HOME

15 Februari, 2023

Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode, Dan Manfaat


Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode & Manfaat

Pengertian Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari, meneliti, dan membahas secara keseluruhan mengenai perilaku manusia dalam hubungannya dengan belajar, kegiatan pembelajaran, dan pendidikan secara umum.

Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Santrock (2020, hlm. 10) yang menyatakan bahwa definisi psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan.

Untuk memastikan kesahihan pengertian psikologi pendidikan di atas, berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian atau definisi dari psikologi pendidikan.


Pengertian Psikologi Pendidikan Menurut para Ahli

Muhibbin Syah

Menurut Syah (2010, hlm. 24) Psikologi pendidikan adalah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan meliputi tingkah laku belajar (oleh peserta didik), tingkah laku mengajar (oleh pendidik), dan tingkah laku belajar-mengajar (interaksi belajar peserta didik dan pendidik).

Ngalim Purwanto

Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat kaitannya dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan belajar (Purwanto, 2017).

Jeanne Ellis Ormrod

Secara umum psikologi pendidikan berarti memandang belajar sebagai perubahan jangka panjang dalam perilaku atau asosiasi mental sebagai hasil dari pengalaman. Perubahan yang sangat sementara bukanlah pembelajaran, meskipun informasi dan keterampilan yang dipelajari dapat hilang (dilupakan) jika jarang digunakan atau tidak digunakan sama sekali (Ormrod, 2014).

Abdul Muhid

Psikologi pendidikan merupakan akumulasi pengetahuan, kebijaksanaan, dan berbagai teori yang didasarkan pada pengalaman yang semestinya dimiliki oleh guru untuk memecahkan masalah pengajaran sehari-hari dengan cerdas (Muhid, 2015, hlm. 1).

Reynolds & Miller

Psikologi pendidikan adalah bidang studi mengenai orang yang belajar, pembelajaran, dan pengajaran (Reynolds & Miller, 2003).


Hubungan Psikologi dengan Pendidikan

Tidak seperti interdisiplin kebanyakan pada umumnya, psikologi dan pendidikan memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling berkesinambungan dan ada timbal balik khusus di antara keduanya.

Bagaimana hal tersebut dapat terjadi? Mudahnya, karena pendidikan memiliki peran dalam pembimbingan hidup seseorang yang akan menentukan bagaimana karakter dan perilakunya terbentuk. Sementara itu, psikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai perilaku dan tingkah laku manusia.

Sedangkan pendidikan membutuhkan studi perilaku dan tingkah laku peserta didik untuk dapat memberikan perubahan yang diinginkan oleh tujuan pembelajaran. Maka dari itu, keduanya hampir tidak akan dapat terpisahkan.

Seorang psikolog akan menggeluti dunia pendidikan pula, begitu pun seorang ahli pendidikan akan membutuhkan berbagai ilmu psikologi dalam praktiknya. Jika dipaparkan melalui beberapa poin penting, berikut adalah hubungan antara psikologi dengan pendidikan.

1.     Mendidik berarti membantu peserta didik agar dapat berkembang (karakternya) secara optimal sesuai dengan tujuan pendidikan.

2.     Peserta didik merupakan makhluk bio-psiko-sosio-spiritual.

3.     Aspek psikologis tidak dapat diabaikan dalam proses pendidikan.

4.     Pendidikan dilaksanakan berdasarkan: landasan filosofis, psikologis, sosio-kultural, dan teknologi.


Latar Belakang Psikologi Pendidikan

Mengapa pendidikan membutuhkan psikologi dalam menerapkan pembelajarannya? Hal ini tercetus ketika pendidik menyadari bahwa pembelajaran di kelas bukan hanya masalah menyampaikan fakta kepada peserta didik apalagi hanya transfer ilmu saja.

Berbagai permasalahan muncul dalam proses tersebut, seperti bagaimana tidak semua peserta didik mau menerimanya hingga tingkatan yang berbeda dalam mencerna informasi yang disampaikan. Berbagai teknik, metode, model, strategi, dan pendekatan pembelajaran telah dicoba untuk mengatasi segala problem yang dihadapi.

Namun tidak semua ilmu teknis pembelajaran tersebut dapat bekerja sesuai dengan teori atau strategi yang disampaikannya. Oleh karena itu tidak satu pun dalam psikologi pendidikan ini dapat memberitahukan kepada guru dengan tepat cara mengajarkan sesuatu kepada kelompok kelas tiga tertentu.

Menjawab permasalahan tersebut, konsep psikologi pendidikan dapat digunakan untuk mempertimbangkan cara mengajarkan, menafsirkan, dan memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapi, dan menjelaskan kepada pendidik apa sebetulnya yang sedang mereka lakukan.

Pakar psikologi pendidikan melakukan riset tentang sifat dasar siswa, prinsip pembelajaran, dan metode pengajaran untuk memberi informasi yang mereka butuhkan kepada pendidik agar berpikir kritis mengenai keahlian mereka dan agar lebih bijak dalam mengambil keputusan pengajaran yang akan bermanfaat bagi siswa mereka (Alexander, 2004).


Ruang Lingkup Psikologi Pendidikan

Crow & Crow secara eksplisit menyatakan bahwa psikologi pendidikan adalah ilmu terapan yang berusaha untuk menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta mengenai perilaku atau tingkah laku manusia yang telah ditentukan secara ilmiah.

Berdasarkan pendapatnya itu, Crow & Crow juga mengemukakan bahwa data yang dicoba untuk didapatkan oleh psikologi pendidikan, yang berarti merupakan ruang lingkup psikologi pendidikan juga adalah sebagai berikut ini.

1.     Sampai sejauh mana faktor-faktor pembawaan dan lingkungan berpengaruh terhadap belajar;

2.     Sifat-sifat dari proses belajar;

3.     Hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar (learning readiness);

4.     Signifikansi pendidikan terhadap perbedaan-perbedaan individual dalam kecepatan dan keterbatasan belajar;

5.     Perubahan-perubahan jiwa (inner changes) yang terjadi selama belajar;

6.     Hubungan antara prosedur-prosedur mengajar dengan hasil belajar;

7.     Teknik-teknik yg sangat efektif bagi penilaian kemajuan dalam belajar;

8.     Pengaruh/akibat relatif dari pendidikan formal dibandingkan dengan pengalaman – pengalaman belajar yang insidental atau tidak sengaja dan informal terhadap suatu individu;

9.     Nilai/manfaat sikap ilmiah terhadap pendidikan bagi personil sekolah;

10.Akibat/pengaruh psikologis (psychological impact) yang ditimbulkan oleh kondisi – kondisi sosiologis terhadap sikap para siswa.


Pokok Bahasan Psikologi Pendidikan

Secara garis besar, banyak ahli yang membatasi pokok-pokok bahasan psikologi pendidikan menjadi tiga macam sebagaimana yang akan dipaparkan di bawah ini.

1.     Pokok bahasan mengenai “belajar” yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip, dan ciri-ciri khas perilaku belajar siswa dan sebagainya.

2.     Pokok bahasan mengenai “proses belajar”, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar siswa.

3.     Pokok bahasan mengenai “situasi belajar”, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa.


Sementara itu, menurut Samuel Smith (dalam Suryabrata, hlm. 1984), setidaknya ada 16 topik yang perlu dibahas dalam psikologi pendidikan, yakni sebagai berikut.

