BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam rentan waktu yang cukup panjang
telah banyak terjadi pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dan golongan tertentu dengan berbagai tujuan.
Maka tidaklah mengherankan jika umat
Islam sangat memberikan perhatian yang khusus terhadap hadis terutama dalam
usaha pemeliharaan, jangan sampai punah atau hilang bersama dengan hilangnya
generasi Sahabat, mengingat pada sejarah awal Islam, hadis dilarang ditulis
dengan pertimbangan kekhawatiran percampuran antara al-Qur’an dengan hadis
serta pertimbangan lainnya.
Dalam berbagai riwayat menyebutkan
bahwa kalangan sahabat pada masa itu cukup banyak yang menulis hadis secara
pribadi, tetapi kegiatan penulisan tersebut selain dimaksudkan untuk
kepentingan pribadi juga belum bersifat massal.
Atas kenyataan inilah maka ulama hadis
berusaha membukukan hadis Nabi. Dalam proses pembukuan selain harus melakukan
perjalanan untuk menghubungi para periwayat yang tersebar di berbagai daerah
yang jauh, juga harus mengadakan penelitian dan penyelesaian terhadap
suatu hadis yang akan mereka bukukan. Karena itu proses pembukuan
hadis secara menyeluruh mengalami waktu yang sangat panjang.
Adapun sejarah penulisan hadis secara
resmi dan massal dalam arti sebagai kebijakan pemerintah barulah terjadi pada
masa pemerintahan khali>fah Umar Bin Abdul Aziz, dengan alasan
khawatir terhadap hilangnya hadis nabi bersamaan dengan meninggalnya para ulama
di medan perang dan juga khawatir akan bercampurnya hadis-hadis s}ah}i>h}
dengan hadis-hadis palsu.
Di pihak lain bahwa dengan semakin
meluasnya daerah kekuasaan Islam, sementara kemampuan antara Ta>bi’i>n
yang satu dengan lainnya tidak sama, maka dengan jelas kondisi ini memerlukan
adanya kodofikasi atau pembukuan hadis.
Sepanjang sejarah, hadis-hadis yang
tercantum dalam berbagai kitab hadis, telah melalui proses penelitian yang
sangat rumit, baru kemudian menghasilkan karya yang diinginkan oleh para
penghimpunnya. Sebagai implikasi dari penyeleksian dan pembukuan hadis-hadis
tersebut maka muncullah berbagai kitab hadis.
Salah satu bentuk atau corak
kitab-kitab hadis yang muncul pada awal masa pembukuan hadis adalah al-masa>ni>d.
Berikut ini, penulis akan mencoba membahas mengenai tipologi al-masa>ni>d
dan segala hal yang berkaitan dengannya. Walla>hu al-musta‘a>n wa a‘lamu bi al-s}awwa>b.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
al-Masa>ni>d
Menurut
bahasa, al-masa>ni>d atau al-masa>nid merupakan bentuk plural
(jama‘) dari kata al-musnad (المسند) yang merupakan ism
maf‘u>l dari lafal thula>thi (سند). Ibnu Fa>ris menyatakan
bahwa makna sanada yaitu:
انضمام الشيء إلى الشيء[1]
“Menggabungkan
sesuatu kepada sesuatu.”
Selain
itu, kata sanada memiliki arti:
ما ارتفع من الأرض[2]
“Sesuatu
yang lebih tinggi dari tanah.”
Jika disebutkan (فلان سند)
artinya mu’tamad (dapat dipercaya). Kemudina kata sanada juga berarti al-raqyu
(naik) dan al-irtifa>’ (tinggi). Kalimat (أسند الحديث)
bermakna menyandarkan hadis kepada sang pembicara (رفعه إلى قائله).
Sedangkan menurut istilah kata al-musnad
memiliki dua makna:
1.
Menyandarkan
hadis kepada orang yang mengatakannya (raf’u al-ah}a>di>th ila
qa>’ilihi)
2.
Kitab hadis
yang menghimpun hadis-hadis setiap Sahabat secara tersendiri dengan tanpa
melihat permasalahan atau topik pembicaraan (mawd}u>’) hadis ataupun
derajatnya. Dan definisi yang kedua inilah yang sesuai dengan pembahasan pada
makalah ini, yaitu membahas mengenai kitab-kitab hadis yang memiliki tipologi al-masa>ni>d
(mengumpulkan hadis yang disusun menurut nama ra>wi pertama yang
menerima hadis dari Nabi, yaitu Sahabat).
Di antara kitab-kitab yang memiliki
tipologi al-masa>ni>d sebagai berikut:
1.
Musnad al-H{umaydi
2.
Musnad Ahmad
bin Hanbal
3.
Musnad Abu
Ya’la al-Maws}ili
4.
Musnad Abu
Dawud al-T{aya>lisi
5.
Musnad
Ish}a>q bin Ra>hawayh
6.
Musnad Abu
‘Uwa>nah al-Isfara>’ayni, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Namun, terdapat beberapa kitab-kitab al-musnad
namun susunannya tidak sesuai dengan tipologi susunan al-masa>ni>d
(disusun sesuai riwayat Sahabat tertentu), akan tetapi susunannya menggunakan
bab-bab fikih, seperti:
a.
kitab Musnad
al-Dara>mi
b.
Kitab Musnad
al-Sha>fi’I
c.
Kitab Musnad
‘Abdullah bin al-Muba>rak
d.
Kitab al-Ja>mi‘
al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar min Umu>ri Rasu>lillah wa
Sunanihi wa Ayya>mihi karya al-Bukha>ri
e.
Kitab al-Musnad
al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar min al-Sunan bi Naql al-‘Adl ‘an Rasu>lillah
karya Muslim bin Hajja>j.[3]
Ada pula kitab al-musnad
yang susunannya sesuai bab-bab adab seperti kitab Musnad al-Shiha>b
karya Abu ‘Abdillah Muhammad bin Sala>mah al-Qad}a>’I dan Musnad
al-Firdawus karya Abu al-Mans}u>r al-Daylami.[4]
Kitab-kitab yang dikecualikan
tersebut menggunakan nama al-musnad pada kitabnya meskipun susunannya
tidak berdasarkan riwayat Sahabat secara khusus, dikarenakan penyusun kitab
tersebut bermaksud ingin menyebutkan hadis beserta sanadnya dalam
karyanya, atau menyebutkan hadis-hadis beserta rangkaian sanad-sanadnya
hingga sampai kepada orang yang mengatakan hadis tersebut. Hal ini sesuai
dengan definisi al-musnad yang pertama, yaitu menyandarkan hadis kepada
orang yang mengatakannya (raf’u al-ah}a>di>th ila qa>’ilihi).
B.
Perkembangan
al-Masa>ni>d
Dimulainya kegiatan kodifikasi
hadis memberikan banyak peran terhadap perkembangan keilmuan hadis, terutama
mengenai metode serta corak yang digunakan oleh para ahli hadis dalam
menghimpun hadis-hadis Nabi pada suatu kitab. Berbagai metode, corak ataupun tipologi
bermunculan demi memudahkan generasi setelahnya dalam mengkaji serta meneliti
hadis Nabi, seperti al-muwat}t}a’a>t, al-masa>ni>d,
al-mus}annafa>t, al-ma’a>jim dan sebagainya.
Para pegiat pengumpul hadis baru mulai
menggunakan metode al-masa>ni>d (menghimpun hadis sesuai riwayat
dari ra>wi> al-a‘la> atau Sahabat) pada permulaan masa
kodifikasi sumber-sumber literatur hadis, yaitu pada akhir abad kedua hijriyah
atau awal abad ketiga hijriyah. Hal ini dikarenakan para ulama hadis al-mutaqaddimi>n
sangat giat dan bersungguh-sungguh dalam memisahkan hadis-hadis Nabi
berdasarkan riwayat Sahabat secara khusus. Ibnu Hajar al-‘Asqala>ni
memberikan pernyataan:
رأى بعض الأئمة أن يفرد حديث النبي صلى الله عليه وسلم خاصة, وذلك على رأس المائتين, فصنف عُبيد الله بن موسى العَبْسي الكوفي مسنداً, وصنف مُسَدَّد بن مُسَرْهَد البصري مسنداً[5]
“Sebagian
ulama hadis berinisiatif menyendirikan hadis Nabi Saw. secara khusus, dan hal
itu terjadi pada permulaan abad kedua. Maka ‘Ubaydullah bin Mu>sa al-‘Absi
al-Ku>fi membuat musnad, dan Musaddad bin Musarhad al-Basa}ri juga
membuat musnad.”
