari dua pilihan siswa diminta memilih salah satu yang dianggap paling tepat.

2.     Tes Pilihan Ganda

Tes jenis pilihan ganda adalah suatu bentuk tes dengan jawaban tersedia atas 3 atau 4 serta option pilihannya dan hanya satu jawaban yang tepat.

3.     Tes Objektif Menjodohkan

Soal bentuk menjodohkan atau memasangkan terdiri dari suatu premis, suatu daftar kemungkinan jawaban, dan suatu petunjuk untuk menjodohkan masing-masing premis itu dengan suatu kemungkinan jawaban. Biasanya nama, tanggal/tahun, istilah, frase, pernyataan, bagian dari diagram, dan sejenisnya digunakan sebagai premis.

4.     Tes Bentuk Benar atau Salah

Benar Tes benar salah ditekankan mengandung atau tidaknya kebenaran dalam pernyataan yang hendak dinilai peserta didik. Peseta didik menjawab dengan menetapkan apakah pernyataan yang disajikan itu salah atau benar dalam arti mengandung atau tidak mengandung kebenaran.

 

Evaluasi Non Tes

Menurut Hasyim (dalam Zein & Darto, 2012, hlm.47) evaluasi non test adalah penilaian yang mengukur kemampuan peserta didik secara langsung dengan tugas-tugas yang riil. Evaluasi non tes memiliki sifat yang lebih komprehensif, artinya dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek dari individu sehingga tidak hanya untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik, yang dinilai saat proses pelajaran berlangsung (Sudjana. 2017, hlm. 67).

Beberapa jenis evaluasi non tes menurut Arikunto (2016, hlm. 41) adalah sebagai berikut.

1.     Skala Bertingkat

Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan “Rating gives a numerical value to some kind of judgement” maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka.

2.     Angket

Angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Angket merupakan instrumen evaluasi nontes yang berupaya mengukur diranah afektif di dalam kelas maupun diluar kelas.

3.     Daftar Cocok

Yakni deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√ ) ditempat yang sudah disediakan.

4.     Wawancara

Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan cara tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.

5.     Pengamatan atau Observasi

Pengamatan atau observasi adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan menggunakan indra secara langsung. Pengamatan atau observasi merupaka suatu kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana pelaksanaan suatu tindakan telah dilaksanakan dan untuk mengevaluasi ketepatan tindakan yang dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan cara menggunakan instrumen (formulir) yang sudah dirancang sebelumnya.

 

Referensi

1.     Arifin, Zainal. (2017). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

2.     Asrul, Ananda, R., Rosnita. (2015). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Citapustaka Media.

3.     Febriana, Rina. (2019). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

4.     Arikunto, Suharsimi. (2016). Dasar-dasar Evaluasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

5.     Nana Sudjana. (2017). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

6.     Purwanto, Ngalim. (2013). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

7.     Zein mas’ud dan Darto. (2012). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Riau: Daulat Riau.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional
  2. Masa Kemerdekaan Indonesia (1945–1950)
  3. Contoh Soal Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat MI/SD
  4. Contoh Teks Cerita Inspiratif Beserta Strukturnya (Berbagai Tema)
  5. Kritik Dan Esai: Pengertian, Sistematika, Kaidah Dan Contoh

Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional

 

Taksonomi Bloom merupakan salah satu gebrakan pendidikan yang memberikan pengaruh besar terhadap bagaimana evaluasi pendidikan bahkan penyelenggaraan pendidikan secara umum dilaksanakan. Mengapa? Karena Taksonomi ini dapat mengidentifikasi kemampuan berpikir mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Tentunya saat kita mampu membagi kemampuan berpikir, maka kita juga dapat membuat indikator, soal, dan evaluasi sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dari tujuan pendidikan.

Sebelum Taksonomi Bloom dikenalkan, berbagai materi, soal, dan pembelajaran yang diberikan di sekolah hanyalah berupa transfer ilmu dan hafalan semata. Isu tersebut diutarakan oleh Bloom dan kawan-kawan dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika pada awal tahun 1950. Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan mereka saja.

Padahal, tujuan dari pembelajaran di sekolah adalah ingin memaksimalkan potensi diri, kemampuan kognitif (berpikir), dan keterampilan siswa, bukan sekedar mampu menjawab soal dari hafalan saja. Hal ini juga urgensinya semakin besar di abad-21 di mana informasi sudah dapat disebarkan dan diakses dengan cepat tanpa harus mengingatnya. Kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan daya kreasi peserta didik menjadi yang utama, bukan pengetahuan dan hafalannya saja.

Taksonomi Bloom

Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom adalah struktur hierarki yang mengidentifikasikan kemampuan kognitif mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi.

Dalam Taksonomi Bloom, tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu, ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Pada ranah kognitif, memuat tujuan pembelajaran dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi yakni evaluasi. Singkatnya, taksonomi Bloom membagi kemampuan tingkat berpikir atau kognitif (cognitive) menjadi 6 tingkat, menjadi:

1.     C1 – Pengetahuan

2.     C2 – Pemahaman

3.     C3 – Penerapan

4.     C4 – Analisis

5.     C5 – Sintesis

6.     C6 – Evaluasi

*C merepresentasikan cognitive yang berarti kognitif.