1.     Pengetahuan tentang psikologi pendidikan (the science of educational psychology);

2.     Hereditas atau karakteristik pembawaan sejak lahir (heredity);

3.     Lingkungan yang bersifat fisik (physical structure);

4.     Perkembangan siswa (growth);

5.     Proses-proses tingkah laku (behavior proses);

6.     Hakikat dan ruang lingkup belajar (nature and scope of learning);

7.     Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar (factors that condition learning);

8.     Hukum-hukum dan teori-teori belajar (laws and theories of learning);

9.     Pengukuran, yakni prinsip-prinsip dasar dan batasan-batasan pengukuran/ evaluasi. (measurement: basic principles and definitions);

10.Transfer belajar, meliputi mata pelajaran (transfer of learning subject matters);

11.Sudut-sudut pandang praktis mengenai pengukuran (practical aspects of measurement);

12.Ilmu statistic dasar (element of statistics);

13.Kesehatan rohani (mental hygiene);

14.Pendidikan membentuk watak (character education);

15.Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah menengah. (psychology of secondary school subjects);

16.Pengetahuan psikologi tentang mata pelajaran sekolah dasar (psychology of elementary school);


Metode Psikologi Pendidikan

Ihwal metode yang biasa digunakan dalam psikologi pendidikan untuk memahami perilaku dan karakteristik peserta didik secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori umum, yakni sebagai berikut.

1.     Metode tes,

dilakukan dengan alat atau instrumen (berupa tes/soal) yang valid dan reliabel dengan dilakukan dengan aturan tertentu. Metode ini dipilih untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan akademik, bakat, minat, dan kecerdasan (literasi maupun numerasi).

2.     Metode non tes,

dilakukan dengan instrumen yang tidak berupa tes seperti: kuesioner, pedoman wawancara, pedoman observasi, dsb. Metode ini dipilih untuk mengumpulkan data mengenai fakta atau opini dari peserta didik.


Contoh Metode Psikologi Pendidikan

Berikut ini adalah beberapa metode psikologi pendidikan yang umum digunakan.

1.     Observasi,

atau bahasa lainnya adalah pengamatan yang biasanya dilakukan pada seorang atau sekelompok peserta didik dengan cara yang sistematis yang biasanya dilengkapi oleh lembar observasi atau bahkan skenario.

2.     Tes,

metode ini mengajukan berbagai pertanyaan yang telah dirancang untuk dijawab oleh peserta didik yang akan diamati kondisi psikologisnya. Tes dilakukan dengan kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan keperluan praktisnya.

3.     Eksperimen,

yakni memberikan perlakuan-perlakuan pada peserta didik atau siswa kemudian diamati hasilnya apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Eksperimen ini juga dapat membantu mengetahui perlakuan mana yang menjadi perlakuan yang paling efektif untuk siswa. Pengolahan data eksperimen akan melibatkan statistik atau analisis kuantitatif, sehingga hasil penelitian ini biasanya lebih akurat dan objektif.

4.     Kuesioner atau angket,

merupakan instrumen pengumpul data yang berupa kumpulan-kumpulan pertanyaan yang telah dirancang oleh peneliti psikologi pendidikan sesuai dengan tujuan penelitian.

5.     Studi Kasus,

metode yang digunakan dalam psikologi pendidikan dengan melakukan penyelidikan pada peserta didik untuk mengetahui latar belakang peserta didik tersebut, baik berupa latar belakang ekonomi, sosial, budaya, fisik, dan mental. Studi kasus mungkin memerlukan waktu dan effort yang lebih besar serta khusus secara individu untuk memperoleh data yang akurat.

6.     Metode Klinis,

merupakan metode yang cukup sering digunakan dalam psikologi pendidikan. Metode ini dilakukan dengan menyelidiki perilaku seorang peserta didik yang banyak melakukan perilaku menyimpang yang dapat membuatnya kesulitan belajar atau menghambat perkembangan belajarnya.

7.     Proyeksi,

metode yang dilakukan terhadap seseorang dengan memberikan gambar-gambar atau tulisan-tulisan berbentuk khas untuk ditanggapi dan diterjemahkan menjadi proyeksi perilaku yang ditunjukkan oleh peserta didik secara tidak langsung.

8.     Instrospeksi,

merupakan metode yang cukup rumit untuk diterapkan dan tetap objektif, di mana para ahli psikologi atau praktisi pendidikan melakukan introspeksi atau pengamatan terhadap apa yang terjadi di dalam dirinya sendiri.


Manfaat Psikologi Pendidikan

Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada pendidik dan calon pendidik untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbedabeda. Berikut adalah beberapa manfaat dalam mempelajari psikologi pendidikan.

1.     Memahami Perbedaan Siswa (Diversity of Student) Setiap individu dilahirkan dengan membawa potensi yang berbeda-beda, psikologi pendidikan memahami keberagaman antara siswa satu dengan siswa yang lainnya, mulai dari perbedaan tingkat pertumbuhannya, tugas perkembangannya sampai pada masing-masing potensi yang dimiliki oleh anak.

2.     Untuk Memilih Strategi dan Metode Pembelajaran Sebagai Seorang pendidik dalam memilih strategi dan metode pembelajaran harus menyesuaikan dengan tugas perkembangan dan karakteristik masing-masing peserta didiknya. Hal ini bisa didapatkan oleh seorang guru melalui mempelajari psikologi terutama tugas-tugas perkembangan manusia. Jika metode dan model pendidikan sudah bisa menyesuaikan dengan kondisi peserta didik, maka proses pembelajaran bisa berjalan dengan maksimal.

3.     Untuk menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif di dalam Kelas, Disinilah peran psikologi pendidikan yang mampu mengajarkan bagaimana seorang pendidik mampu memahami kondisi psikologis dan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, sehingga proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan secara efektif.

4.     Memberikan Bimbingan dan Pengarahan kepada Siswa Selain berperan sebagai pengajar di dalam kelas, seorang guru juga diharapkan bisa menjadi seorang pembimbing yang mempu memberikan bimbingan kepada peserta didiknya, terutama ketika peserta didik mendapatkan permasalahan akademik. Dengan berperan sebagai seorang pembimbing seorang

5.     Mengevaluasi Hasil Pembelajaran Tugas utama guru/pendidik adalah mengajar di dalam kelas dan melakukan evaluasi dari hasil pengajaran yang sudah dilakukan. Dengan mempelajari psikologi pendidikan diharapkan seorang pendidik mampu memberikan penilaian dan evaluasi secara adil menyesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya.


Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan

Menurut Muhid (2015, hlm.1) psikologi pendidikan tidak dapat memberitahukan kepada guru apa yang harus dilakukan, tetapi akan memberikan prinsip untuk digunakan dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan bahasa untuk membahas pengalaman dan pemikiran mereka.

Prinsip atau asas tersebut didapatkan melalui pengetahuan, kebijaksanaan, dan berbagai teori yang didasarkan pada pengalaman dan pengamatan perilaku siswa. Selain itu, manfaat mempelajari psikologi Pendidikan menurut Muhid (2015, hlm. 2) mencakup berbagai hal berikut ini.

1.     Mengetahui pokok permasalahan pendidikan,

dalam pendidikan pembelajaran itu bukan sekedar memindahkan informasi dan kemampuan kepada peserta didik saja namun harus diketahui apa inti dari pendidikan sebenarnya berdasarkan tujuan yang diinginkan dan psikologi pendidikan akan membantu mengetahui permasalahan pokok pendidikan tersebut.

2.     Menguasai kemampuan mengajar,

pembelajaran bukan hanya membutuhkan seseorang yang memiliki pengetahuan lebih banyak lalu menyampaikannya pada peserta didik. Pengajaran efektif membutuhkan banyak strategi dan psikologi pendidikan membantu pengajar menyelenggarakan penilaian perilaku, memotivasi siswa, memperhitungkan karakteristik siswa, dan aspek pembeda lain seperti usia dan tingkat pendidikan sehingga dapat menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang efektif sesuai dengan konteks pembelajaran yang dibutuhkan.

3.     Memastikan pendidik dapat mengajar dengan baik,

banyak orang berpendapat bahwa guru yang berkarisma, disenangi oleh murid dan mampu menyampaikan pembelajaran dengan baik terlahir begitu saja atau dianggap sebagai bakat alami bagi beberapa orang saja. Padahal, riset psikologi pendidikan mengidentifikasi perilaku dan kemampuan yang dibutuhkan untuk membentuk “guru ajaib” tersebut bagi siapa pun yang ingin mempelajarinya.