Namun, ulama hadis berbeda
pendapat mengenai siapa yang pertama kali membuat musnad. Perbedaan
pendapat tersebut terangkum dalam tiga pendapat:
1.
Orang yang
pertama kali membuat musnad adalah ‘Ubaydullah bin Mu>sa al-‘Absi
al-Ku>fi (w. 213 H) dan Abu Dawud Sulayma>n bin Dawud al-T{aya>lisi
al-Bas}ari (w. 203 H).
Pendapat
ini diamini oleh al-Ha>kim, Ibnu al-Jawzi, Abu al-Sa‘a>da>t Ibnu
al-Athi>r, al-Zarkashi dan lainnya. Pada pembahasan sebelumnya, Ibnu Hajar
al-‘Asqala>ni menyebutkan orang yang lebih dahulu membuat musnad
adalah ‘Ubaydullah bin Musa kemudian Musaddad bin Musarhad. Sedangkan Ibnu
S{ala>h} menyebutkan al-T{aya>lisi lebih dahulu, ia mengatakan:
كتب المسانيد غير ملتحقة بالكتب الخمسة وما جرى مجراها في الاحتجاج بها... كمسند أبي داود الطيالسي و مسند عبيد الله بن موسى[6]
“Kitab-kitab al-masa>ni>d
yang tidak mengikuti kutub al-khamsah dan yang semisalnya pada
pengambilan hujjah dengannya… seperti Musnad Abu Dawud al-T{aya>lisi
dan Musnad ‘Ubaydullah bin Mu>sa.”
2.
Orang yang
pertama kali membuat musnad yaitu Nu‘aym bin H}amma>d al-Khuza>‘I
al-Mis}ri (w. 228 H) dan Asad bin Mu>sa al-Umawi al-Mis}ri yang lebih
dikenal dengan Asad al-Sunnah (w. 213 H).
Ahmad
bin Hanbal menyatakan:
أول من
رأيناه يكتب المسند: نُعيم ابن
حماد[7]
“Orang yang pertama kali kami lihat menulis musnad adalah
Nu‘aym bin H{amma>d.”
Al-Khat}i>b al-Baghda>di menambahkan
komentar terhadap ungkapan al-Da>ruqut}ni yang memberikan pernyataan bahwa
orang yang pertama kali membuat Musnad adalah Nu‘aym. Abu Bakar Al-Khat}i>b
al-Baghda>di memberikan penguat terhadap pernyataan tersebut:
قال أبو الحسن الدارقطني: « وأول من صنف
مسندا وتتبعه نعيم بن حماد »
قال
أبو بكر : وقد صنف أسد بن
موسى المصري مسندا وكان أسد أكبر من نعيم سنا وأقدم سماعا فيحتمل أن يكون نعيم
سبقه إلى تخريج المسند وتتبع ذلك في حداثته وخرج أسد بعده على كبر سنه[8]
“Abu
al-H{asan al-Da>ruqut}ni berkata: Dan orang yang pertama kali membuat musnad
dan menelitinya adalah Nu‘aym bin H{amma>d. Abu Bakar berkomentar: Asad bin
Mu>sa al-Mis}ri telah membuat Musnad, dan Asad lebih senior dan lebih
dahulu melakukan sima>’ dari pada Nu‘aym. Maka kemungkinan bahwa
Nu‘aym mendahuluinya (Asad) dalam mengeluarkan musnad serta melakukan
penelitian terhadapnya pada usia masih muda, kemudian Asad mengeluarkan musnad
setelahnya (Nu’aym) pada usia yang sudah tua.”
3.
Pelopor musnad
sesuai daerahnya. Mengenai hal ini, Abu Ah}mad ‘Abdullah bin ‘Adiy
al-Jurja>ni menyebutkan:
وليحيى الحِمَّاني مسند صالح ويقال انه أول من صنف المسند بالكوفة وأول من صنف
المسند بالبصرة مسدد وأول من صنف المسند بمصر أسد السنة
وأسد قبلهما وأقدم موتا[9]
“Dan
Yah}ya al-H{imma>ni memiliki musnad yang S{a>lih} dan
dikatakan bahwa dia (Yah}ya) adalah orang yang pertama membuat musnad di
Kufah, dan orang pertama membuat musnad di Bas}rah adalah Musaddad, dan
yang pertama membuat musnad di Mesir yaitu Asad al-Sunnah. Dan Asad
lebih dahulu membuat musnad dari pada Yahya dan Musaddad serta lebih
dahulu wafat.”
Dari ketiga pendapat ini, telah dilakukan
penelitian kemudian tarji>h} (penguatan) yang diungkapkan oleh
Dakhi>l bin S}a>lih} al-Luh}ayda>n terhadap pendapat-pendapat di atas.
Tarji>h} tersebut memberikan pernyataan bahwa yang pertama kali menulis Musnad
adalah:
1. Nu‘aym
bin H{amma>d al-Khuza>’I al-Mis}ri (w. 228 H)
2. ‘Ubaidullah
bin Mu>sa al-‘Absi (w. 213 H)
3. Asad
al-Sunnah (w. 213 H)[10]
Nu‘aym bin H{amma>d menjadi pelopor
pembuatan musnad dengan pertimbangan bahwa Nu‘aym melakukan penelitian
serta menulis musnad ketika masih muda. Kemudian dilihat dari ungkapan
Ahmad bin H{anbal yang menyatakan bahwa:
أول من قدم علينا في أخر عمر هُشَيم يطلب المسند: نُعَيم بن حماد[11]
“Orang
yang pertama kali mendahului kami di penghujung umur Hushaym yang meminta Musnad
adalah Nu‘aym bin H{amma>d.”
جاءنا
نعيم بن حماد ونحن على باب هُشَيم
نتذاكر المقطعات فقال:
جمعتم حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: فعُنينا
بها منذ يومئذ[12]
“Nu‘aym
bin H{amma>d datang kepada kami, dan kami sedang berada di pintu Hushaym sedang
mengulang al-muqat}t}a‘a>t, kemudian ia (Nu‘aym) berkata: Apakah kalian
semua telah menghimpun hadis Rasulullah Saw? Lalu Ahmad berkata: Sejak saat itu
kami sangat memperhatikan hadis-hadis Nabi.”
Hushaym yang dimaksud di sini adalah Hushaym
Ibnu Bashi>r al-Wa>sit}i> (w. 183 H). Dan Nu‘aym telah menghimpun musnadnya
sebelum masa kematian Hushaym. Sehingga jelaslah bahwa pendapat mengenai Nu‘aym
yang mempelopori penghimpunan musnad bisa diunggulkan. Hal ini juga
menjadi penguat terhadap apa yang telah disebutkan oleh al-Khat}i>b
al-Baghda>di sebelumnya.
Adapun pendapat yang menyatakan
bahwa al-T{aya>lisi juga termasuk pelopor penghimpunan musnad, perlu
ditinjau ulang. Karena al-T{aya>lisi bukanlah orang yang menghimpun langsung
musnadnya. Abu Nu‘aym al-As}baha>ni mengatakan:
صنف أبو مسعود الرازي ليونس بن حبيب مسند أبي داود[13]
“Abu Mas‘u>d
al-Ra>zi membuat musnad Abu Da>wud untuk Yunus bin H{abi>b.”
Abu Mas’ud di sini adalah
al-H{a>fiz} Ah}mad bin al-Fura>t bin Kha>lid al-Ra>zi
al-As}baha>ni (w. 258 H), ia mendengar hadis dari Abu Da>wud dan lainnya.