Revisi Taksonomi Bloom

Seiring perkembangan teori pendidikan, Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme lainnya merevisi taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom (Effendi, 2015, hlm.73).

Pada Revisi Taksonomi Bloom, Tingkatan berpikir tersebut dikelompokkan lagi menjadi dua, yakni C1 hingga C3 sebagai Low Order Thinking Skill atau kemampuan berpikir tingkat rendah, dan C4 hingga C6 sebagai Higher Order Thinking Skill yang berarti kemampuan berpikir tingkat tinggi. Setiap poin tingkat kognitifnya juga mengalami sedikit penyesuaian.

Menurut Tim Pusat Penilaian Pendidikan (2019, hlm.3) dalam Taksonomi Bloom yang direvisi oleh Krathwohl dan Anderson, dirumuskan 6 level proses berpikir, yaitu:

1.     mengingat (remembering),
yakni mengingat kembali suatu fakta atau gagasan;

2.     memahami (understanding),
yaitu mampu menerjemahkan suatu konsep, kaidah, atau prinsip;

3.     menerapkan (applying),
mampu memecahkan suatu masalah menggunakan metode, konsep, atau prosedur;

4.     menganalisis (analyzing),
dapat mengenali, menguraikan, serta mengkritisi suatu struktur, bagian atau hubungan;

5.     mengevaluasi (evaluating),
mampu menilai hasil karya, mutu suatu tulisan berdasarkan norma internal, dan

6.     mengkreasi (creating),
yaitu dapat menghasilkan karangan, teori, klasifikasi, proposal, tulisan ilmiah, karya.

Untuk memperjelas revisi yang dilakukan oleh Krathwohl & Anderson, berikut adalah perbandingan Taksonomi Bloom sebelum dan sesudah di revisi.

No.

Taksonomi Bloom

Revisi Taksonomi Bloom

Dimensi Proses Berpikir

C1

Pengetahuan

Mengingat

Lower Order Thinking Skills

C2

Pemahaman

Memahami

C3

Penerapan

Mengaplikasikan

C4

Analisis

Menganalisis

Higher Order Thinking Skills

C5

Sintesis

Mengevaluasi

C6

Evaluasi

Mengkreasi

Dalam revisi Taksonomi Bloom ini pula, tingkat berpikir siswa dibedakan menjadi dua yaitu berpikir tingkat rendah/dasar dan berpikir tingkat tinggi. Menurut Resnick dan Thompson (dalam Dewanti, 2020, hlm. 19) berpikir tingkat dasar (lower order thinking) hanya menggunakan proses terbatas pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis, sedangkan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) membuat peserta didik untuk menginterpretasikan, menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak monoton.

Kini, HOTS atau Higher Order Thinking Skills menjadi fokus utama dalam menyelenggarakan evaluasi pendidikan. Hal ini tentunya karena tingkat kemampuan berpikir tersebutlah yang dibutuhkan untuk menghadapi abad-21. Dalam penerapannya, Taksonomi Bloom harus memiliki indikator yang konkret sehingga mampu memberikan gambaran yang konkret pula pada penilaian kemampuan berpikir peserta didik. Indikator-indikator tersebut disebut sebagai kata kerja operasional atau disingkat KKO.

Kata Kerja Operasional (KKO)

KKO atau Kata kerja operasional adalah kata kerja konkret yang merepresentasikan bahwa suatu indikator atau indikasi telah dilaksanakan, sehingga dapat diukur atau dinilai seberapa kuat indikator tersebut muncul dalam diri peserta didik. Misalnya, jika indikator yang ingin diketahui adalah kemampuan “Menganalisis” maka beberapa kata kerja operasional yang dapat mewakili indikator tersebut adalah peserta didik dapat “menguraikan”, “mengenali”, “membandingkan”, “mendeteksi”, “memeriksa”, “mengkritisi”, atau “menguji” suatu materi tertentu.

Indikator “Menganalisis” dapat disampaikan sebagai berikut: “Siswa mampu mengidentifikasi pola penulisan eksplanasi”. Sementara itu, soal evaluasi yang dapat diberikan berdasarkan kriteria indikator tersebut adalah “Identifikasi beberapa teks di atas, pola penulisan eksplanasi apa yang digunakan? jelaskan buktinya” atau “Teks di atas disusun dengan pola penulisan teks eksplanasi apa? Kemukakan alasanmu!”

Kata kerja operasional dibagi menjadi beberapa ranah meliputi: kognitif (kemampuan berpikir/menalar), afektif (perasaan/karakter/sikap), dan psikomotor (kemampuan fisik/campuran). Menurut Tim Kemkes (2018) Berikut adalah tabel-tabel kata kerja operasional (KKO) yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan Taksonomi Bloom yang telah direvisi menjadi indikator yang konkret.