4.     Membentuk pendidik yang memiliki visi,

tidak ada 7 langkah mudah atau 9 tips dan trik untuk menjadi seorang pendidik yang baik, namun psikologi pendidikan menemukan bahwa semua guru penggerak yang unggul memiliki ciri yang sama, yakni memiliki visi atau intensionalitas. Artinya, guru yang terus‐menerus memikirkan hasil yang mereka inginkan bagi siswanya dan bagaimana setiap keputusan yang mereka ambil membawa siswa ke arah hasil tersebut. Bagaimana caranya? Dengan melakukan analisis psikologi pendidikan.


Teori Belajar

Ilmu psikologi telah menghasilkan banyak sekali teori perkembangan manusia. Salah satu yang paling relevan dengan pendidikan adalah teori belajar. Teori belajar adalah berbagai konsepsi mengenai bagaimana manusia melakukan aktivitas belajar baik dalam pembelajaran maupun belajar secara mandiri untuk meningkatkan potensinya. Mengubah seseorang menuju potensinya yang lebih tinggi adalah hakikat pendidikan. Oleh karena itu, teori belajar amatlah berkaitan erat dengan pendidikan. Beberapa teori belajar dapat disimak pada artikel di bawah ini.


Referensi

1.     Muhid, Abdul. (2015). Psikologi Pendidikan. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.

2.     Santrock, John W. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

3.     Suryabrata. (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali

4.     Syah, Muhibbin. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

5.     Ormrod, J. E. (2014). Educational psychology (5th ed.). Upper Saddle River: Merrill/Prentice Hall.

6.     Purwanto, Ngalim. (2017). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional
  2. Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis
  3. Psikologi Perkembangan: Pengertian, Teori, Faktor, Hukum, Dan Sebagainya
  4. Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode, Dan Manfaat
  5. Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi, Dan Manfaat
  6. Psikologi Sosial – Pengertian, Ruang Lingkup Dan Teori Menurut Para Ahli
  7. Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri

Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi, Dan Manfaat


Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi & Manfaat

Pengertian Psikologi Belajar

Psikologi belajar adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mempelajari, menganalisis prinsip-prinsip perilaku manusia dalam proses belajar dan pembelajaran (Nurjan, 2016, hlm. 6). Sejatinya belajar merupakan proses mental atau gejala jiwa kognitif atau akal pikiran yang tentunya amatlah berkaitan dengan psikologi. Oleh karena itu diperlukan kacamata psikologi pula untuk menganalisis dan mempelajari perilaku manusia ketika belajar.

Selanjutnya menurut Elliot (dalam Asrori, 2020, hlm. 15) psikologi belajar adalah studi yang membahas persoalan psikologi belajar dan pembelajaran berdasarkan fokus atau ruang lingkup pendidikan yang mencakup upaya mendeskripsikan, memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar dan pembelajaran. Tidak hanya mencakup proses mental belajar, menurut Elliot lingkungan secara umum pun merupakan skop yang dapat dijamah oleh psikologi belajar karena merupakan salah satu medan atau lingkungan utama dalam belajar.

Sementara itu Crow & Crow (dalam Nurjan, 2016, hlm. 6) menyatakan bahwa psikologi belajar adalah Ilmu pengetahuan praktis yang berusaha untuk menerangkan belajar sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan secara ilmiah dan fakta-fakta sekitar tingkah laku manusia. Pendidikan adalah dunia yang sang erat kaitannya dengan psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari proses mental dan tingkah laku manusia, sementara itu pendidikan ingin melakukan perubahan (change) terhadap proses mental dan tingkah laku manusia agar menjadi lebih baik. Dapat dikatakan pula bahwa sejatinya pendidikan itu merupakan salah satu cabang psikologi terapan.

Dari pemaparan pengertian psikologi belajar menurut para ahli di atas dapat dilihat bahwa psikologi belajar tampak memiliki kesamaan dengan psikologi pendidikan. Lantas apa bedanya psikologi belajar dengan psikologi pendidikan?


Perbedaan Psikologi Belajar dan Pendidikan

Psikologi belajar spesifik mengkaji persoalan-persoalan belajar untuk memahami bagaimana proses mental dan perilaku individu atau peserta didik ketika melakukan aktivitas mental belajar. Sementara itu psikologi pendidikan mengkaji berbagai proses mental yang terjadi dalam kegiatan penerapan pembelajaran dan pendidikan secara umum termasuk mengenai perkembangan dan permasalahan sosialnya pula. Oleh karena itu psikologi pendidikan akan memiliki kearifan dari psikologi perkembangan, psikologi kognitif,  psikologi sosial, dan berbagai sub-bidang psikologi lainnya termasuk psikologi belajar untuk diterapkan pada kajian mengenai pendidikan secara umum.

Dengan demikian wajar saja apabila psikologi belajar ini akan menjadi salah satu istilah yang tumpang-tindih dengan psikologi pendidikan. Hal itu karena psikologi belajar adalah salah satu bagian utama dari psikologi pendidikan.

Hal ini juga merupakan bagian dari fenomena klise dari perbedaan translasi dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Pendidikan, pengajaran, dan pembelajaran sering mengalami tumpang-tindih istilah sebagai akibat dari perbedaan hasil penerjemahan atas sumber-sumber pustaka luar negeri yang berbahasa Inggris.

Bahkan banyak ahli yang menolak membedakan kedua istilah ini dan menganggap keduanya adalah istilah berbeda yang mengacu pada makna yang sama. Seperti yang diungkapkan oleh Winkel (dalam Nurjan, 2016, hlm. 6) bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu cabang dari psikologi praktis yang mempelajari prasarat-prasarat (fakta- fakta) bagi belajar di sekolah berbagai jenis belajar dan fase-fase dalam semua proses belajar. Dalam hal ini, kajian psikologi pendidikan sama dengan psikologi belajar.


Ruang Lingkup Psikologi Belajar

Sedikit berbeda dengan psikologi pendidikan yang cakupan skopnya amatlah luas, psikologi belajar berfokus pada berbagai proses mental dan perilaku yang spesifik dari belajar itu sendiri. Beberapa ruang lingkup yang menjadi cakupan psikologi belajar di antaranya adalah sebagai berikut.

1.     Belajar dan perilaku belajar,

yakni mencoba memahami bagaimana sejatinya proses mental belajar terjadi dan seperti apa wujud konkret dari perilakunya.

2.     Karakteristik dan ragam belajar,

yakni mengetahui berbagai ciri dan indikasi yang membedakan belajar dari proses mental lainnya, serta memahami ragam varian dari cara belajar individu.

3.     Teori-teori belajar,

yang berarti mengulas berbagai teori belajar yang telah banyak diutarakan oleh para ahli psikologi kognitif

4.     Motivasi belajar,

untuk mengetahui mengapa individu berkehendak belajar dan apa yang memicu kehendak tersebut sehingga peserta didik termotivasi untuk mau belajar dengan sendirinya.

5.     Kesulitan belajar,

mengetahui berbagai penyebab dan cara mengatasi kesulitan belajar secara psikologis dari peserta didik.


Tujuan Psikologi Belajar

Pekerjaan guru sejatinya sangatlah bersifat psikologis dari pekerjaan lainnya. Bahkan dapat dikatakan seorang guru adalah konselor atau psikolog bagi setiap muridnya. Hal tersebut karena perubahan dan pengembangan kompetensi individu amatlah bergantung pada keadaan mental dan psikologisnya sendiri. Hal tersebut tentunya terjadi karena belajar adalah salah satu proses mental yang terjadi dalam psikologis seseorang.

Oleh karena itu, guru hendaknya mengenal serta menyelami kehidupan kejiwaan peserta didiknya di sepanjang waktu dengan memperhatikan karakteristik psikologis laki-laki dan perempuan serta keragaman sosial yang terjadi. Berdasarkan uraian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa tujuan dari psikologi belajar adalah meliputi beberapa poin di bawah ini.

1.     Untuk membantu para guru agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses pertumbuhan belajar.

2.     Agar pendidik memiliki dasar-dasar yang luas dalam hal mendidik, sehingga murid bisa bertambah baik dalam cara belajarnya.