Sedangkan Yunus bin H{abi>b al-‘Ajali (w. 267) adalah orang yang
meriwayatkan musnad hadis al-T{aya>lisi. Mengenai hal ini Ibnu Hajar
al-‘Asqala>ni memberikan pernyataan:
وهذا المسند
يسير بالنسبه لما كان عنده فقد كان يحفظ أربعين ألف حديث والسبب في ذلك عدم تصنيفه
هو له إنما تولى جمعه بعض حفاظ الأصبهانيين من حديث يونس بن حبيب[14]
“Musnad
ini sangat sederhana jika dibandingkan dengan banyaknya riwayat darinya
(al-T{aya>lisi), ia menghafal 40.000 hadis. Dan sebabnya adalah karena ia
tidak menulis sendiri kitabnya, melainkan ia menyerahkan perkara penulisan riwayatnya
kepad para huffa>z} al-As}bahani dari hadis Yu>nus bin H{abi>b.”
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa pelopor
sesuai daerahnya masing-masing, pendapat ini bisa diterima, karena dalam satu
daerah terdapat lebih dari satu orang yang menjadi pelopor pengumpul masa>ni>d.
Nu‘aym dan Asad al-Sunnah dari Mesir, ‘Ubaydullah al-‘Absi dan Yah}ya
al-H{imam>ni dari Kufah, al-T{aya>lisi dan Musaddad dari Bas}rah, dan
semuanya termasuk orang yang dianggap menjadi pelopor dalam pembuatan masa>nid.
Dari argumentasi serta penilaian
juga penelitian yang dilakukan oleh Dakhi>l bin S{a>lih} al-Luhayda>n
tersebut, penulis mengamini terhadap apa yang telah diteliti melihat berbagai
fakta serta penelitian di lapangan serta tinjauan historis mengarah kepada
pembenaran terhadap penilaian tersebut. Sehingga,bisa disimpulkan bahwa
pendapat yang diungkapkan oleh Dakhi>l bin S{a>lih} al-Luhayda>n
tersebut, benar adanya dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan bisa diterima
oleh akal dan di benarkan.
C.
Mara>tib
al-Masa>ni>d
Seperti kebanyakan kitab-kitab
yang merangkum hadis Nabi terdapat mara>tib mana yang paling s}ah}i>h},
yang bisa dijadikan hujjah serta yang bercampur antara yang s}ah}i>h}
dengan selainnya, begitu pula kitab-kitab al-masa>nid. Hadis-hadis
dalam al-masa>ni>d ada yang merupakan hadis pilihan pengarangnya,
hadis-hadis yang terkena ‘illat ataupun hadis secara umum. Berikut
klasifikasi mara>tib al-masa>nid:
1.
Al-Masa>ni>d
al-Muntaqa>h
Al-masa>ni>d al-muntaqa>h
ini dianggap sebagai masa>ni>d yang paling s}ah}i>h},
karena pengarang kitab musnad ini melakukan seleksi terhadap hadis-hadis
yang akan dicantumkan dalam musnadnya. Seleksi tersebut dilakukan dengan
melihat riwayat-riwayat dari Sahabat yang paling s}ah}i>h} dan bagus.
Namun, meskipun mayoritas hadis-hadis pilihan tersebut disebut sabagai as}ah}h}u
al-masa>ni>d atau as}ah}h}u ma> fi al-ba>b, tidaklah melazimkan
kes}ah}i>h}an seluruh musnad itu sendiri ataupun kes}ah}i>h}an
hadis yang ada dalam musnad seperti yang dimaksud dalam definisi hadis s}ah}i>h
pada umumnya. Zayn al-Di>n al-‘Ira>qi mengatakan:
لا يازم من كونه يُخرج أمثل ما يجد عن الصحابي, أن يكون جميع ما خرَّجه صحيحاً, بل هو أمثل بالنسبة لما تركه[15]
“tidaklah melazimkan dari kondisi musnad
paling ideal yang diriwayatkan dari Sahabat, menunjukkan bahwa keseluruhan apa
yang dikeluarkan dalam musnad itu s}ah}i>h}, namun riwayat
tersebut hanya paling ideal dibandingkan dengan apa yang ia tinggalkan.”
Kitab masa>ni>d yang
termasuk al-masa>ni>d al-muntaqa>h seperti:
a.
Musnad
Ahmad bin Hanbal al-Shayba>ni (w. 142 H)
b.
Musnad
Ish}a>q bin Ra>huwayh (w.
238 H)
c.
Musnad
Baqiy bin Makhlad al-Andalu>si al-Qurt}u>bi (w. 276 H)
d.
Musnad Abu
Bakar Ahmad bin ‘Amr al-Bazza>r atau lebih dikenal al-Bah}r
al-Zakhkha>r (w. 292 H)
e.
Al-Ah}a>di>th
al-Mukhta>rah mimma> laysa fi al-S{ah}i>h}ayni
karya D{iya>’ al-Di>n Muhammad bin ‘Abd al-Wa>h}id al-H{anbali
al-Maqdisi (w. 643 H)[16]
2.
Al-Masa>ni>d
al-Mu’allah
Yaitu kitab yang memuat segala
persoalan mengenai ‘ilal yang terjadi pada hadis Nabi namun disusun
berdasarkan al-masa>ni>d. karena ada pula kitab ‘ilal hadis
yang disusun berdasarkan urutan bab-bab fikih. Di antara kitab yang memiliki
karakteristik al-masa>ni>d al-mu’allah seperti:
a.
Al-Musnad
al-Kabi>r al-Mu‘allal karya Ya‘qu>b bin Shaybah al-Sadu>si (w.
262 H)
b.
Al-‘Ilal al-Kabi>r
karya Abu ‘I<sa al-Tirmidhi (w. 279
H)
c.
Al-Bah}r
al-Zakhkha>r yang
lebih dikenal dengan Musnad al-Bazza>r
d.
Musnad
Abu ‘Ali al-Hasan bin Muhammad al-Ma>sarji (w. 365 H)[17]
3.
Al-Masa>ni>d
al-‘A<mmah
Maksudnya
adalah kitab musnad yang tidak memperhatikan ‘ilal yang terdapat
dalam hadis, tidak pula dilakukan seleksi sedikitpun terhadap hadis-hadis yang
dicantumkan dalam kitab musnad. Karakteristik al-masa>ni>
a-‘a>mmah ini terlihat dalam beberapa kitab berikut:
a.
Musnad
Abu Bakar ‘Abdullah bin Muhammad bin Abu Shaybah (w. 235 H)
b.
Al-Muntakhab
min Musnad ‘Abd bin H{ami>d (w.
249 H)
c.
Musnad
Abu Bakar Muhammad bin Ha>run al-Ru>ya>ni (w. 307 H)
d.
Musnad
al-Haytham bin Kali>b al-Sha>shi (w.
335 H)[18]
D.
Macam-macam
Bentuk al-Masa>ni>d
Dilihat dari segi cakupannya, al-masa>ni>d
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Al-Masa>ni>d
al-Sha>milah
Al-masa>ni>d al-sha>milah
yaitu kitab musnad yang mencakup riwayat-riwayat banyak Sahabat (lebih
dari satu Sahabat). Al-masa>ni>d al-sha>milah juga disebut
dengan al-masa>ni>d al-kawa>mil. Al-masa>ni>d
al-sha>milah ditinjau dari segi mara>tib nilai hadis-hadisnya
ada yang berbentuk al-muntaqa>h, al-mu’allah ataupun yang al-‘a>mmah.
2.
Al-Masa>ni>d
al-Kha>s}s}ah
Sedangkan al-masa>ni>d al-kha>s}s}ah
adalah kitab musnad yang hanya menyebutkan riwayat-riwayat satu Sahabat
saja, riwayat-riwayat beberapa Sahabat, atau sekelompok Sahabat yang tergabung
dalam sifat yang khusus. Ibnu hajar menamai al-masa>ni>d
al-kha>s}s}ah ini dengan al-masa>ni>d al-mufrada>t. Contoh
masa>nid satu Sahabat seperti Musnad Abu Bakar al-S{iddi>q,
Musnad Umar bin al-Khat}t}a>b, Musnad Aishah dan lainnya.