KKO Ranah Kognitif

Mengingat

(C1)

Memahami

(C2)

Menerapkan

(C3)

Menganalisis

(C4)

Mengevaluasi

(C5)

Menciptakan

(C6)

Menemukenali Mengingat kembali Membaca Menyebutkan Melafalkan/melafazkan
Menuliskan Menghafal Menyusun daftar Menggarisbawahi Menjodohkan
Memilih
Memberi definisi Menyatakan

Menjelaskan Mengartikan
Menginterpretasikan
Menceritakan Menampilkan Memberi contoh Merangkum Menyimpulkan Membandingkan Mengklasifikasikan
Menunjukkan Menguraikan Membedakan Menyadur Meramalkan Memperkirakan Menerangkan Menggantikan
Menarik kesimpulan Meringkas Mengembangkan
Membuktikan

Melaksanakan Mengimplementasikan Menggunakan Mengonsepkan Menentukan Memproseskan Mendemonstrasikan Menghitung Menghubungkan Melakukan Membuktikan Menghasilkan Memperagakan Melengkapi Menyesuaikan Menemukan

Mendiferensiasikan Mengorganisasikan Mengatribusikan Mendiagnosis Memerinci Menelaah Mendeteksi Mengaitkan Memecahkan Menguraikan Memisahkan Menyeleksi Memilih Membandingkan Mempertentangkan Menguraikan Membagi
Membuat diagram Mendistribusikan Menganalisis Memilah-milah Menerima pendapat

Mengecek Mengkritik Membuktikan Mempertahankan Memvalidasi Mendukung Memproyeksikan Memperbandingkan Menyimpulkan Mengkritik Menilai Mengevaluasi Memberi saran Memberi argumentasi Menafsirkan Merekomendasi
Memutuskan

Membangun Merencanakan Memproduksi Mengkombinasikan Merangcang Merekonstruksi Membuat Menciptakan Mengabstraksi Mengkategorikan Mengkombinasikan Mengarang Merancang Menciptakan Mendesain Menyusun kembali Merangkaikan
Menyimpulkan Membuat pola

KKO Ranah Afektif

Menerima

(A1)

Merespons

(A2)

Menghargai

(A3)

Mengorganisasikan

(A4)

Karakterisasi Menurut Nilai

(A5)

Menanyakan Memilih Mengikuti Menjawab Melanjutkan Memberi Menyatakan Menempatkan

Melaksanakan Membantu Menawarkan diri Menyambut Menolong Mendatangi Melaporkan Menyumbangkan Menyesuaikan diri Berlatih Menampilkan Membawakan Mendiskusikan Menyatakan setuju Mempraktekkan

Menunjukkan Melaksanakan Menyatakan pendapat Mengambil prakarsa Mengikuti Memilih Ikut serta Menggabungkan diri Mengundang Mengusulkan Membedakan Membimbing Membenarkan Menolak Mengajak

Merumuskan Berpegang pada Mengintegrasikan Menghubungkan Mengaitkan Menyusun Mengubah Melengkapi Menyempurnakan Menyesuaikan Menyamakan Mengatur Memperbandingkan Mempertahankan Memodifikasi Mengorganisasi Mengkoordinir Merangkai

Bertindak Menyatakan Memperhatikan Melayani Membuktikan Menunjukkan Bertahan Mempertimbangkan Mempersoalkan

KKO Ranah Psikomotor

Meniru

(P1)

Manipulasi

(P2)

Presisi

(P3)

Artikulasi

(P4)

Naturalisasi

(P5)

Menyalin Mengikuti Mereplikasi Mengulangi Mematuhi Membedakan Mempersiapkan Menirukan Menunjukkan

Membuat kembali Membangun Melakukan Melaksanakan Menerapkan Mengawali Bereaksi Mempersiapkan Memprakarsai Menanggapi Mempertunjukkan Menggunakan Menerapkan

Menunjukkan Melengkapi Menunjukkan, Menyempurnakan Mengkalibrasi Mengendalikan Mempraktekkan Memainkan Mengerjakan Membuat Mencoba’ Memposisikan

Membangun Mengatasi Menggabungkan Koordinat, Mengintegrasikan Beradaptasi Mengembangkan Merumuskan Memodifikasi Memasang Membongkar Merangkaikan Menggabungkan Mempolakan

Mendesain Menentukan Mengelola Menciptakan Membangun Membuat Mencipta menghasilkan karya Mengoperasikan Melakukan Melaksananakan Mengerjakan Menggunakan Memainkan Mengatasi Menyelesaikan

Referensi

1.     Dewanti, A.J. (2020). Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas vii mts muslim pancasila wonotirto blitar dalam pemecahan masalah matematika pada materi segi empat ditinjau dari gaya belajar. S-1 Skripsi, IAIN Tulungagung.

2.     Effendi, Ramlan. (2015). Konsep revisi taksonomi bloom dan implementasinya pada pelajaran matematika smp. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 2, (1).

3.     Tim Pusat Penilaian Pendidikan. (2019). Panduan penulisan soal hots (higher order thinking skills). Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis
  2. Masa Kemerdekaan Indonesia (1945–1950)
  3. Contoh Soal Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat MI/SD
  4. Contoh Teks Cerita Inspiratif Beserta Strukturnya (Berbagai Tema)
  5. Kritik Dan Esai: Pengertian, Sistematika, Kaidah Dan Contoh

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...