3.     Supaya para guru dapat menciptakan suatu sistem pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan proses-proses pendidikan yang berlangsung, guna meningkatkan ke arah yang lebih baik (Mahfud dalam Nurjan, 2016, hlm. 8).


Dapat disimpulkan bahwa beberapa tujuan dari psikologi belajar ini adalah sebagai berikut.

1.     Agar pendidik lebih mampu mengambil keputusan dan memecahkan masalah-masalah pembelajaran dengan baik.

2.     Membantu menjalankan tugas mengajar di kelas karena performanya selalu mempertimbangkan prinsip psikologis siswa maupun siswi.

3.     Tidak memandang sebelah mata perilaku peserta didik yang bebal karena menjelaskan perilaku siswa/siswinya dan perilaku manusia pada umumnya.

4.     Memiliki teknik dalam mempelajari siswa/siswi, agar dapat menentukan prinsip-prinsip untuk menguasai perilaku siswa/siswi dalam situasi-situasi tertentu.


Fungsi Psikologi Belajar

Menurut Gage & Berliner (2005, hlm. 6-8 dalam Nurjan, 2016, hlm. 8-9), psikologi belajar memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

1.     Menjelaskan

Psikologi belajar juga berfungsi untuk memberikan pemahaman mengenai sifat dan keterkaitan berbagai aspek dalam belajar dan pembelajaran. Dalam hal ini psikologi belajar mengkaji konsep mengenai aspek perilaku manusia yang terlibat dalam belajar dan pembelajaran, serta lingkungan yang terkait.

2.     Memprediksikan

Psikologi belajar berfungsi memberikan prediksi-prediksi berkenaan saling terlibatnya aspek-aspek dalam belajar-pembelajaran.

3.     Mengontrol fenomena (dalam kegiatan belajar mengajar).

Fungsi pengendalian atau mengontrol terkait dengan manipulasi yang mungkin dibuat. Tentu kita memahami bahwa pengetahuan anak tentang lingkungan tempat tinggal diperoleh dari mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS). Bilamana ada di antara topik-topik tertentu tidak diajarkan, maka mereka tidak memiliki pengetahuan tentang topik-topik itu. Guru dapat merekayasa sekelompok anak yang diberi perlakuan tertentu (pembelajaran PS), sedangkan sekelompok yang lain tidak, sehingga dapat diketahui perbedaan hasilnya. Dengan demikian, pengetahuan murid mengenai pengetahuan sosial dikontrol dengan pembelajaran.

4.     Dalam pengertiannya sebagai ilmu terapan juga memiliki fungsi merekomendasikan.

Sebagai ilmu terapan, psikologi belajar tidak hanya memberikan wawasan konseptual terkait dengan fenomena belajar-pembelajaran, tetapi menyediakan sejumlah rekomendasi untuk praktik pembelajaran. Meskipun rekomendasi tersebut berupa rambu-rambu umum, tidak secara akurat berkonsekuensi dengan masalah yang dihadapi guru. Rekomendasi tidak secara langsung ditujukan pada kasus per kasus masalah pembelajaran, tetapi saran dan pertimbangan rekomendatif yang diajukan diharapkan tetap dapat dijadikan pedoman bagi guru untuk mengambil keputusan instruksionalnya.


Manfaat Psikologi Belajar

Psikologi Belajar Psikologi belajar amat penting bagi setiap orang, akan sangat terasa betapa pentingnya pengetahuan tentang psikologi belajar itu, apabila seorang guru diserahi tanggung jawab sebagai pemimpin, baik pemimpin perkumpulan keagamaan, perkumpulan olah raga, kesenian, sekolah dan sebagainya. Semuanya itu akan kurang sempurna jika tidak dilengkapi dengan psikologi, agar dapat melaksanakan kepemimpinan itu dengan sebaik-baiknya.

Dari ilustrasi di atas semakin jelas kiranya bahwa pengetahuan psikologi dan khususnya psikologi belajar, amat berguna bagi setiap manusia. Adapun manfaat psikologi belajar menurut Nurjan (2016, hlm. 10) adalah sebagai berikut.

1.     Meletakkan tujuan belajar.

2.     Mengatur kondisi-kondisi belajar yang efektif.

3.     Mencegah terjadi dan berkembangnya gangguan-gangguan mental dan emosi.

4.     Mempertahankan adanya kesehatan jiwa yang baik.

5.     Mengusahakan berkembangnya daya mampu dan daya guna dari kondisi jiwa sehat yang ada.

6.     Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar.

7.     Membantu setiap siswa/siswi dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapi.

8.     Mengenal dan memahami setiap siswa/siswi baik secara individual maupun secara kelompok.

Selanjutnya, Chaplin (1972 dalam Nurjan, 2016, hlm. 11) menitikberatkan manfaat atau kegunaan mempelajari psikologi belajar untuk memecahkan masalah-masalah yang terdapat dalam dunia pendidikan dengan cara menggunakan metode-metode yang telah disusun secara rapi dan sistematis. Kemudian Lindgren (1985 dalam Nurjan, 2016, hlm. 11) berpendapat bahwa manfaat mempelajari psikologi belajar ialah untuk membantu para guru dalam mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai proses pembelajaran.


Referensi

1.     Asrori. (2020). Psikologi pendidikan pendekatan multidisipliner. Banyumas: Pena Persada.

2.     Nurjan, Syarifan. (2016). Psikologi Belajar. Ponorogo: Wade Group.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional
  2. Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis
  3. Psikologi Perkembangan: Pengertian, Teori, Faktor, Hukum, Dan Sebagainya
  4. Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode, Dan Manfaat
  5. Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi, Dan Manfaat
  6. Psikologi Sosial – Pengertian, Ruang Lingkup Dan Teori Menurut Para Ahli
  7. Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri

Psikologi Sosial – Pengertian, Ruang Lingkup Dan Teori Menurut Para Ahli

 Psikologi sosial – Pengertian, Ruang Lingkup & Teori menurut Para Ahli

Pengertian Psikologi Sosial

Psikologi Sosial adalah salah satu cabang ilmu Psikologi yang mengkaji tingkah laku individu dalam situasi sosial, dengan melakukan kajian dan analisis tentang bagaimana manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya (Mulyadi dkk, 2016, hlm. 3). Artinya psikologi sosial merupakan ilmu yang mengkaji perilaku konkret manusia terhadap situasi sosial dan lingkungan yang menyelubunginya. Lingkungan ini tentunya tidak berupa alam benda saja, melainkan seluruh hal yang mengintari individu dan masyarakat di sekitar, termasuk norma, budaya, dan aspek-aspek lain di luar individu atau kelompok.

Sementara itu menurut Kassin (dalam Maryam 2018, hlm. 6) definisi psikologi sosial adalah studi ilmiah tentang bagaimana individu berpikir, merasa, dan berperilaku dalam konteks sosial. Berpikir atau kognisi merupakan proses mental yang akan berpengaruh besar terhadap perilaku seseorang, dan konteks sosial mencakup berbagai aspek yang melatarbelakangi orang-orang di sekitar, termasuk perilaku, lingkungan, budaya, pendidikan, dan sebagainya.

Sedangkan menurut Sadli (dalam Diwyarthi, 2021, hlm. 55) Psikologi sosial merupakan sub-disiplin dari ilmu psikologi dengan kajian yang memperhatikan tentang tingkah laku individu sebagai respons terhadap pengaruh sosial. Selanjutnya menurut Hermawan dkk (2020 dalam Diwyarthi, 2021, hlm. 55) psikologi sosial merupakan ilmu yang mengkaji tentang perkembangan dan perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam konteks sosial.

Banyak ahli lain yang memiliki pendapatnya masing-masing mengenai pengertian psikologi sosial. Kebanyakan tentunya masih merujuk pada medan makna yang sama, namun setiap pendapat akan memperuncing pengertian psikologi sosial itu sendiri. Beberapa pengertian psikologi sosial menurut para ahli lainnya adalah sebagai berikut.