Sedangkan masa>nid yang menghimpun beberapa Sahabat seperti Musnad
al-Arba’ah dan Musnad al-‘Ashrah. Adapun kitab musnad yang
mencakup sekelompok Sahabat yang tergabung dalam sifat tertentu seperti Musnad
al-Muqilli>n, Musnad al-S{ah}a>bah alladhi>na nazalu> Mis}r,
dan semisalnya.
E.
Penyusunan
al-Masa>ni>d
1.
Secara global (Ijma>l)[19]
a.
Susunan
nama-nama Sahabat
1)
Sesuai urutan
Sahabat yang pertama memeluk Islam
(a)
Al-‘Ashrah
al-mubashshiru>n bi al-jannah (Abu Bakar, Umar,
Uthma>n, Ali, al-Zubayr bin al-‘Awwa>m, T{alh}ah bin ‘Ubaydillah, ‘Abd
al-Rah}ma>n bin Awu>f, Sa‘ad bin Abi Waqqa>s}, Sa’i>d bin Zayd, Abu
‘Ubaydan bin al-Jarra>h})
(b)
Ahlu
Badr
(c)
Orang yang
masuk Islam dan hijrah antara masa al-Hudaybiyyah dan Fathu Makkah
(d)
Orang yang
masuk Islam ketika Fathu Makkah
(e)
Anak-anak kecil
Kemudian dalam
penyebutan S{aha>biyya>t, biasanya susunannya didahului Ummaha>t
al-mu’mini>n (Aisyah binti Abu Bakar, H{afs}ah binti ‘Umar, Ummu
Salamah/Hindun binti Abu Umayyah, Ummu H{abi>bah binti Abu Sufya>n,
Zaynab binti Jah}sh, Maymu>nah binti al-H{a>rith, S{afiyyah binti H{uyay,
dan Sawdah binti Zam’ah).
2)
Sesuai urutan
Kabilah dengan mendahulukan Bani Ha>shim kemudian yang terdekat nasabnya
kepada Rasulullah, yang dekat dan seterusnya (al-aqra>b fa al-aqra>b).
3)
Sesuai urutan huruf
hijaiyyah. Metode ini disebut juga dengan istilah al-mu’jam seperti al-Mu’jam
al-Kabi>r karya al-T{abra>ni.
4) Tidak
tersusun atas nama-nama Sahabat, ataupun susunan bab tertentu. Namun sedikit
sekali kitab musnad yang menggunakan metode ini seperti kitab Musnad
al-H{a>rith bin Muhammad bin Abu Usa>mah al-Tami>mi al-Baghda>di.
Namun, kitab ini telah disusun sesuai bab fikih oleh ‘Ali bin Abu Bakar
al-Haythami dan diberi nama “Bughyah al-Ba>h}ith ‘an Zawa>’id Musnad
al-H{a>rith”.
Secara umum, mayoritas kitab masa>ni>d
memiliki kriteria atau karakteristik sebagai berikut:
1)
Susunan awal
Sahabat, mendahulukan al-‘Ashrah al-mubashshiru>n bi al-jannah yang
susunannya dimulai dari empat al-khali>fah al-ra>shidah.
2)
Mendahulukan Ummaha>t
al-Mu’mini>n dari pada Sah}a>biyya>t lainnya. Terkadang ada yang
lebih mendahulukan Fatimah binti Rasulullah dari yang lainnya seperti yang
tertulis pada Musnad Abu Dawud al-T{aya>lisi.
3)
Mengumpulkan musnad-musnad
Sahabat perempuan di antara musnad Sahabat laki-laki. Terkadang ada pula
yang meletakan musnad Sahabat perempuan seluruhnya di akhir musnad
Sahabat laki-laki, seperti yang dilakukan oleh ‘Abd bin H{umayd dalam kitab al-Muntakhab
min Musnad ‘Abd bin H{umayd.
4) Membagi
musnad Sahabat yang banyak meriwayatkan hadis (al-Mukthiri>n)
atas tara>jum (sesuai perawi yang meriwayatkan dari Sahabat tersebut).
Susunan tara>jum tersebut ada yang berbentuk riwayat Sahabat lain
dari Sahabat yang sedang dibahas atau sesuai t}abaqa>tnya.
b.
Susunan
riwayat-riwayat (marwiyya>t) setiap Sahabat
1)
Riwayat-riwayat
satu Sahabat disusun sesuai dengan tara>jum.
2)
Riwayat-riwayat
satu Sahabat disusun sesuai bab-bab fikih
3)
Langsung
menyebutkan seluruh riwayat dari satu Sahabat tanpa ada susunan tertentu.
2.
Secara
terperinci (Tafs}i>l)[20]
a.
Musnad
al-H{umaydi
Dalam kitab musnadnya,
Al-H{umaydi meriwayatkan dari 180 Sahabat, namun ia tidak mencantumkan hadis-hadis
T{alh}ah bin ‘Abdullah, padahal T{alh}ah adalah salah satu orang yang
dijanjikan masuk syurga (al-mubashshiru>n bi al-jannah).
Jumlah hadis yang ada dalam Musnad
al-H{umaydi adalah 1300 (sesuai dengan perhitungan muh}aqqiq Musnad
al-H{umaydi, H{abi>b al-Rah}ma>n al-A‘z}ami).[21]
Jumlah ini dihitung dengan perhitungan hadis secara berulang-ulang (bi
al-mukarrar). Jumlah ini juga mencakup hadis al-marfu>’, al-mursal,
al-mawqu>f, al-maqt}u>’, dan lainnya. Dalam menyebutkan
riwayat-riwayat Sahabat dalam kitab musnadnya, al-H{umaydi kebanyakan
membatasi riwayat-riwayat tersebut sebatas riwayat dari shaykhnya
Sufya>n bin ‘Uyaynah, kemudian ia menjelaskan ‘ilalnya serta ikhtila>f
al-ruwa>t di dalamnya. Sehingga ada benarnya jika diklaim bahwa
al-H{umaydi membuat kitab musnad bertujuan untuk menyusun
riwayat-riwayat shaykhnya tersebut sesuai dengan urutan masa>ni>d
Sahabat, karena mayoritas riwayat yang ada dalam Musnad al-H{umaydi dari
shaykhnya, Sufya>n. Adapun riwayat selain Sufya>n berjumlah 48
hadis saja. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
keseluruhannya (1300 hadis), perbandingannya hanya sekitar kurang 3 % dari
jumlah keseluruhan hadis dalam musnad tersebut.
Al-H{umaydi
menyusun riwayat-riwayat sesuai dengan susunan musnad Sahabat, dan
menyusun Sahabat yang banyak memiliki riwayat hadis (al-mukthiri>n) dengan
susunan perbab. Secara rinci susunan Musnad al-H{umaydi sebagai berikut:
1)
Riwayat yang
ada dalam Musnad al-H{umaydi disusun sesuai dengan musnad
Sahabat. Terkadang riwayat Sahabat tertentu diletakkan pada riwayat Sahabat
yang lainnya karena memiliki hubungan matannya, atau cerita yang
berkaitan dengan sanad. Dalam penyebutan riwayat Sahabat tertentu,
al-H{umaydi tidak banyak mencantumkannya, bahkan meskipun Sahabat tersebut
termasuk al-mukthiri>n fi al-riwa>yah, hanya beberapa riwayat yang
dicantumkan oleh al-H{umaydi dalam musnadnya.
2)
Hadis-hadis al-mukthiri>n
mayoritas disusun berdasarkan bab-bab fikih, seperti yang ada pada riwayat
Aishah, Ibnu ‘Abbas dan lainnya.
3)
Musnad
al-H{umaydi dimulai dengan menyebutkan al-‘ashrah
al-mubashshiru>n bi al-jannah kecuali T{alh}ah bin ‘Ubaydillah.