1. Shaw dan Costanzo mengungkapkan bahwa psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku individu yang merupakan rangsangan sosial.

2. Hubber Bonner menyatakan psikologi sosial merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia.

3. David Sears berpendapat bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang berusaha secara sistematis  untuk memahami perilaku sosial, mengenai cara mengamati orang lain dan situasi sosial, cara orang lain beraksi terhadap  kita, dan cara kita dipengaruhi oleh situasi sosial.

4. Joseph Mc. Grach mengatakan bahwa psikologi sosial adalah ilmu yang menyelidiki perilaku   manusia yang dipengaruhi oleh kehadiran, keyakinan, tindakan, dan lambang orang lain.

Dapat disimpulkan bahwa psikologi sosial adalah cabang ilmu psikologi yang mengkaji proses mental dan perilaku individu terhadap berbagai konteks sosial seperti kelompok dan masyarakat serta lingkungan yang menyelubunginya baik itu budaya, politik, pendidikan, dan sebagainya.


Ruang Lingkup Psikologi Sosial

Menurut Vaughan dan Hogg (dalam Sarwono & Meinarno dalam Maryam, 2018, hlm. 13) terdapat sedikitnya empat tingkatan analisis dalam psikologi sosial yang dapat menjadi acuan ruang lingkup psikologi sosial yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Intrapersonal, merupakan proses psikologis yang terjadi di dalam diri individu dalam proses pengorganisasian pengalaman dan lingkungan sosialnya. Hal ini bisa dilihat dalam penelitian tentang keseimbangan kognitif (cognitive balance) dan skema kognitif.

2. Interpersonal dan situasional, merupakan tingkatan analisis pada interaksi antarindividu dalam situasi tertentu, dengan 13 fokus penelitiannya adalah satu situasi dan kondisi yang terjadi pada masing-masing individu. Penelitian tentang hal ini adalah atribusi dan penggunaan matriks permainan.

3. Posisional, analisis terhadap interaksi antarindividu dalam situasi tertentu, dengan memperhatikan peran dari posisi sosial yang ada (seperti status, identitas). Penelitian tentang hal ini bisa dilihat pada penelitian yang bertema kekuasaan (power) dan identitas sosial.

4. Ideologis, merupakan analisis terhadap interaksi antarindividu yang mempertimbangkan keyakinan sosial dan hubungan sosial antarkelompok. Hal ini bisa dilihat pada persoalan tentang representasi sosial, identitas sosial, pengaruh kelompok minoritas, serta peran kebudayaan dan norma.

Sementara menurut Michener dan Delamater (dalam Maryam, 2018, hlm. 13), terdapat empat fokus utama dalam psikologi sosial yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Pengaruh individu terhadap individu lain.

2. Pengaruh kelompok terhadap individu-individu anggotanya.

3. Pengaruh individu anggota kelompok terhadap kelompoknya sendiri.

4. Pengaruh satu kelompok terhadap kelompok lainnya.

Selanjutnya, menurut Fieldman (dalam Maryam, 2018, hlm. 11) psikologi sosial memiliki ruang lingkup yang luas, seperti yang diuraikan pada tabel berikut ini.

Kategori

Topik

Contoh pertanyaan khusus yang dapat diselidiki dalam topik tersebut

Proses individual

Prestasi dan performance tugas

Faktor-faktor apa yang menentukan prestasi dan motivasi terkait performance sekolah?

Sikap dan perubahan sikap

Apakah ada hubungan antara sikap politik dan tingkah laku dalam pemungutan suara?

Atribusi

Faktor-faktor apa yang mendorong individu melakukan atribusi terhadap tingkah laku individu lain?

Proses kognitif

Bagaimana individu menggolongkan dan mengkategorikan karakteristik kepribadian orang lain?

Disonansi

Ketika individu dibuat untuk bertindak yang bertentangan dengan apa yang dia percayai, apakah sikap individu tersebut berubah?

Persepsi sosial

Bagaimana individu menggabungkan sifatsifat kepribadian individu lain untuk membentuk sebuah kesan secara keseluruhan tentang individu tersebut?

Perkembangan sosial dan kepribadian

Faktor-faktor apakah pada masa kecil yang bisa menjadi prediktor dalam masa dewasa?

Stres, emosi, dan arousal (kebangkitan)

Faktor-faktor apa yang membuat kebangkitan nafsu (gairah seksual)?

Proses interpersonal

Agresi

Apakah tayangan kekerasan di televisi bisa meningkatkan agresi?

Daya tarik dan afiliasi

Bagaimana daya tarik fisik seseorang mempengaruhi cara perlakuan orang lain terhadap dirinya?

Bargaining (tawarmenawar) dan koalisi

Strategi penawaran apakah yang baik untuk menjual mobil bekas?

Konformitas dan kepatuhan (compliance)

Mengapa individu konform dengan pendapat orang lain?

Persamaan, keadilan, dan pertukaran sosial

Pengadilan adil apakah yang diperhatikan individu?

Pertolongan (helping)

Situasi darurat seperti apakah penonton (bystander) ikut terlibat menolong?

Komunikasi non-verbal

Apakah individu lain bisa menebak emosi orang lain secara akurat melalui tingkah laku non-verbal?

Peranan dan perbedaan seks (jenis kelamin)

Apakah wanita lebih konform dibandingkan pria?

Pengaruh sosial

Bagaimana minoritas mampu mempengaruhi mayoritas dalam sebuah kelompok?

Interaksi sosial

Mengapa individu menyukai kehadiran orang lain saat dia sedang bingung atau gelisah?

Proses kelompok

Riset cross-cultural (lintas budaya)

Apakah orang Jepang memiliki sistem manajemen yang paling unggul?

Crowding dan jarak interpersonal

Mengapa performance individu menurun ketika berada dalam situasi ramai?

Psikologi lingkungan dan kependudukan

Bagaimana gedung yang terbaik dapat didesain untuk meningkatkan kepuasan konsumen?

Proses kelompok

Apakah keputusan yang dibuat kelompok lebih baik daripada keputusan yang dibuat oleh individu?

Isu etnis dan rasial

Apakah pembauran bisa mengurangi prasangka sosial?


Penerapan Psikologi Sosial

Psikologi Sosial dapat digunakan untuk menganalisa fenomena-fenomena sosial yang dapat disaksikan sehari-hari. Salah satu di antara fenomena yang sedang menjadi topik pembicaraan yang hangat adalah mengenai bullying atau perundungan. Bullying ini dapat terjadi baik secara nyata maupun dalam dunia maya. Teknologi yang sekarang semakin berkembang, kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang negatif, salah satunya melakukan bullying di media sosial.

Berbicara bullying, salah satu tempat yang paling sering terjadi fenomena ini adalah di sekolah. Pendidikan merupakan bidang psikologi terapan lain yang dapat mengaplikasikan psikologi sosial dalam penyelenggaraannya di sekolah. Kemampuan interpersonal merupakan salah satu modal kompetensi besar bagi peserta didik yang tengah bersiap untuk menggeluti dunia industri.

Selanjutnya, di dunia industri studi proses kelompok dapat diaplikasikan pada organisasi yang sejatinya merupakan terdiri atas kelompok-kelompok individu yang harus berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Mengapa performa staf justru malah menurun saat mereka berada dalam situasi ramai? Apa yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana kondusif yang justru meningkatkan performa staf?


Teori Psikologi Sosial

Terdapat teori-teori psikologi sosial yang dapat menjadi landasan asumsi dasar dalam psikologi sosial secara umum. Beberapa teori psikologi sosial yang telah dilahirkan oleh para ahli psikologi sosial dan sosiologi secara umum adalah sebagai berikut.


Perspektif Sosiokultural (The Sociocultural Perspective)

Teori perspektif sosiokultural dicetuskan oleh Edward Alsworth Ross yang dimanifestasikan pada bukunya yang berjudul “Social Psychology” pada tahun 1908. Ross melihat bahwa sumber utama dari perilaku sosial bukan berasal dari dalam diri individu melainkan dari kelompok sosial (Maryam, 2018, hlm. 16.. Ross juga berpendapat bahwa orang-orang sering kali terbawa arus sosial, seperti penyebaran emosi dalam sebuah kerumunan (crowd) atau epidemik emosi religius.

Contoh yang diajukan oleh Ross adalah insiden the Dutch tulip craze di tahun 1634. Pada kejadian ini, banyak orang menjual rumah dan tanahnya untuk membeli akar bunga tulip yang nilainya lebih mahal dari emas, namun akhirnya menjadi tidak berharga saat kegilaan (craze) ini berhenti (Kenrick dkk, 2002 dalam Maryam, 2018, hlm. 18).

Untuk menjelaskan fenomena “kegilaan” di atas, Ross lebih melihat pada unsur kelompok sebagai keseluruhan daripada unsur psyche (jiwa) individual anggota kelompok. Ross melihat bahwa bahwa kegilaan (craze) dan mode (fads) sebagai produk dari “pikiran massa” (mob mind) yang menyebabkan ketertarikan irasional dan hilangnya perasaan maupun pikiran individual karena adanya sugesti dan imitasi (Kenrick dkk, 2002 dalam Maryam, 2018, hlm. 18).


Perspektif Evolusioner (The Evolutionary Perspective)

Para peneliti yang mengadopsi perspektif sosiokultural telah tertarik pada perbedaan perilaku dari satu budaya ke budaya selanjutnya. Namun sebagian peneliti lainnya lebih tertarik pada hal serupa, tidak hanya perbedaan budaya manusia melainkan juga mengkaji sekelompok binatang yang berbeda. Penekanan pada kesamaan ini bisa dilihat pada tahun 1908 dalam tulisan psikologi sosial oleh William McDougal, seorang ahli psikologi Inggris yang telah terlatih di bidang biologi.

McDougal menekankan sebuah perspektif evolusioner (evolutionary perspective), yang melihat perlaku sosial manusia bersumber dari disposisi fisik dan psikologis yang membantu leluhur manusia untuk bertahan hidup dan melakukan reproduksi (Kenrick dkk, 2002 dalam Maryam, 2018, hlm. 20).

Teori evolusioner berdampak dalam beberapa teori psikologi sosial, seperti teori tentang insting, teori tentang pengaruh lingkungan, dan teori-teori yang berkaitan dengan kajian lintas budaya (cross-cultural comparison).


Perspektif Belajar Sosial (The Social Learning Perspective)

Selama beberapa dekade setelah tahun 1908, kelompok yang mengikuti perspektif Ross dan pendekatan evolusioner McDougal mengalami penurunan popularitas (Kenrick, et al., 2002). Sebagai gantinya, banyak ahli psikologi beralih ke perspektif belajar sosial (the social learning perspective).

Perspektif ini melihat bahwa perilaku sosial dipengaruhi oleh pengalaman belajar masa lalu individu dengan hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Tokoh yang muncul di era ini yaitu Allport (1924) dan Hull (1934). Belajar bisa terjadi secara tidak langsung, saat individu mengamati individu lain terutama saat perilaku individu yang diamati tersebut memperoleh pujian atau perhatian.

Serangkaian eksperimen yang menunjukkan tentang observational learning dilakukan oleh Bandura dan rekan-rekan sejawatnya, menunjukkan bagaimana anak-anak belajar meniru melakukan tindakan agresi setelah anak-anak lain dan orang dewasa yang melakukan tindakan kekerasan (violence) memperoleh hadiah (reward).


Perspektif Fenomenologi (The Phenomenological Perspective)

Selama tahun 1930-1940, Kurt Lewin membawa perspektif yang berbeda dalam psikologi sosial, yang menekankan pada sudut pandang unik individu, atau fenomenologi (Kenrick, et al., 2002). Meskipun menekankan pada interpretasi subjektif, bukan berarti Lewin menganggap tidak ada realitas objektif.

Lewin bahkan menekankan pada interaksi antara situasi dan interpretasi individu. Lewin juga mengakui bahwa interpretasi individu terhadap sebuah situasi berkaitan dengan tujuan (goal) saat kejadian itu. Misalnya, jika seorang remaja laki-laki yang gemar berkelahi, maka tabrakan yang tidak disengaja akan diinterpretasikan sebagai sebuah tindakan mendorong yang disengaja (tindakan agresi).

Teori Lewin yang menekankan pada tujuan (goal), interaksi antara faktor situasi dan individu (person), dan fenomenologi, semuanya berdampak besar pada bidang kajian psikologi sosial. Salah satu dampak dari pandangan Lewin adalah munculnya pandangan konstruktivis sosial modern (the modern social constructivist view), yang dikemukakan oleh Beall (1993) dan Gergen (1989).


Perspektif Kognitif Sosial (The Social Cognitive Perspective)

Jika perspektif fenomenologi lebih menekankan pada pengalaman dari dalam (inner experience) individu, maka perspektif kognisi sosial memiliki pemikiran bahwa ada hubungan yang dekat antara psikologi sosial dengan psikologi kognitif. Selama tahun 1970 hingga 1980 sebuah perkembangan pesat dari para ahli psikologi sosial yang mengadopsi sebuah perspektif kognitif sosial (social cognitive perspective), yang fokus pada proses individu untuk memperhatikan peristiwa-peristiwa sosial dan menginterpretasikannya, serta bagaimana pengalaman-pengalaman individu disimpan dalam memori (Fiske & Taylor, 1991 dalam Maryam, 2018, hlm. 24). Gagasan utama dalam perspektif kognitif ada dua. Pertama, individu cenderung mengelompokkan dan mengategorikan objek secara spontan. Kedua, individu lebih fokus pada stimuli yang menonjol.


Perspektif Interaksionis Simbolik (The Symbolic Interactionist Frame)

Menurut perspektif ini, masyarakat merupakan sebuah web komunikasi dan berinteraksi, di mana masing-masing orang saling mempengaruhi satu sama lain saat berperilaku. Interaksi adalah simbolik, yang artinya orang-orang berkembang dalam interaksi itu sendiri. Lingkungan untuk bertindak dan berinteraksi didefinisikan secara simbolik oleh individu. Orang-orang berinteraksi dengan menggunakan simbol-simbol yang dikembangkan dalam 26 interaksi mereka, dan bertindak melalui komunikasi dari simbol-simbol ini (Delamater, 2006 dalam Maryam, 2018, hlm. 26).

Perspektif ini berasumsi bahwa manusia membentuk makna melalui proses komunikasi. Perspektif ini berfokus pada pentingnya konsep diri dan persepsi individu berdasarkan interaksi dengan individu lain. Kehidupan sosial merupakan sebuah proses.


Teori Pernyataan Harapan (Expectations States Theory)

Teori ini muncul sebagai sebuah semangat untuk menjelaskan beberapa temuan yang paling mencolok dari Robert F. Bales (1950) studi awal yang berpengaruh pada tingkah laku interpersonal dalam kelompok kecil. Teori ini berusaha untuk menjelaskan munculnya hierarki status dalam situasi di mana para pelaku berorientasi terhadap pencapaian tujuan atau tugas kolektif.


Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Orientasi dasar dari teori ini didasarkan pada filosofis awal dan orientasi psikologi yang berasal dari utilitarianisme pada satu sisi dan aliran behavior pada sisi lainnya (Delamater, 2006). Homans mendefinisikan pertukaran sosial sebagai sebuah pertukaran aktivitas, secara nyata maupun tidak nyata, dan lebih banyak atau sedikit penghargaan atau biaya, antara sedikitnya dua orang. Prinsip dari teori pertukaran sosial didasarkan pada gagasan teori belajar dan teori pengambilan keputusan. Teori pertukaran sosial menganalisis interaksi antar individu berdasarkan keuntungan dan kerugian yang dipertukarkan individu.