Kemungkinan hal tersebut dikarenakan al-H{umaydi tidak memiliki riwayat dari
T{alh}ah yang ia anggap relefan untuk dicantumkan dalam musnadnya, atau
riwayat dari Shaykhnya (Sufyan bin ‘Uyaynah) dari T{alh}ah yang dianggap
bagus. Kemudian al-H{umaydi menyebutkan musnad Sahabat lainnya beserta
riwayat-riwayatnya, namun tidak secara menyeluruh. Dalam penyebutan musnad
Sah}a>biyya>t, al-H{umaydi menyebutkannya di tengah-tengah Sahabat
laki-laki dan dimulai dengan penyebutan Ummaha>t al-mu’mini>n,
lalu Sah}a>biyya>t lainnya, namun tidak secara keseluruhan.
b.
Musnad Ah}mad
bin H{anbal
Imam Ah}mad menyusun
kitab musnadnya sesuai dengan urutan musnad Sahabat dan
membaginya menjadi beberapa kelompok musnad utama atau kelompok musnad
tertentu. Ibnu H{ajar menyabutkan bahwa ada sekitar 17 atau 18 musnad
utama (al-masa>ni>d al-ra’i>siyyah) dalam Musnad Ah}mad.[22]
Sedangkan Muhammad Ja>bir al-Wa>di A<shi mengungkapkan bahwa jumlah musnad
dalam kitab Musnad Ah}mad sebanyak 16 musnad. Musnad utama
tersebut oleh Ah}mad bin H{anbal dijadikan judul atau tara>jum.
Misalnya “Musnad Bani Hashim”, dalam musnad ini terdapat banyak
Sahabat yang berada dalam kategori musnad bani hashim tersebut. Namun
hal ini tidak bisa dipukul rata, karena terdapat penyebutan satu Sahabat saja,
jika Sahabat tersebut termasuk al-mukthiri>n.
Adapun jumlah masa>ni>d
secara keseluruhan sebanyak 1056 musnad, menurut ‘Ali bin al-Husayn bin
‘Asa>kir.[23] Ahl
al-‘ilm menyebutkan bahwa Musnad Ah}mad meliputi 30.000 hadis tanpa
diulang-ulang, dan 40.000 hadis secara berulang-ulang (bi al-mukarrar),
serta 300 hadis thula>thiyyah al-isna>d (hadis yang hanya memiliki
tiga sanad).[24]
Akan tetapi, dalam beberapa kitab musnad Ah}mad yang telah dicetak,
jumlah tersebut mengalami kekurangan karena banyak faktor, seperti misalnya teks
atau naskah yang menjadi pedoman dalam percetakan sudah berkurang, atau
sekumpulan hadis yang ada dalam musnad tertentu berkurang karena hilang
atau rusak dan sebagainya.
Dalam Musnad Ah}mad
tidak hanya meliputi riwayat-riwayat Imam Ah{mad saja dalam musnadnya,
akan tetapi juga terdapat hadis-hadis yang dinukil oleh anaknya, ‘Abdullah dari
Imam Ahmad, kemudian digabungkan dalam kitab Musnad Ah}mad. Namun, riwayat
seperti ini tidaklah banyak dalam Musnad Ah}mad. Sebagai contoh riwayat
yang merupakan tambahan Abdullah atas Musnad Ah}mad:
حدثني أبي حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ ثَابِتٍ
الْجَزَرِيُّ عَنْ نَاصِحٍ أَبِي عَبْدِ اللَّهِ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ جَابِرِ
بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَأَنْ يُؤَدِّبَ الرَّجُلُ
وَلَدَهُ ....الحديث
قَالَ
عَبْد اللَّهِ وَهَذَا الْحَدِيثُ لَمْ يُخَرِّجْهُ أَبِي فِي مُسْنَدِهِ مِنْ
أَجْلِ نَاصِحٍ لِأَنَّهُ ضَعِيفٌ فِي الْحَدِيثِ وَأَمْلَاهُ عَلَيَّ فِي
النَّوَادِرِ[25]
“Telah menceritakan kepadaku ayahku,
telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Tha>bit al-Jazri, dari Abu
‘Abdillah, dari Samma>k bin H{arb, dari Ja>bir bin Samrah, bahwasanya
Nabi Saw. bersabda: ”Seorang lelaki yang mendidik anaknya…(hadis)”
‘Abdullah
berkata: Hadits ini tidak dikeluarkan oleh ayahku dalam kitab musnadnya,
sebab ada seorang bernama Nashih, dia lemah dalam masalah hadis, sementara
ayahku jarang mendiktekannya kepadaku.”
Musnad Ah}mad
tidak hanya memuat riwayat-riwayat Ahmad, namun juga mencakup tambahan-tambahan
riwayat yang tidak diriwayatlan oleh Imam Ah}mad, tambahan tersebut dicantumkan
oleh anaknya, Abdullah. Akan tetapi jumlah tambahan riwayat tersebut sedikit
sekali jika dibandingkan dengan jumlah asli riwayat Imam Ah}mad.
Secara
umum, dapat disimpulkan bahwa Musnad Ah}mad memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1.
Musnad Ah}mad
mengelompokkan masa>ni>d kepada beberapa kelompok utama, misalnya:
musnad al-‘ashrah wa ma> ma’ahu atau musnad Ahl al-bayt dan
lainnya. Kelompok musnad utama tersebut mencakup banyak musnad
para Sahabat. Namun ada pula yang hanya diberi judul musnad satu orang
Sahabat saja, misalnya: Musnad Ibnu Mas’u>d atau Musnad Abu
Hurayrah. Hal ini dilakukan jika musnad tersebut adalah Sahabat yang
banyak memiliki riwayat hadis (al-mukthiri>n fi al-riwa>yah).
2.
Penyebutan
Sahabat dimulai dengan al-‘ashrah al-mubashshiru>n bi al-jannah
dengan mendahulukan khalifah yang empat, kemudian menyebutkan sisanya sesuai
dengan daerah (bulda>n) masing-masing, seperti: musnad
al-Bashariyyi>n, musnad al-Makkiyyi>n, musnad
al-Madaniyyi>n dan lainnya, atau disebutkan menurut kabilahnya, ahl
al-bayt, al-Ans}a>r dan lainnya.
3.
Terkadang
riwayat satu orang Sahabat diebutkan secara berulang-ulang di banyak tempat,
terkadang sesuai daerah, atau kabilah, atau terdahulu masuk Islam. Misalnya
riwayat H{a>rith bin Uqays disebutkan pada masa>ni>d al-Ans}a>r
dan musnad al-Sha>miyyi>n.
4.
Musnad
al-muqilli>n pada awalnya tidak disusun secara rapi
oleh Imam Ah}mad, namun kemudian disusun oleh anaknya, ‘Abdullah. Ibn H{ajar
berkata:
لم يرتب –يعني الإمام
أحمد- مسانيد المقلين, فرتبها ولده عبد الله, فوقع منه
إغفال كبير من جعل المدني في الشامي, ونحو ذلك[26]
“Imam Ah}mad tidak
menyususn masa>ni>d al-muqilli>n, kemudian disusun oleh
puteranya, ‘Abdullah. Maka terjadilah kelalaian (kerancuan) yang besar dengan meletakkan al-madani pada tempat al-Sha>mi dan
semisalnya.”
5.
Adapun riwayat
para Sahabiyya>t, kebanyakan dikelompokkan dan diletakkan pada akhir musnad
Sahabat. Dalam penyebutannya didahului penyabutan Aishah, kemudian
Fa>t}imah, lalu ummaha>t al-mu’mini>n lainnya serta Saha>biyya>t
yang lain.
6.
Selain itu,
Imam Ahmad juga menyebutkan hadis-hadis al-mubhami>n dan al-mubhama>t
dan diletakkan di akhir musnad, setelah musnad Saha>biyya>t.
misalnya: hadi>th rajul min as}h}a>b al-Nabi.
c.