Referensi

1. Diwyarthi, dkk. (2021). Psikologi sosial. Bandung: Widina Bhakti Persada.

2. Maryam, E.W. (2018). Psikologi sosial. Sidoarjo: UMSIDA Press.

3. Mulyadi, S., Rahardjo, W., Asmarany, A.I, Pranandari, K.(2016). Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional
  2. Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis
  3. Psikologi Perkembangan: Pengertian, Teori, Faktor, Hukum, Dan Sebagainya
  4. Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode, Dan Manfaat
  5. Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi, Dan Manfaat
  6. Psikologi Sosial – Pengertian, Ruang Lingkup Dan Teori Menurut Para Ahli
  7. Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri

Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri


Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri

Psikologi komunikasi merupakan studi perilaku manusia yang berfokus pada ranah komunikasi. Psikologi sendiri sebagai ilmu yang mengkaji proses mental dan perilaku manusia sejatinya merupakan salah satu pemeran utama dalam kajian ilmu komunikasi. Melalui kacamata psikologi dan teori-teori tentang perilakunya, kita dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa manusia melakukan komunikasi.

Perilaku manusia juga berkaitan erat dengan komunikasi yang dilakukan, baik secara intrapersonal, interpersonal, maupun antar kelompok. Komunikasi merupakan peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya. Meskipun hal tersebut memasuki ranah sosiologi sebagai salah satu fondasi ilmu komunikasi juga, akan tetapi analisis terhadap peristiwa sosial secara psikologis juga akan mengarah pada psikologi sosial.

Oleh karena itu, amatlah wajar rasanya apa bila dalam kajian ilmu komunikasi, kita akan menghampiri psikologi yang amatlah berkaitan erat dengan peristiwa komunikasi yang dilakukan oleh seorang individu, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain (sosial). Berikut adalah berbagai pemaparan mengenai pendekatan psikologi terhadap komunikasi.


Pengertian Psikologi Komunikasi

Psikologi komunikasi adalah ilmu yang berupaya menguraikan, memprediksi, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 4). Definisi tersebut diambil dari pengertian psikologi psikologi yang merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses mental dan perilaku manusia, serta komunikasi yang berarti proses seorang individu mentransmisikan rangsangan verbal maupun non-verbal kepada orang lain.

Dari sisi psikologi behaviorisme, segala hal yang dilakukan oleh manusia adalah perilaku yang dihasilkan dari stimulus, tidak terkecuali dalam berkomunikasi. Oleh karenanya, menurut Dance (dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 4) dalam kerangka psikologi behaviorisme, komunikasi adalah usaha untuk menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal, saat lambang verbal tersebut berperan sebagai stimuli (Rakhmat, 2011).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha untuk mengkaji proses mental dan perilaku manusia dalam berkomunikasi yang berarti usaha untuk menimbulkan respons melalui pentransmisian lambang-lambang verbal maupun secara non-verbal kepada diri sendiri maupun orang lain.


Pendekatan Psikologi Terhadap Komunikasi

Psikologi memandang komunikasi sebagai proses penyampaian energi dari alat-alat indera ke otak, saat peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, di mana terjadi proses saling mempengaruhi di antara berbagai sistem dalam diri individu dan di antara individu (Rakhmat, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 5).

Misalnya, saat kita membaca buku, retina mata yang terdiri dari 12 juta lebih sel saraf, bereaksi pada cahaya dan meneruskan pesan pada cabang-cabang syaraf yang menyambungkan mata dengan syaraf optik, lalu saraf optik meneruskan impuls-impuls syara tersebut ke otak. Selanjutnya, 10-14 juta sel syaraf pada otak (neuron) dirangsang oleh berbagai impuls yang datang. Di sinilah terjadi proses persepsi yang akan menimbulkan peristiwa komunikasi intrapersonal (pada diri sendiri).

Dalam konteks komunikasi, psikologi juga tidak hanya mengulas komunikasi di antara neuron, melainkan juga berupaya menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi yang mencakup komunikan dan komunikator. Apabila ilmu komunikasi secara keseluruhan merupakan ilmu praktis dan seni dalam berkomunikasi, maka psikologi komunikasi dapat dikatakan sebagai uraian teori dan keilmuan saintifik yang lebih condong membahas komunikasi dari sudut pandang internalnya sendiri, yakni manusia.


Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi

Menurut Maryam & Paryontri (2021, hlm. 5) psikologi komunikasi setidaknya memiliki ruang lingkup yang mencakup hal-hal berikut ini.

1.     Proses mental (internal),

yakni kajian saat berlangsungnya proses komunikasi, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir (komunikasi dalam diri individu).

2.     Komunikan,

yaitu setiap peserta komunikasi, bisa komunikator (yang memulai komunikasi) atau komunikate (penerima informasi). Psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku komunikasinya (faktor internal dan eksternal).

3.     Komunikator,

psikologi berupaya menjelaskan mengapa sebuah sumber komunikasi berhasil mempengaruhi individu lain, sedangkan sumber komunikasi yang lain mengalami kegagalan.

4.     Komunikasi antarindividu,

psikologi mencoba mencari tahu bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons bagi individu lain.

5.     Psikolinguistik,

perpaduan ilmu antara psikologi dan linguistik. Psikologi meneliti proses pengungkapan pikiran menjadi lambang, bentuk-bentuk lambang, dan pengaruh lambang terhadap perilaku manusia.


Ciri-ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Berbagai disiplin ilmu juga mempelajari tentang komunikasi, seperti sosiologi, manajemen, filsafat, bahkan psikologi itu sendiri. Lalu, apa yang membedakan atau menjadi ciri khas pendekatan psikologi dengan pendekatan yang lain? Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia pada perilaku individu komunikan. Fisher (1978, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 7) menguraikan beberapa karakteristik atau ciri pendekatan psikologi pada komunikasi sebagai berikut.

1.     Penerimaan stimuli secara inderawi (sensory reception of stimuli).

Psikologi melihat komunikasi sejak organ-organ penginderaan menerima stimuli berupa data. Stimuli bisa berbentuk orang, suara, warna, ucapan, dan sebagainya yang mempengaruhi individu.

2.     Proses yang mengantarai stimulus dan respons (internal mediation of stimuli).

Terjadi pengolahan stimulus dalam “kotak hitam” hingga memunculkan respons. Jika seseorang tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, maka ia berada dalam keadaan gembira.

3.     Prediksi respons (prediction of response).

Psikologi komunikasi melihat bagaimana respons pada masa lalu dapat meramalkan munculnya respons yang akan datang.

4.     Peneguhan respons (reinforcement of responses).

Dalam artian respons lingkungan atau orang lain pada respons individu yang asli, atau disebut juga dengan umpan balik (feedback).


Komunikan (Manusia) dalam Perspektif Psikologi

Psikologi memandang bahwa pemeran utama dalam komunikasi adalah manusia sebagai komunikan (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 12). Dengan demikian, komunikasi ditentukan oleh perilaku manusia komunikan itu sendiri. Psikologi berperan saat membicarakan tentang proses pemrosesan pesan yang diterima manusia. Banyak teori dalam ilmu komunikasi yang dilatarbelakangi oleh empat pendekatan atau aliran psikologi, meliputi psikodinamika, behaviorisme, kognitif, dan humanistik yang akan dipaparkan sebagai berikut.


Konsepsi Manusia dalam Psikodinamika

Pendekatan ini menekankan pada pikiran ketidaksadaran, konflik antara naluri biologis dan tuntutan masyarakat, serta pengalaman keluarga sejak usia dini. Pendekatan ini berpendapat bahwa naluri biologis yang tidak dipelajari, terutama dorongan seksual dan agresif, mempengaruhi cara manusia berpikir, merasa, dan berperilaku, tentunya termasuk berkomunikasi pula (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 12). Dari pendekatan psikodinamika inilah muncul konsep “manusia berkeinginan” yang disebut dengan istilah Homo Volens.

Naluri-naluri tersebut terpendam dalam alam bawah sadar, dan sering kali bertentangan dengan tuntutan masyarakat. Berbagai konflik yang terjadi tersebut ditangani oleh mekanisme id, ego, dan superego.