Musnad
Abu Ya’la al-Mauws}ili
Musnad al-Maws}ili
memiliki dua riwayat, yaitu:
1)
Riwayat yang
pendek atau ringkas (al-riwa>yah al-mukhtas}arah), yaitu riwayat Abu
‘Amr Muhammad bin Ahmad bin H{amda>n al-H{iyari (w. 376 H) dari Abu
Ya’la> al-Maws}ili. Dan riwayat inilah yang dijadikan pedoman oleh ‘Ali bin
Abu Bakar al-Haythami (w. 807 H) dalam kitabnya “Majma’ al-Zawa>’id wa
Manba’ al-Fawa>’id”.
2)
Riwayat yang
panjang (al-mut}awwilah) yang dinamai al-Musnad al-Kabi>r,
yaitu riwayat Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim al-Muqri’ al-As}baha>ni (w. 381
H) dari Abu Ya’la> al-Maws}ili. Riwayat ini juga dijadikan pegangan oleh
al-Haythami dalam kitab “al-Maqs}ad al-‘ali fi Zawa>’id Abi Ya’la
al-Maws}ili”, juga dijadikan pedoman oleh Abu a-‘Abba>s Ahmad bin Abu
Bakar al-Bu>s}i>ri (w. 840 H) dalam kitabnya “Ittih}a>f
al-Sa>dah al-Mahrah bi Zawa>’id al-Masa>ni>d al-‘Ashrah”,
begitu pula Ibnu Hajar dalam meneliti riwayat al-Maws}ili yang luput dari
jangkauan al-Haythami berpedoman kepada riwayat panjang ini dan disebutkan
dalam kitabnya “al-Mat}a>lib al-‘A<liyah bi Zawa>’id
al-Masa>ni>d al-Thama>niyyah”.
Al- Maws}ili dalam musnadnya
meriwayatkan hadis dari 210 Sahabat dengan jumlah keseluruhan hadisnya mencapai
7555 hadis yang kebanyakan hadis al-marfu>’. Riwayat-riwayat tersebut
disusun berdasarkan susunan masa>ni>d Sahabat. Riwayat-riwayat dari
al-mukthiri>n disusun berdasarkan tara>jum. Adapun urutan
dalam penyusunan musnad Sahabat dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1)
Pada permulaan musnad
didahulukan musnad al-‘ashrah al-mubashshiru>n bi al-jannah dengan
mendahulukan khulafa>’ al-ra>shidah kecuali Uthman bin Affan tidak
dicantumkan dalam musnad ini.
2)
Kemudian
riwayat para Sahabat yang memiliki sedikit riwayat (al-muqilli>n)
3)
Lalu
dilanjutkan dengan musnad al-mukthiri>n (Ja>bir bin ‘Abdullah,
‘Abdullah bin ‘Abba>s, Anas bin Malik, Aishar, ‘Abdullah bin Mas’u>d, Ibn
‘Umar, dan Abu Hurayrah). Riwayat al-mukthiri>n ini disusun
berdasarkan tara>jum (perawi yang meriwayatkan dari Sahabat al-mukthiri>n
tersebut), seperti yang dilakukan pada musnad Anas bin Ma>lik
4)
Kemudian
menyebutkan sanak kerabat Rasulullah dan Ahl al-bayt (al-Fad}l bin
‘Abba>s, Fa>t}imah, al-H{asan, al-H{usayn, ‘Abdullah bin Ja’far, dan
‘Abdullah bin Zubayr)
5)
Selanjutnya
sekelompok al-muqilli>n yang termasuk kabilah terdekat dengan Nabi
6)
Dilanjutkan
dengan penyebutan al-mubhami>n min al-rija>l seperti “rajul
ghayr musamma ‘an al-Nabi”.
7)
Kemudian Sahabiyya>t
yang didahului ummahat al-mu’mini>n, selanjutnya mubhama>t min
al-nisa>’
8)
Terakhir,
al-H{umaydi menyebutkan kembali musnad Sahabat laki-laki yang belum
disebutkan sebelumnya.
d.
Musnad
Abu Dawud al-T{aya>lisi
Sudah disebutkan pada pembahasan
sebelumnya bahwa Musnad al-T{aya>lisi tidak disusun oleh
al-T{aya>lisi langsung, melainkan murid-murid al-T{aya>lisi yang menyusun
musnad berdasarkan riwayat dari al-T{aya>lisi. Penghimpun Musnad
al-T{aya>lisi (Abu Mas’ud al-Ra>zi) sangat perhatian terhadap
riwayat-riwayat al-T{aya>lisi dari Shu’bah. Jumlah Sahabat yang tercantum
dalam Musnad al-T{aya>lisi mencapai 267 Sahabat, namun sekitar 10 musnad
Sahabat dianggap hilang ketika proses percetakan.
Jumlah hadis
pada Musnad al-T{aya>lisi sebanyak 2767 hadis, namun ada pula hadis
yang tidak diberi nomer. Hadis-hadis ini disusun berdasarkan musnad
Sahabat. Secara rinci, susunan Musnad al-T{aya>lisi adalah:
1)
Susunan pertama
dimulai dengan al-‘ashrah al-mubashshiru>n bi al-jannah yang
didahului al-khulafa>’ al-ra>shidah.
2)
Al-mutawas}s}it}i>n
dan al-muqilli>n
3)
Riwayat al-A<h}a>d
(perawi yang hanya memiliki satu atau dua hadis)
4)
Saha>biyya>t
5)
Al-mukthiri>n
yang disusun berdasarkan tara>jum (orang yang meriwayatkan dari
Sahabat tertentu) dan dimulai dengan riwayat Sahabat laki-laki, kemudian al-afra>d,
dan Sahabiyya>t.
Terkadang riwayat seorang Sahabat
disebutkan pula di tempat Sahabat yang lain jika memiliki kaitan dengan matan
atau cerita mengenai sanadnya. Begitu pula terkadang satu Sahabat
disebutkan pada lebih dari satu tempat.
Penyebutan Sah}a>biyyat
terdapat pada satu tempat, di tengah-tengan Sahabat laki-laki, antara riwayat
al-a>ha>d dan al-mukthiri>n. penyebutan Sahabiyyat ini
didahului Fatimah binti Rasulullah kemudian ummaha>t al-mu’mini>n
dan Sahabiyya>t lainnya.
F.
Kedudukan
al-Masa>ni>d di antara Kitab-kitab Hadis dari segi kes}ah}i>h}annya
Karya-karya al-masa>ni>d
dianggap memiliki kedudukan atau posisi di bawah karya-karya yang disusun
berdasarkan perbab (al-abwa>b) atau al-sunan dilihat dari sisi
keasliannya (al-as}l). al-Khat}i>b al-baghda>di menyatakan:
ومما يتلو الصحيحين: سنن أبي داود السجستاني و أبي عبد الرحمن النَّسَوي, وأبي عيسى الترمذي, وكتاب محمد بن إسحاق ابن خزيمة النيسابوري, الذي شرط فيه على نفسه إخراج ما اتصل سنده بنقل العدل عن العدل إلى النبي
صلى الله عليه وسلم, ثم كتب
المسانيد الكبار[27]
“Dan karya di
bawah al-s}ah}i>h}ayn: Sunan Abu Dawud al-Sijista>ni, Abu ‘Abd
al-Rah}ma>n al-Nasawi, Abu ‘I<sa al-Tirmidhi, dan kitab Muhammad bin
Ish}a>q Ibn Khuzaymah al-Naysa>bu>ri, yang memberikan syarat atas
dirinya untuk mengeluarkan hadis yang bersambung sanadnya, dinukil oleh orang yang ‘a>dil dari
yang ‘a>dil sampai kepada Nabi Saw., kemudian kitab-kitab al-masa>ni>d
yang besar.”
Hal ini disebabkan karena tujuan
asal penyusunan al-masa>ni>d adalah mengumpulkan riwayat-riwayat
semua Sahabat, tanpa melihat thubu>t atau tidaknya riwayat tersebut.