1.     Id

Id menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia dan sebagai pusat insting (hawa nafsu). Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle) dan menuntut segera memenuhi kebutuhannya. Namun Id tidak mampu memuaskan keinginannya.

2.     Ego

Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas atau rasional, inilah yang menjadi prinsip kerja Ego (reality principle). Ego mendorong manusia berperilaku secara rasional. Ego berada di tengah antara memenuhi tuntutan Id dan peraturan superego. Unsur moral dalam pertimbangan terakhir perilaku manusia disebut Freud sebagai superego.

3.     Superego

Superego merupakan hati nurani yang menginternalisasi norma-norma sosial dan kultural masyarakat. Dari pendekatan psikodinamika inilah muncul konsep “manusia berkeinginan” (Homo Volens). Dengan demikian, superego dapat dikatakan sebagai kebalikan dari id, yakni ingin menyesuaikan dan dapat diterima oleh norma sosial dan kultural masyarakat (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13).

Menurut Sigmund Freud (pelopor pendekatan psikodinamika), hubungan dini dengan orang tua juga menjadi faktor utama yang membentuk kepribadian manusia, yang selanjutnya menentukan perilaku manusia. Hubungan tersebut akan menjadi perilaku serta “cara hidup” yang paling familiar bagi individu tersebut, termasuk apabila ia terlahir dari seorang orang tua yang disfungsional (tidak melakukan tugasnya dengan baik).


Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme

Pendekatan behavioristik menekankan pada respons perilaku yang dapat diamati, memusatkan pada interaksi dengan lingkungan yang dapat dilihat dan diukur (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13). Berbagai respons yang dapat dilihat langsung dan diukur tersebut tak lain adalah berbagai perilaku manusia sendiri, bukan hal yang abstrak seperti jiwa.

Selain itu, dalam konsepsi behaviorisme, lingkungan merupakan penentu perilaku manusia. Pelopor pendekatan ini adalah John B. Watson dan B.F. Skinner. Skinner meyakini bahwa reward (ganjaran) dan punishment (hukuman) menentukan perilaku manusia.

Seluruh perilaku manusia (kecuali insting) merupakan hasil belajar, yaitu perubahan perilaku sebagai pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut teori belajar. Dari behaviorisme inilah muncul konsep “manusia mesin” (Homo Mechanicus), karena manusia bagaikan mesin yang segala perilakunya diatur oleh berbagai stimulus yang diberikan oleh lingkungan.


Konsepsi Manusia menurut Pendekatan Kognitif

Menurut pendekatan kognitif, otak manusia mengandung pikiran yang memungkinkan proses-proses mental untuk mengingat, merencanakan, menentukan tujuan, mengambil keputusan, dan melakukan kreasi (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 13). Pendekatan ini menekankan pada proses-proses mental yang terlibat dalam mengetahui (bagaimana manusia mengarahkan perhatian, memersepsi, mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah). Pikiran merupakan sebuah sistem pemecahan masalah yang aktif dan sadar.

Pandangan ini berlawanan dengan pandangan behavioristik yang menekankan bahwa lingkunganlah yang mengendalikan perilaku manusia. Pendekatan kognitif juga bertentangan dengan pandangan psikodinamika yang memandang perilaku manusia dikendalikan oleh naluri atau bagian ketidaksadaran lainnya. Pendekatan kognitif meyakini bahwa proses-proses mental individu merupakan perilaku yang terkendali melalui ingatan, persepsi, citra, dan berpikir (King, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14). Dari pandangan inilah muncul konsep “manusia berpikir” (Homo Sapiens).


Konsepsi Manusia menurut Pendekatan Humanistik

Pendekatan humanistik menekankan pada kualitas-kualitas positif seseorang, kapasitas untuk pertumbuhan positif, dan kebebasan untuk memilih takdir apapun (Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14). Menurut Maslow dan Rogers, dua tokoh besar psikologi humanistis, manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidupnya dan menghindar dari manipulasi lingkungan (King, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 14).

Dalam kacamata humanistis, manusia dapat memilih hidupnya dengan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi, seperti altruisme dan kehendak bebas. Manusia memiliki potensi yang luar biasa akan pemahaman diri sendiri, dan cara untuk membantu orang lain mencapai pemahaman diri sendiri adalah dengan menjadi hangat dan mendukung. Pendekatan humanistik ini disebut juga dengan pendekatan optimis, dan memberikan dasar bagi psikologi positif.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

Selain berdasarkan sudut pandang psikologi yang berbeda, perilaku manusia juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyelubunginya. Menurut Baron & Byrne, terdapat beberapa faktor yang mendorong munculnya pemikiran dan perilaku sosial pada individu (Maryam, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 15) yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1.     Perilaku dan karakter orang lain.

Perilaku orang lain sering mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu terhadap orang orang lain. Demikian juga halnya dengan karakter orang lain. Individu sering bereaksi terhadap karakteristik orang lain yang kasat mata, seperti penampilannya. Hasil penelitian Hassin dan Trope (2000) menunjukkan bahwa individu tidak bisa mengabaikan penampilan orang lain, bahkan ketika secara sadar mencoba untuk mengabaikannya.

2.     Proses kognitif.

Cara berpikir dan perilaku individu terhadap orang lain dipengaruhi oleh ingatan individu tentang perilaku orang tersebut di masa lalu dan penyimpulan tentang kebenaran alasannya. Proses kognitif seperti ingatan dan penalaran (proses yang mendasari pikiran, keyakinan, ide, dan penilaian tentang orang lain yang dimiliki individu) memainkan peran penting dalam pemikiran dan perilaku sosial (Dayakisni & Hudaniah, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 16).

3.     Variabel lingkungan (ekologi).

Merupakan pengaruh lingkungan fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan fisik seperti cuaca, bau, dan kepadatan, mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku individu terhadap orang lain. Menurut Anderson, Bushman, & Groom (1997, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 16) apakah individu mudah marah dan agresif ketika cuaca sedang panas dibandingkan ketika cuacanya sejuk dan nyaman? Apakah bau yang harum mendorong individu lebih tertarik atau suka menolong orang lain?

4.     Konteks budaya.

Perilaku sosial sangat dipengaruhi oleh norma-norma sosial (aturan sosial tentang bagaimana seharusnya individu berperilaku dalam situasi tertentu), keanggotaan individu dalam kelompok, dan perubahan nilai-nilai sosial. Perilaku sosial dipengaruhi oleh konteks kebudayaan di mana perilaku sosial terjadi.

5.     Faktor biologis.

Merupakan warisan sifat-sifat dan genetik yang relevan dengan perilaku sosial. Bidang psikologi evolusioner memandang bahwa faktor biologis memainkan peran penting dalam perilaku sosial (Buss, 1995; Buss & Shackelford, 1997, dalam Maryam & Paryontri, 2021, hlm. 17). Misalnya dalam hal memilih pasangan. Mengapa individu memandang beberapa orang itu menarik yang kemudian dipilih menjadi pasangannya ? Menurut perspektif evolusi, hal ini disebabkan karena karakteristik yang menarik (seperti bentuk wajah simetris, bentuk tubuh bagus, kulit bersih, rambut indah) dikaitkan dengan kapasitas reproduksi.


Referensi

1.     Maryam, E.W.,& Paryontri, R.A. (2021). Psikologi komunikasi. Sidoarjo: UMSIDA Press.

 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. Taksonomi Bloom (Revisi) Dan Kata Kerja Operasional
  2. Evaluasi Pembelajaran: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Jenis
  3. Psikologi Perkembangan: Pengertian, Teori, Faktor, Hukum, Dan Sebagainya
  4. Psikologi Pendidikan: Pengertian, Latar, Metode, Dan Manfaat
  5. Psikologi Belajar: Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, Fungsi, Dan Manfaat
  6. Psikologi Sosial – Pengertian, Ruang Lingkup Dan Teori Menurut Para Ahli
  7. Psikologi Komunikasi: Pengertian, Ruang Lingkup, Pendekatan, Ciri-Ciri

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...