Oleh karena itu Abi ‘Abdillah al-H{a>kim mengatakan:
هذه
المسانيد التي صنفت في الإسلام على روايات الصحابة مشتملة على رواية المعدلين من
الرواة وغيرهم من المجروحين[28]
“Inilah
al-masa>ni>d yang disusun dalam Islam menurut riwayat-riwayat
Sahabat yang mencakup di dalamnya riwayat perawi yang dianggap ‘a>dil begitu
pula perawi yang terkena cacat (jarh}).”
Ibnu al-S{alah juga memberikan komentar
mengenai hal ini:
عادتهم
فيها –يعني أصحاب
المسانيد- :أن يجرجوا في
مسند كل صحابي ما رووه من حديثه,
غير
متقيدين بأن يكون حديثا محتجاً به,
فلهذا
تأخرت مرتبته –وإن جلَّت
لجلالة مؤلفها- عم مرتبة الكتب
الخمسة, وما التحق بها
من الكتب المصنفة على الأبواب,
والله
أعلم[29]
“Biasanya
pemilik al-masa>ni>d pada musnad setiap Sahabat
mengeluarkan apa yang diriwayatkan dari Sahabat tersebut, tanpa terikat dengan
kondisi hadis tersebut bisa dijadikan hujjah atau tidak, oleh karena itu
kedudukannya terbelakang –meskipun pengarangnya terkenal- dari derajat kutub
al-khamsah, juga kitab-kitab semisalnya yang disusun berdasarkan bab.”
Permasalahan
ini juga tidak luput dari perhatian Ibnu Hajar yang juga memberikan pernyataan:
ومَن
يُصَنَّف على المسانيد فإن ظاهر قصده:
جمع
حديث كل صحابي على حِدة سواء أكان يصلح للإحتجاج به أم لا [30]
“Dan
orang yang menyusun al-masa>nid tujuan jelasnya adalah: menghimpun
hadis semua Sahabat dalam satu kesatuan, meskipun hadis tersebut bisa dijadikan
hujjah atau tidak.”
Dan ungkapan menggunakan kata “al-as}l”
menunjukkan bahwa terdapat karya-karya yang menyalahi ketentuan asli tersebut
atau tidak memenuhi persyaratan al-asl. Artinya, terdapat karya musnad
yang telah dilakukan seleksi terhadap riwayat-riwayat dalam musnadnya
atau hanya mencantumkan hadis yang s}ah}i>h} saja sesuai dengan kriteria
s}ah}i>h} menurutnya. Ibnu Hajar mengatakan:
بعض
من صنف على المسانيد انتقى أحاديث كل صحابي فأخرج ما وجد من حديثه[31]
“Sebagian
orang yang menyusun al-masa>ni>d melakukan seleksi terhadap
hadis-hadis setiap Sahabat, kemudian mengeluarkan apa yang ada pada hadis
Sahabat tersebut.”
Namun, meskipun demikian seleksi
hadis dan klaim dengan menggunakan kata “as}ahhu min ghayrihi” atau “as}ah}h}u
ma> fi al-ba>b”, tidak melazimkan bahwa musnad tersebut s}ah}i>h}
secara keseluruhan. Karena d}a’i>f lebih s}ah}i>h} dari
al-mawd}u>’ dan keduanya sama-sama hadis yang mardu>d. oleh
karena itu, di dalam al-masa>ni>d terdapat hadis yang s}ah}i>h}
juga yang d}a‘i>f. Meskipun
terdapat masa>ni>d yang telah diseleksi (al-muntaqa>h),
namun dalam pengambilan h}ujjah dengan hadis dari al-masa>ni>d
al-muntaqa>h tersebut haruslah dilakukan tinjauan terlebih dahulu terhadap
syarat-syarat ihtija>j atau kriteria hadis yang maqbu>l.
Pada intinya bahwa kedudukan atau
posisi al-masa>ni>d berada setelah karya-karya yang disusun perbab
atau al-sunan melihat asal usul (tujuan) pembuatan musnad itu
sendiri. Hal ini disebabkan karena al-musnad disusun memiliki tujuan
asal yaitu mengumpulkan riwayat-riwayat Sahabat saja, tanpa memandang kriteria kes}ah}i>h}an
hadis.
G.
Perbedaan
antara al-Masa>ni>d dengan al-At}ra>f, dan al-Masa>ni>d
dengan al-Ma’a>jim
1.
Perbedaan al-Masa>ni>d
dengan al-At}ra>f
Antara
al-at}ra>f dengan al-masa>ni>d memiliki kesamaan, yaitu
sama-sama memiliki susunan berdasarkan Sahabat, bukan susunan bab fikih atau
lainnya. Sehingga di dalam al-at}ra>f maupun al-masa>ni>d
hadis yang berkaitan dengan s}ala>t disebutkan setelah hadis tentang jiha>d
ataupun sebaliknya. Namun meskipun demikian, terdapat pula beberapa poin yang
menjadi perbedaan antara al-at}ra>f dengan al-masa>ni>d, yaitu:
a.
Kitab-kitab al-Masa>ni>d
menyebutkan teks hadis secara sempurna. Berbeda dengan al-at}ra>f
yang hanya menyebutkan sebagian teks hadis, kebanyakan bagian awal saja dari
teks hadis yang disebutkan.
b.
Dalam al-masa>ni>d
nama-nama Sahabat disusun berdasarkan afd}aliyyah (paling utama), nasab
(keturunan), atau kathrah al-riwa>ya>t (banyak riwayat),
sedangkan al-at}ra>f nama-nama
Sahabat disusun berdasarkan huruf abjad.
c.
Al-Masa>ni>d
menyebutkan riwayat satu kitab saja, adapun al-at}ra>f menyebutkan
riwayat lebih dari satu kitab kemudian disandarkan kepada kitab yang riwayatnya
dirujuk dalam al-at}ra>f.[32]
2.
Perbedaan al-Masa>ni>d
dengan al-Ma’a>jim
Pada al-masa>ni>d
dengan al-mu’jam sama-sama disusun sesuai urutan Sahabat (ra>wi
al-a’la>) yang memiliki riwayat hadis. Namun, ada beberapa karakteristik
yang membedakan antara al-mu’jam dengan
al-masa>ni>d, seperti:
a.
Dalam musnad
hanya menyebutkan riwayat musnad Sahabat saja, ma’a>jim tidak
hanya Sahabat saja namun juga mencantumkan riwayat selain Sahabat, seperti
riwayat shaykh pemilik mu’jam tertentu.
b.
Nama-nama
Sahabat dalam Mu’jam disusun
sesuai huruf abjad, sedangkan Musnad kebanyakan disusun sesuai al-sabaq
fi al-Isla>m (terdahulu masuk Islam), afd}aliyyah (paling utama
kedudukannya), nasab (keturunan) atau kabilah.
H.
Kegunaan
atau Fungsi al-Masa>ni>d
Tidak diragukan lagi bahwa al-masa>ni>d
memiliki kedudukan yang penting di antara literatur sumber hadis yang asli.
Berikut kegunaan atau fungsi al-masa>ni>d di antaranya:
1.
Merupakan
sumber hadis yang asli (al-mas}a>dir al-hadi>thiyyah al-as}liyyah)
yang menyebutkan hadis beserta sanadnya.
2.
Sebagai
referensi untuk melakukan proses pengumpulan jalur-jalur sanad (jam’u
t}uruq al-hadi>th)
3.
Memudahkan
dalam proses pencarian shawa>hid atau tawa>bi’
4.
Mengenal para Sabahat
yang memiliki riwayat hadis
5.
Mengetahui Sahabat
yang banyak atau sedikit meriwayatkan hadis.[33]
BAB III
PENUTUP
Dari pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa al-masa>ni>d adalah kitab yang merangkum di
dalamnya riwayat-riwayat dari Sahabat secara khusus. Namun tidak semua kitab musnad
memiliki tipologi tersebut, ada pula kitab musnad yang disusun
berdasarkan urutan bab-bab fikih dan lainnya.
Kemunculan al-masa>nid
dimulai antara akhir abad kedua atau permulaan abad ketiga hijriyah. Hal
tersebut ditandai munculnya ulama hadis yang menulis musnad. Dalam
perkembangannya, terdapat musnad yang telah diseleksi, yang mencakup ‘ilal
hadis maupun yang umum. Selain itu, ada pula musnad yang al-sha>milah
ataupun yang al-kha>s}s}ah.
Susunan musnad biasanya
diterapkan dengan berdasarkan afd}aliyyah (paling utama), nasab (keturunan),
atau kathrah al-riwa>ya>t (banyak riwayat) dan lainnya.
Posisi musnad jika ditinjau
dari segi kualitas hadisnya, berada pada posisi di bawah kutub al-sittah.
Hal ini dikarenakan pembuatan musnad memiliki tujuan asal yaitu menghimpun
riwayat-riwayat Sahabat dalam satu kesatuan tanpa melihat kualitas dari riwayat
tersebut.
Kitab yang bercorak musnad
banyak memiliki kegunaan, diantaranya sangat membantu dalam proses pengumpulan
riwayat dan meneliti riwayat dari para Sahabat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ah}mad,
Abu al-H{usayn bin Fa>ris bin Zakariya. Mu’jam Maqa>yi>s al-Lughah.
Beirut: Da>r al-Fikr, 1979.
Azhari (al). Tahdhi>b al-Lughah. t.t:
maktabah al-sha>milah, t.th.
Luh}ayda>n (al), Dakhi>l bin S}a>lih}.
“al-Masa>ni>d Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah Tarti>biha”,
dalam http://www.forsanhaq.com, 2.
Asqala>ni (al), Abu Fad}l Ibnu Hajar. Hadi’
al-Sa>ri. t.t: Maktabah al-Sha>milah, t.th.
----------------. Tajri>d Asa>ni>d
al-Kutum al-Mashhu>rah wa al-Ajza>’ al-Manthu>rah. Beirut:
Mu’assasah al-Risa>lah, 1998.
----------------. Al-Nukat ‘ala> Kita>b
Ibn al-S{ala>h}. Madi>nah al-Munawwarah: Maktabah al-Madaniyyah,
1984.
Shahruzu>ri (al), Ibnu al-S{ala>h}. Muqaddimah
Ibn al-S{ala>h}. t.t: Maktabah al-Fara>bi, 1984.
Sulami (al), Muhammad bin al-H{usayn. Su’a>la>t
al-Sulami li al-Da>ruqut}ni. t.t: Multaqa> Ahl al-Hadi>th, t.th.
Baghda>di (al), Abu Bakar al-Khat}i>b. Al-Ja>mi’
li Akhla>q al-Ra>wi> wa Ada>b al-Sa>mi’. (Riyad: Maktabah
al-Ma’a>rif, 1403 H), vol. 5/177.
----------------. Ta>ri>kh Baghda>d.
Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.
Jurja>ni (al), Abdullah bin ‘Adiy. Al-Ka>mil
fi D{u’afa>’ al-Rija>l. Beirut: Da>r al-Fikr, 1988.
Sakha>wi (al), Shams al-Di>n. Fath
al-Mughi>th Sharh Alfiyah al-Hadi>th. Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, 1403 H.
‘Ira>qi (al), Zaynuddin. al-Taqyi>d wa
al-I<d}a>h Sharh} Muqaddimah Ibn al-S{ala>h}. Madinah
al-Munawwarah: Maktabah al-Salafiyyah, 1969.
H{a>kim (al), Muhammad bin ‘Abdullah. Al-Madkhal
ila> Kita>b al-Ikli>l. Alexandria: Da>r al-Da’wah, t.th.
Mawsu’ah
al-hadithiyyah. Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f
Majlis al-A’la, 2008.
[1] Abu al-H{usayn Ah}mad bin
Fa>ris bin Zakariya. Mu’jam Maqa>yi>s al-Lughah. (Beirut:
Da>r al-Fikr, 1979), vol. 3/105.
[2] Al-Azhari, Tahdhi>b
al-Lughah. (t.t: maktabah al-sha>milah, t.th), vol. 3/460.
[3] Dakhi>l bin S}a>lih}
al-Luh}ayda>n, “al-Masa>ni>d Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah
Tarti>biha”, dalam http://www.forsanhaq.com/showthread.php?t=186563, 2.
[4]
Ibid.
[5] Ibnu Hajar al-Asqala>ni, Hadi’
al-Sa>ri. (t.t: Maktabah al-Sha>milah, t.th), vol. ¼.
[6]
Ibnu al-S{ala>h} al-Shahrzu>ri. Muqaddimah Ibn al-S{ala>h}.
(t.t: Maktabah al-Fara>bi, 1984), 20.
[7] Muhammad bin al-H{usayn
al-Sulami, Su’a>la>t al-Sulami li al-Da>ruqut}ni. (t.t:
Multaqa> Ahl al-Hadi>th, t.th).
[8]
Abu Bakar al-Khat}i>b al-Baghda>di, Al-Ja>mi’ li Akhla>q
al-Ra>wi> wa Ada>b al-Sa>mi’. (Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif,
1403 H), vol. 5/177.
[9]
Abdullah bin ‘Adiy al-Jurja>ni, Al-Ka>mil fi D{u’afa>’
al-Rija>l. (Beirut: Da>r al-Fikr, 1988), vol. 7/239.
[10]
Dakhi>l bin S}a>lih} al-Luh}ayda>n, “al-Masa>ni>d
Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah Tarti>biha”…, 3.
[11]
Ibid.
[12]
Abu Bakar al-Khat}i>b al-Baghda>di, Ta>ri>kh Baghda>d.
(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), vol. 13/306.
[13]
Ibid.
[14] Shams
al-Di>n al-Sakha>wi, Fath al-Mughi>th Sharh Alfiyah al-Hadi>th.
(Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H), vol. 2/385.
[15]
Zaynuddin al-‘Ira>qi, al-Taqyi>d wa al-I<d}a>h Sharh}
Muqaddimah Ibn al-S{ala>h}. (Madinah al-Munawwarah: Maktabah
al-Salafiyyah, 1969), 58.
[16]
Dakhi>l bin S}a>lih} al-Luh}ayda>n, “al-Masa>ni>d
Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah Tarti>biha”…, 4.
[17]
Ibid., 5.
[18]
Ibid.
[19]
Ibid., 6.
[20]
Ibid., 7.
[21] Dakhi>l bin S}a>lih}
al-Luh}ayda>n, “al-Masa>ni>d Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah
Tarti>biha”, 7.
[22] Ibid.
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25]
Ibid., 8.
[26] Abu al-Fad}l Ibn H{ajar
al-‘Asqala>ni, Tajri>d Asa>ni>d al-Kutum al-Mashhu>rah wa
al-Ajza>’ al-Manthu>rah. (Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1998), 129.
[27] Abu Bakar al-Khat}i>b
al-Baghda>di, Al-Ja>mi’ li Akhla>q al-Ra>wi> wa Ada>b
al-Sa>mi’…, vol. 2/185.
[28] Muhammad bin ‘Abdullah
al-H{a>kim, Al-Madkhal ila> Kita>b al-Ikli>l. (Alexandria:
Da>r al-Da’wah, t.th), 30.
[29] Ibnu al-S{ala>h}
al-Shahrzu>ri. Muqaddimah Ibn al-S{ala>h}…, 20.
[30]
Ibn H{ajar al-‘Asqala>ni. Al-Nukat ‘ala> Kita>b Ibn
al-S{ala>h}. (Madi>nah al-Munawwarah: Maktabah al-Madaniyyah, 1984),
Vol. 1/447.
[31] Ibid., vol. 1/73.
[32]
Mawsu’ah al-hadithiyyah. (Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f Majlis
al-A’la, 2008), 96.
[33]
Dakhi>l bin S}a>lih} al-Luh}ayda>n, “al-Masa>ni>d
Nash’atuha wa Anwa’uha wa T}ari>qah Tarti>biha”…, 1.